webnovel

IMAGINAREAL - ZARREL

Suatu hari Zarrel bertemu dengan rohnya Verlyn, ia meminta tolong agar dicarikan barang bukti oleh si pelaku yang sudah membuat dirinya koma selama ini. Pelaku sudah diketahui, hanya barang bukti saja yang hilang. Zarrel pun mulai melewati harinya yang penuh menegangkan. Menghindari maut yang setiap kali mengincar dirinya. Ketika barang bukti berhasil ditemukan, ternyata itu belum selesai. Hal mengerikan kembali terjadi dihari berikutnya. Kejadian tidak terduga mulai bermunculan. Dan lagi-lagi mengincar nyawa mereka. Karena tidak ingin terus berada dalam bahaya, akhirnya Zarrel dibawa kembali orangtuanya ke Filipina agar tidak bertemu Verlyn lagi. Disana Zarrel merasa tidak bebas dan merasa tidak nyaman. Akhirnya selang beberapa bulan berlalu, ia pun kembali ke Indonesia bersama orang baru yang menjadi teman serumahnya. Karena mereka sama-sama memiliki kelebihan sensitif pada hal mistis, mereka pun melakukan petualangan bersama. Bagaiamana petualangan Zarrel kali ini? Misteri apa lagi yang akan ia hadapi? Akankah ia berhasil mengindari maut yang mungkin megincarnya lagi? Bacalah kisah selengkapnya.

Votavato · 青春言情
分數不夠
75 Chs

CHAPTER 22

Aku semakin takut kala mata Verlyn menatap tajam padaku. Aku tahu dia sangat marah sekarang. Bagaimana ini? Baru juga mulai akrab masa mau musuhan lagi?

"Ikut gue!" Belum sempat aku menjawab Verlyn sudah menarikku keluar dari kamar Azzar yang semakin rusuh sendiri. Telingaku ingin pecah rasanya kalau terlalu lama lagi berada di dalam sana.

"Kamu mau bawa aku ke mana, Ver?" tanyaku yang terus mengikutinya berjalan mengarah belakang ke gudang RSJ. Verlyn tidak menjawab melainkan terus menarikku. Banyak orang-orang gila memperhatikan kami dengan berbagai ekspresi dan gaya. Sebagian membuatku takut.

"Ver, lepas-sin... sak-kit!" erangku ketika melihat lenganku yang memerah karena ia terlalu erat menggenggam. Lagi, Verlyn tidak menghiraukanku. Terpaksa aku terus mengikutinya

Ternyata ia membawaku ke dalam gudang yang sama sekali tidak dikunci. Mau apa dia?

"Ma-mau apa kita di sini, Ver?" tanyaku sesaat ia sudah melepaskan tanganku lalu mengunci pintu dari dalam.

"Gue mau lo ngerasain apa yang pernah gue rasain!" ucap Verlyn seraya mengambil tongkat infus yang sudah berkarat tak terpakai.

"Ve-Verlyn. A-aku tu nggak salah apa-ap---"

"Lo salah! Lo salah karena lo adalah anak dari orang yang mau bunuh gue!"

"Tap-tap-tapi, kenapa harus aku yang kamu jadikan objek balas dendam kamu? Pula, mereka yang mutlak tersangka sudah mendapatkan balasannya dari Tuhan, Ver."

"Nggak! Itu belum cukup! Lo juga harus turut merasakannya!"

Dug! Prang!

Tanpa diduga sebelum Verlyn melayangkan tongkat itu, seekor tikus tanpa sengaja menyenggol botol yang berada di lemari tempel di atas belakang kepala Verlyn.

"Verlyn!!"

"Lo ngapain temenan sama anak yang nyokapnya mau bunuh lo!"

"Wajahmu mengalihkan duniaku."

"Aku juga sayang kamu Verlyn, kembalilah!"

"Lo ngapain temenan sama anak pembunuh!"

"Aku juga sayang kamu Verlyn."

'cup'

"Sayang kamu."

"Anak pembunuh!"

"Mengalihkan duniaku."

"Pembunuh!"

'cup'

"Verlyn!! Kamu nggak apa?!" tanyaku pada Verlyn yang kini terduduk di lantai sembari menutupi kedua telinganya. Untung saja botol kaca itu tidak melukai kepalanya. Namun, tentu saja itu pasti menyisakan nyeri tak terkira. Aku harus keluar dari sini dan mencari pertolongan.

"STOOOPP!! CUKUP!" Belum sempat aku keluar dari situ Verlyn akhirnya pingsan setelah berteriak.

___________________

Aku kini sudah berada di rumah sakit untuk yang kesekian kalinya. Bukan aku, tapi Verlyn. Hidupnya seperti tidak bisa jauh dari brankar dan infus. Dokter bilang ia tidak apa-apa, setelah ia bangun dan infusnya habis ia bisa boleh pulang.

