webnovel

Imperfect family

Keadaan ibunda yang semakin hari semakin buruk membuat Jihan cukup tertekan. Ditambah kabar pernikahan sang ayah membuat Jihan hampir menyerah dengan keadaan. Kini kesembuhan ibunda nya lah satu-satunya harapan Jihan.

Dia_Aurel_Agnelisa · 现代言情
分數不夠
5 Chs

Tiga

Dion menurunkan kaca mobilnya. Di seberang sana, Jihan baru saja turun dari motor yang ditumpanginya. Dion tidak bergerak seinci pun dari tempatnya, dia hanya diam memperhatikan Jihan yang sudah bergerak memasuki gedung Rumah Sakit itu.

"Lo ngapain sih kesana?" Gumam Dion yang benar-benar penasaran.

Dia bingung, ada urusan apa Jihan di rumah sakit ini? jika pun gadis itu yang sakit, tidak terlihat sedikit pun tanda-tanda atau keanehan dari gadis itu. Jika Jihan tidak ingin memberitahunya, maka Dion akan mencari sendiri jawabannya. Pria itu melirik jam tangannya, dia menaikkan kembali kaca mobilnya dan langsung melaju kan mobilnya meninggalkan tempat itu.

Sedangkan, di Rumah Sakit. Jihan membuka pintu kamar ibunya dengan perlahan, karena biasanya di jam seperti ini ibunya masih tertidur. Dan tebakannya selalu benar, ibunya sedang tertidur pulas di kasurnya. Jihan berjalan perlahan mendekati ranjang ibunya, dia meletakkan tasnya di lantai dan duduk di kursi yang berada di sisi ranjang pasien. Dia melirik nampan makanan di atas nakas yang sepertinya masih utuh belum tersentuh sedikitpun, dia menghembuskan nafasnya lelah, entah kenapa akhir-akhir ini ibunya sangat sulit sekali di suruh makan.

Jihan meraih pisau dan satu buah apel, gadis itu mengupasi buah apel tersebut dan memotongnya kecil-kecil agar ibunya lebih muda untuk memakannya nanti, Jihan menyimpan potongan apel tersebut di piring kecil untuk ibunya nanti.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Kembalian nya, ambil aja buat bapak." Ucap Jihan sambil memberikan uangnya pada tukang ojek didepannya itu.

"Iya neng, makasih ya."

Jihan mengangguk. "Sama-sama pak."

Jihan membuka pagarnya dan melihat di pekarangan rumahnya, tidak ada mobil ayahnya yang berarti ayahnya akan pulang larut malam karena lembur, kebiasaannya tidak pernah berubah. Terkadang Jihan mengutuk sifat pekerja keras ayahnya itu yang membuat ayahnya jarang sekali meluangkan waktu untuk nya.

Tubuh Jihan Tsudah benar-benar lelah, kasur kamarnya adalah tujuan pertama Jihan saat ini. Mengingat kasur empuknya dan udara sejuk berkat AC yang terpasang di kamarnya membuat Jihan ingin cepat-cepat merebahkan tubuhnya. Dia mendorong pintu rumah nya, dan baru selangkah dia masuk langkah nya terhenti karena aroma masakan yang begitu menggiurkan menggelitik hidung Jihan, membuat cacing didalam perut Jihan memberontak ingin diberi asupan.

Tanpa sadar Jihan melupakan niat awalnya, dia memilih untuk menghampiri sumber aroma yang sedap itu. Harum masakan itu menuntun kaki Jihan ke dapur, masih dengan tas yang ia sandangkan dipundak kanannya, dia memperhatikan Aulia yang sibuk kesana-sini. Saat Aulia berbalik tatapannya langsung bertabrakan dengan tatapan Jihan. Senyum Aulia melebar melihat keberadaan Jihan, dengan cepat Aulia mencuci tangannya di wastafel dan menghampiri Jihan.

"Kamu udah pulang dari tadi?" Tanya Aulia yang mendapatkan anggukan dari Jihan sebagai jawaban.

Aulia tersenyum. "Mama udah masak makanan kesukaan kamu tuh." Ujar Aulia sambil menunjuk makanan nya yang hampir siap.

Jihan menatap Aulia bingung. "Tau darimana makanan kesukaan aku?" Tanya nya.

"Mama nanya sama papa kamu sayang." Jawab Aulia dengan suara lembutnya. "Sekarang mending kamu ke kamar, bersihin badan kamu dulu sanan. Nanti kalo makanannya udah siap mama panggil kamu." Suruh Aulia.

