Hening pigi sekolah dalam keadaan kesal luar biasa, saking kesalnya dia gak nungguin Nur dan juga Bayu. Kedua sahabatnya itu sampe bingung apa salah mereka.
Perasaan kemarin pas drama di sungai mereka bantuin dah ....
Tanpa berkata apapun Hening langsung ngasi jambu air yang dia janjikan sama Ratih, gadis cupu itu tersenyum senang lalu dia mengucapkan terima kasih berulang kali, cuma di tanggepin senyum kecut aja sama gadis manis itu.
"Eh ... dedek Hening, keningnya kenapa di plester?" Tanya Jefri, mukanya so khawatir.
Hening melotot sambil mengelus jidatnya yang di plester, "gak sibuk!" Ketus gadis itu sembari duduk di bangkunya. Nggak lama Nur dan Bayu masuk.
Jefri dan seisi kelas tau kalau Hening dan dua sahabatnya bagai kepompong kembar siam, gak tetpisahkan. Tapi hari ini keliatan kali kalo hubungan mereka lagi gak baik-baik aja.
Jefri yang tadinya mau nanya lagi sama Hening kini beralih sama Bayu, "masa depannya aku kenapa? Datang-datang bibirnya manyun dengan kening di plester?"
Bayu yang batu tau langsung mendekati Hening, dan dengan seenak jidatnya dia nyingikirn poni Hening macam buka tirai bamu, di sapunya keatas, terlihatnya jidat yang di sebut Dipta jenong.
Kalo kaya gini emang keliatan kali besar jidatnya.
"Apasih!" Kesal Hening sambil nampik tangan Bayu. Pemuda itu gak open, dia natap Hening dengan tatapan menuntut. Kalo dah gini Hening sama Nur keder di buatnya.
"Jatoh," jawab Hening singkat. Kemudian dia melanjutkan, "gak usah di perpanjang, aku anak desa bukan putri raja. Jangankan jidat bendol, cantengan juga biasa."
Nur mengangguk, "iya juga. Tapi, masalahnya keningmu bengkak gitu setelah adegan ribut di sungai kemarin. Apa Dimas melakukan sesuatu?"
Jefri yang mendengar nama Dimas kesal sendiri. Kesalnya bukan apa-apa, dari semua segi kehidupan tu anak juragan menang segalanya. Jefri berasa di tampar kenyataan hidup kalo mimpinya untuk menjadi suami masa depan Hening hanya angan-angan yang menyedihkan.
Poor Jefri (nangis di pojokkan).
"Kok mas Dimas? Dia gak mungkin ngelakuin sesuatu sama aku, apalagi sampe nyakitin fisik kaya gini."
Nur memutar jengah bola matanya, "nyakitin fisik gak, batin iya." Setelah itu, gadis itupun duduk ketempatnya, bentar lagi bel.
Begitipun Bayu, kalo Hening udah ngawur gini artinya gak ada yang perlu di khawatirkan. Moodnya jelek hari ini gak ada hubungannya dengan dia ataupun Nur, yang paling penting sih itu.
"Pelit kali kau Tih ... minta satu napa! Gak boleh pelit, nanti jodohnya sempit." Salah seorang berandal kelas sedang berusaha minta jambu sama Ratih yang di kasi Hening.
Ratih geleng sambil melukkin kresek yang berisi jambu, "Hening ngasinya cuma sikit. Kalo mau, minta sendiri sana."
"Ratih jangankan jambu, dosanya diminta aja gak bakal ngasi! Kentut aja hirup balek." Sahut Siti sambil terbahak. Pelitnya Ratih udah terkenal seantero sekolah.
Anak kutu buku itu pelitnta bukan main, baik masalah pelajaran ataupun yang lainnya.
Ratih cuma bisa cemberut di katain gitu sama Siti yang hoby kali dandan. Cita-citanya jadi publik figure katanya, maka itu tamat sekolah mau meranto ke ibukota, selain lanjutin sekolah, mau menggapai mimpi.
"Bukannya aku pelit, Hening ngasinya cuma sikit. Kalo aku bagi sama dia, jumlahnya berkurang." Mata Ratih udah bekaca-kaca.
Jefri sebagai ketua kelas harus menengahi, "udah, gak usah ribut masalah jambu. Nanti kalo aku udah sah jadi menantu abah Banyu, aku kasi semua kalian satu kresek."