Aku rindu kamu Verlyn. Aku rindu kamu yang suka muncul mengejutkanku. Aku rindu tatapan mata kamu yang teduh. Aku rindu kamu yang dulu Verlyn.

Wajahnya yang sedang tertidur itu membuatnya makin terlihat sangat cantik dan polos. Alis tebalnya dan bulu mata yang lentik, hidung mancung juga bibirnya yang tebal. Tak jemu-jemu aku mengagumi wajahnya. Entah dorongan dari mana wajahku perlahan semakin mendekati wajahnya, semakin dekat hingga jarak diantara kami menipis. Napas tenangnya tepat mengembus di wajahku. Dengan jarak sedekat ini membuat jantungku kembali berulah. Aku ingin mundur tapi,

Cup!

Tiba-tiba Verlyn menciumku. Aku terdiam refleks membelalakan mata. Tak ada pergerakan di sana, ia hanya menempelkan bibirnya padaku. Lama aku rasakan hingga akhirnya berubah menjadi lumatan. Bukan aku yang melumat, tapi Verlyn. Aku hanya membiarkannya, karena ini pertama kalinya aku merasakan ciuman yang sebenarnya.

Hingga saat aku dan dia membutuhkan pasokan oksigen, barulah ciuman kami terlepas dengan napas yang tersengal. Kulihat wajah Verlyn memerah. Ia menatapku dengan tatapan teduhnya yang dulu. Aku merindukan tatapan itu.

"Zarrel!" panggilnya masih tak lepas menatapku.

"I-iya, Ver?"

"Maaf dan terima kasih untuk semuanya," lanjutnya lagi yang membuatku bingung apa maksudnya.

"Maksud kamu?" tanyaku dengan memiringkan kepala heran.

"Aku sudah ingat semuanya, Rel!" Sungguhkah ia ingat semuanya?

"Se-serius kamu?" Aku masih tidak percaya.

"Iya, sekarang kamu lihat ke jendela!" tunjuknya pada luar jendela yang memperlihatkan kunang-kunang yang beterbangan tidak sebanyak yang ada di danau biru. Namun, keindahannya tidak jauh berbeda.

Kunang-kunang itu yang mengingatkanku padamu Zarrel. Mau, kah, kamu mengajakku ke sana?" Tanpa pikir panjang aku segera memapah Verlyn untuk berjalan ke luar menuju teras.

Sesampainya di teras, sontak semua kunang-kunang itu seolah seperti diperintahkan untuk berputar-putar mengelilingi tubuh kami. Ini sungguh menakjubkan. Hampir saja Verlyn yang mencoba merentangkan kedua tangannya menjatuhkan tiang infusnya kalau tidak segera aku alihkan.

"Verlyn, ayo kita buat permintaan lagi!" seruku yang saat ini juga ikut merentangkan tangan.

"Iya, ayo! Tapi, kali ini permintaannya disebut dan harus pakai suara dan berbarengan, ya?"

"Oke!" Aku segera menangkap satu kunang-kunang yang paling terang sehingga cahayanya kelap-kelip di celah jariku.

Verlyn segera ikut menggenggam tanganku yang berisi makhluk indah itu. Cahayanya masih terlihat kelap-kelip karena kami tidak menggenggamnya erat.

"Aku ingin dia!" ucapku dan Verlyn secara bersamaan.

Merasa mengucapkan kalimat yang sama, aku segera membuka mataku dan melihat Verlyn yang sudah lebih dulu membuka matanya. Tampak ia tersenyum sangat manis yang membuatku ikut tersenyum tak kalah manis padanya.

"Would you be--"

"Kak Verlyn!"

Belum sempat Verlyn mengucapkan apa yang ingin ia katakan, tiba-tiba Riyal datang sambil berlari dari jauh.

"Hey, Riyal! Kamu dengan siapa ke sini, Sayang?" seru Verlyn dengan merentangkan tangan yang langsung memeluk Riyal.

"Riyal sama papa, Kak!" ucapnya sambil menunjuk pria baruh baya yang dulu sempat menemuiku.

"Zarrel, bisa kita bicara sebentar?" ucap beliau yang kini sudah ada di depanku.

"Bisa, Om!"

"Verlyn, kamu bisa langsung ke mobil sekarang, Nak. Nanti papa nyusul setelah bicara sama Zarrel. Jangan lupa infusnya dilepas dulu," perintah om Dirga yang langsung diiyakan oleh Verlyn. Huft... tadi Verlyn mau ngomong apa, ya?

____

Kini aku dan papa Verlyn sedang duduk di lobby. Aku penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan sama om Dirga.

"Langsung saja, saya pinta kamu jangan pernah temui anak saya lagi!"

"Tap-tapi kenapa, Om?"

"Mama kamu itu hampir membunuh anak saya! Kamu tahu, kan, kalau buah itu tidak akan jauh jatuh dari pohonnya!"

"Tapi saya nggak---"

"Kalau kamu tidak menuruti apa mau saya, saya pastikan tuntutan ibu kamu menjadi hukuman mati!!"

...