Jihan hanya mengangguk tanpa perlu repot-repot menjawab, gadis itu langsung melangkahkan kakinya ke kamarnya. Setelah sampai di kamarnya, Jihan melemparkan tasnya sembarangan dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur empuknya.

"Ahh, akhirnya." Ujar Jihan melenguh nikmat. Gadis itu memejamkan matanya yang sudah lelah itu, berharap agar segera terlelap.

Jihan bahkan masih mengenakan seragam sekolahnya itu, dia terlalu malas untuk beranjak dari kasur empuknya ini. Namun suara keroncongan dari perutnya sendiri membuat Jihan terbangun sambil memeluk perutnya.

"Anjir, gue belom makan dari siang tadi." Ucapnya pada diri sendiri. Jadi mau tak mau Jihan beranjak dari kasurnya meraih handuk dan masuk ke kamar mandi yang berada didalam kamarnya sendiri untuk membersihkan tubuh lengketnya.

Tepat setelah Jihan keluar dari kamar mandi terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya. "Makanan udah siap, turun." Bak sebuah perintah singkat, suara pria itu terdengar dingin.

Jihan yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk hanya menatap lurus pintu kamarnya tanpa berniat menjawab perkataan pria yang berada di balik pintu tersebut. Setelah menyimpan kembali handuknya Jihan langsung keluar kamar dan melangkah ke ruang makan.

Di meja makan sudah ada Aulia dan Dion namun keberadaan sang ayah belum juga terlihat, bahkan setelah punya istri baru ayahnya masih tidak bisa meluangkan sedikit waktunya untuk keluarga. Jihan menarik kursi yang berhadapan dengan Dion.

"Jihan mau mama ambilin juga gak nasinya?" Tanya Aulia sambil menyendokkan nasi serta lauk pauk ke atas piring untuk Dion.

Jihan menggeleng. "Jihan bisa sendiri." Ucapnya sambil meraih piring yang diberikan Aulia. Dia menatap lauk yang tersedia diatas meja. Aulia benar-benar memasakkan makanan kesukaannya ikan gurame asam manis dan juga sayur kamgkung tumis. Jihan mulai menyendokkan nasi beserta lauknya keatas piring.

"Nih." Ucap pria yang duduk didepan Jihan sambil menyodorkan segelas air putih.

Jihan mendongak sambil menatap Dion aneh, namun tetap meraih gelas tersebut. "Makasih."

Dion mengangguk, dan mulai menyuapkan nasi ke dalam mulutnya dan hal tersebut tak luput dari tatapan Jihan. Bukan sikap seperti ini yang Jihan harapkan. Setidaknya, Dion harus bersikap dingin ataupun marah padanya setelah Jihan menghinanya disekolah tadi. Hal ini bukan lah bagian dari rencana yang telah disusun Jihan.

Aulia menatap Jihan yang hanya diam termenung sambil mengaduk-aduk makanannya "Masakan mama gak enak ya?" Tanya Aulia dengan was-was.

Jihan sedikit berjingkat kaget, dia menggeleng cepat membuat Aulia bernafas lega. "Terus kenapa ngelamun sayang, ada masalah di sekolah?" Tanya Aulia perhatian.

Jihan tersenyum singkat. "Tadi tiba-tiba kepikiran tugas sekolah yang numpuk." Ujar Jihan sambil terkekeh pelan berusaha meyakinkan. Terdengar kekehan dari pria didepannya itu namun Jihan mengabaikannya.

Aulia mengangguk percaya. "Yaudah makan gih, ntar keburu dingin udah gak enak lagi pasti." Ujarnya membuat Jihan mengangguk.

Jihan mulai mencicipi masakan Aulia dan Jihan tidak bisa berbohong, masakan Aulia benar-benar lezat. Jihan makan dengan begitu lahap karena masakannya yang lezat ditambah Jihan yang sudah kelaparan sedari tadi. Tanpa sadar Aulia tersenyum senang melihat Jihan yang begitu lahap memakan masakannya, setidaknya usahanya tidak sia-sia.

Dion ikut tersenyum melihat senyum tulus ibunya, dia sedikit berterima kasih kepada Jihan karena gadis itu tidak mengeluarkan kata-kata pedas pada ibunya. Dion sedari tadi was-was memperhatikan gadis itu, ia takut gadis itu akan berkata kasar pada ibunya mengingat perkataan gadis itu padanya ketika disekolah, dan Dion tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Jika tidak mengingat perasaan ibunya, Dion tidak akan sudi berbaik hati pada gadis kasar di depannya ini.