BUKKKKK
Sebuah stipe ex mendarat di punggungnya, siapa lagi pelakunya kalo bukan Hening.
"Awwwww!" Jefri berbalik sambil mengelus punggungnya. Semua mata tertuju pada Hening, jadi dia tau siapa pelakunya.
Hening dengan malas berkata, "belum apa-apa udah keliatan busuknya. Target utama mau ambil hak kepemilikkan jamu air aku, setelah itu apa?"
Jefri cengengesan, "jangan salah paham dek Hening yang cantik jelita. Aku bilang gitu, biar mereka gak tengkar lagi."
"WOOOOOOOOOO ALESAN!" Satu kelas nyorakkin Jefri sambil ngakak. Apa Jefri malu? Ya gak! Urat malunya udah putus dari kapan taun.
Imbang sama Hening, kalo masalah cinta urat malunya di cabut.
Hening yang lagu gak mood merebahkan wajahnya di atas meja, dengan tangan terlipat dia tidur santai. Lima menit kemudian bel berbunyi, pelajaran pertama adalah keterampilan.
Pelajaran yang paling gak di suka sama Hening. Lebih tepatnya karena dia bukan anak yang terampil jadi, pelajaran itu sangat membosankan untuknya.
Belum lagi suasana hatinya yang buruk karena Dipta, lengkap sialnya hari ini.
**
"Eh ... Susi, udah lama gak keliatan. Kemana aja?" Tanya tetangganya yang julid. Walau rumah mereka gak dekat tapi, masih satu dusun, nyebutnya tetangga kan ya?
"Sibuk kali, biasa ada tamu dirumah," jawab Susi sok ramah padahal eneknya bukan main.
Inilah yang buat dia malas gabung sama ibu-ibu tetangga, ada aja yanv usil walau cuma satu dua orang.
"Oh ... iya. Katanya cucu juraganmu tinggal dirumahmu, kok bisa gitu? Pasti anaknya bandel."
"Aku yang punya rumah aja gak seingin tau kamu lo ..., orang kaya mah bebas, mau tinggal dimana aja tinggal pergi. Kaya cucu juraganku, bosen di kota liburan di desa. Bukan kaya kita, kalo pergi jauh dari desa malah ingat sawah, kebun karet, cucian belum di jemur. Bebannya banyak kali, bukannya liburan malah cari susah sendiri."
Tersindir ibu tu ....
Ibu lain menimpali, "katanya, anaknya ganteng ya? Nanti acara panen raya dia hadir gantikan juragan atau juragan juga ikut hadir?"
"Itu yang gak tau, suamiku gak ada bilang apa-apa. Kita liat gimana nanti aja ya!" Susi memberikan senyum terbaiknya.
Saat ini dia ada di rumah juragan Bimo. Semua ibu-ibu yang ada di dusunnya sengaja dikumpulkan buat membahas pesta panen yang akan di selenggarakan minggu ini.
Acara tahunan ini selalu meriah, seluruh warga mempersiapkan acara sebaik mungkin. Gak bapak-bapak, ibu-ibu, remaja dan anak-anak, semua pasti terlibat.
Kali ini istri juragan Bimo yang jadi kepala regu, taun lalu bu RT.
"Maaf ya ... saya agak telat. Maklum, lagi ngurusin teman-temannya Dimas yang datang dari kota, mereka mau ikut memeriahkan acara kita jadi, saya kasi intruksi apa saja yang harus mereka lakukan."
Dan seperti biasa, pertemuan mereka di warnai canda tawa. Apalagi maknya Nur selalu godain Susi dan Laila, suasana makin tambah riweh.
"Takutnya Hening berpaling dari Dimas, serumah sama anak tampan, siapa yang gak tergoda," ucap maknya Nur.
Susi terbahak, "gak akan ... maunya kalian liat tiap hari kaya mana kalo mereka udah ketemu. Yang gak gubukku hancur."
"Masa sih? Wah ... cintanya Hening keanakmu luar biasa." Canda seorang ibu pada Laila.
Laila cuma tertawa kecil. Dia sama sekali gak marah atau gak nyaman, santai aja.
Bukan sekali dua kali pembahasan ini menjadi topik, kalo di hitung mungkin ribuan kali. Jadi, udah biasa.