webnovel

HUNTER: Rebirth of The Darkness Monarch

Altair Noah Ortiz. Dia tidak akan menyangka hidupnya akan serumit ini. Menjadi orang yang lemah bukanlah keinginannya. Dia harus menahan rasa pedih sebagai aib keluarganya. Bahkan ketika terjadi [Kebangkitan] dia sama sekali tidak mengalaminya. Akan tetapi ketika dunia berubah menjadi medan perang, semua berubah. [System] seolah mempermainkannya dan memberikannya [Elemen] yang tidak ada dimiliki oleh [Player] lain. [Kebangkitan] nya dia usahakan untuk disimpannya, namun setelah pertarungan dengan [False Kelas B], rencananya kandas. [Kebangkitan] nya menjadi bahan perbincangan negaranya bahkan sampai ke luar negeri. Namun itu bukan sebagai keberkatannya, melainkan permulaan dari sesuatu yang lebih berbahaya dari ini. Altair Noah Ortiz. Pria dingin yang maniak membunuh harus melindungi bumi dari [False] yang menggila dan bencana yang lebih besar dari itu. "Siapa?" Kota Banssang sebagai medan perang Para Hunter dengan [False]. Kemunculan [Tower] dan [Portal] mengacaukan semuanya yang ada di sana. "Altair Noah Ortiz. [Monarch] dari semua [Kegelapan] akan mencabut nyawamu."

Chyruszair · 奇幻
分數不夠
272 Chs

[Bangun dari Penalty]

Tirai jendela berkibas dengan lembut. Cahaya masuk menyeruak ke dalam ruangan beraroma karbol melalui jendela yang terbuka dengan lebar. Angin mengisi ruangan serba putih dengan lembut.

Sret.

Sebelum ketenangan ruangan itu dikuasai oleh suara berisik, cahaya biru muncul dalam sekejap dan memindahkan seseorang yang tadinya terjebak dalam [Penalty]. Napas pria bersurai hitam itu menderu, detak jantungnya terdengar oleh telinganya, bajunya kumuh penuh dengan tanah.

Noah yang merasakan denyut pada punggungnya itu menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur. Meski tidak seempuk di rumahnya, setidaknya dia bisa beristirahat. Tapi, belum juga dia menutup kedua matanya untuk tidur, suara wanita yang tidak asing baginya terdengar dari luar sana.

"Lalu, untuk apa kalian di sini!? Kenapa kalian tidak menjaganya dengan baik!"

'Ibu?'

Noah kembali menegakkan tubuhnya, tapi denyut dipunggungnya semakin menjadi. Dia meringis dengan perbuatannya tadi, tapi lebih merutuki pada [System] yang membuatnya harus terjatuh di jurang dan tulang punggungnya bisa saja kembali patah.

'Sepertinya tulang punggungku retak lagi,' pikirnya. Dia mencoba mengusap punggungnya, tapi tidak bisa karena tangannya justru juga ikut merasakan sakit.

'Apa lebih baik aku gunakan benda itu?'

BRAK!

Noah yang tadinya penuh dengan pikirannya terkejut mendengar pintu didobrak dengan keras. Matanya spontan melihat ke arah pintu rumah sakit.

Tampak dari sana, seorang wanita paruh baya yang duduk di atas kursi roda. Ya. Dialah oramg yang mendorong pintu dengan keras. Yang hampir membuat jantung Noah copot.

"Ibu?" tanya Noah, seolah terkejut dengan perbuatan ibunya.

Sang Ibu yang tadinya berwajah merah karena tersulut emosi langsung reda begitu saja setelah melihat anaknya yang sedang duduk di atas ranjang rumah sakit. Raut wajahnya yang menakutkan itu dengan cepat berubah menjadi kekhawatiran.

"Noah!" teriaknya penuh haru.

Dengan cepat Ibu Noah menggerakkan kursi rodanya dan dengan spontan dia memeluk anak keduanya itu.

'Wow, kekuatan seorang ibu,' pikir Noah. Dia kagum karena lehernya tercekik begitu dipeluk ibunya sendiri.

Ibu memberi isyarat kepada Riley yang sedari tadi mendorong kursi roda itu untuk lebih mendekati Noah.

Amarahnya redam begitu saja kepada perawat yang sudah menunduk ketakutan dengan kemurkaan ibu yang penuh perjuangan tersebut. Bagaimana tidak, dia seorang istri dari pemilik perusahaan terhebat di 5 negara terbaik.

"Ya ampun, kak! Apa yang terjadi padamu!" teriak Riley, histeris.

Jangankan Riley, ibu yang telah melahirkan Noah lebih terkejut melihatnya.

Begitu dia melihat kondisi anaknya yang masih pucat, dengan pakaiannya yang lusuh, rambut acak-acakkan, emosinya kembali tersulut. Seperti medusa yang bisa membuat orang menjadi batu, dia membentak perawat yang masih berdiri di belakang.

"Sedang apa kalian! Cepat periksa anakku ini!" bentaknya.

"Ba- baik!" jawab dua perawat perempuan, tergagap.

Dengan sigap mereka berlari menuju Noah dan mencoba menggantikan perban yang ada pada perutnya. Meski mereka terkejut dengan penampilan Noah yang lusuh, mereka menepis pikiran itu dan memfokuskan diri kepada pergantian perban Noah dengan hati-hati.

Noah hanya menatap kejadian yang berisik di depan matanya. Dia tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun begitu melihat ibunya pertama kali mengamuk seperti ini kepada orang lain.

[][][][][]

"Seharusnya aku tidak membiarkanmu pergi kuliah hari ini."

Aura suram kini dirasakan oleh dua orang yang berada di dalam ruang rawat inap ini. Aura dari Sang Ibu terasa sangat kental mencekamnya dan itu membuat mereka tidak dapat berkata apa-apa. Mulut mereka seperti terjahit dan bulu kuduk mereka berdiri.

"I-"

"Tidak! Harusnya aku melarangmu untuk pergi! Lihat! Tubuhmu jadi rusak!"

Sang ibu menunjuk wajah Noah yang penuh dengan goresan. Goresan itu sebenarnya berasal dari saat dia terjatuh dari jurang, tapi sang ibu mengira bahwa goresan tersebut berasal dari ulah golem.

Seperti ada anak ayam melintasi kepalanya, Noah hanya bisa menjawabnya dalam hati,

'Aku bukan anak perempuan ....'

Pria bermanik midnight express itu seperti ingin menangis. Harga dirinya seperti dirobek oleh ibunya sendiri.

'Ibu. Kau lupa aku anak laki-laki,' pikir Noah yang wajahnya sudah memerah. Dia menutup mukanya dengan sebelah tangannya, lalu menatap diam-diam gadis berambut gelombang yang berwarna salmon.

'Parahnya, di sini ada Riley.'

Gadis yang ditatap itu tersadar. Dia menatap balik Noah yang ternyata menatapnya dengan jengkel. Tanpa dosa dia terkekeh dan menggaruk kepalanya yang gatal.

Riley mendekati ibu dan berbisik,

"Ibu, aku akan mengurus biaya perawatan Kak Noah, jadi aku pamit untuk ke luar."

Ibu terkejut, lalu dia dengan segera menganggukkan kepalanya begitu Riley berpamitan untuk ke luar dari ruangan yang penuh dengan aroma karbol.

"O- oh! Silahkan. Pakai kartu ini!" Dia merogoh dompet yang sedari tadi dipangkunya dan mengeluarkan kartu berwarna hitam. Noah yang langsung mengetahui kartu tersebut menyimpulkan bahwa dia berada di ruangan VIP.

'Ibu selalu berlebihan,' pikir Noah, menatap datar dua wanita yang sedang bercengkrama.

Merasa tidak ada hal yang menarik dari percakapan itu, Noah memilih untuk menoleh ke jendela yang sedang terbuka berada di sampingnya. Angin berembus menerpa wajah tampannya yang selalu menampakkan kesan dinginnya. Matanya menerawang jauh ke sana, seolah menatap langit yang tengah mendung.

Riley sudah pergi ke luar. Dia dapat mendengar suara pintu ditutup dengan rapat dan itu artinya Noah akan berhadapan dengan amukan ibu yang telah melahirkannya ke dunia ini.

Dengan cepat dia menoleh ibu dan tepat dia melihat wajahnya, air mata itu menetes membasahi pipi wanita tersebut. Ibu kembali menangis melihat kondisi anaknya yang selalu dilanda musibah.

"I- ibu?" Noah merasa panik begitu ibunya menangis terisak.

"Ma- maafkan ibu. Harusnya ibu menyewa bodyguard untukmu. Tapi, karena ayah sedang dalam kondisi tidak baik dan kakakmu kuliah di luar negeri, ibu tidak bisa berbuat apa-apa. Maafkan ibu, Noah!"

Berulang kali ibu menyeka air matanya yang tak kunjung berhenti. Terisak tangis disela dia berbicara. Wajahnya yang samar keriput itu mulai terlihat jelas dan membuat Noah merasa khawatir dan sedih.

"Ibu ...." Dia menjangkau lengan ibunya yang dari tadi menyeka air mata.

"Aku baik-baik saja. Aku ini anak laki-laki, tidak perlu menyewa bodyguard. Lagi pula, aku bisa menggunakan ilmu bela diriku sewaktu kecil," jelasnya menenangkan perasaan ibunya yang remuk melihat dirinya dirawat di rumah sakit.

'Yah, meskipun bela diri itu tidak ada gunanya dengan kekuatanku,' pikir Noah. Ya. Tubuhnya memang terlahir sebagai yang terlemah dari para pria. Dan Noah mengakui itu.

"Benar, kau anak laki-laki. Tidak seharusnya ibu memanjakan kamu seperti anak perempuan. Maafkan ibu." Ibu menganggukkan kepalanya dan kembali menyeka kasar air matanya. Tersenyum kepada anaknya yang sedang menatap dirinya.

'Anakku rupanya tumbuh menjadi pria dewasa,' pikir ibu, tersenyum kecut. Dia harus merelakan pertumbuhan anaknya dan menatap wajah Noah yang hampir mirip dengan ayahnya.

Keadaan perlahan membaik dan Noah yang penasaran dengan hardikan sang ibu terhadap dua pelayan itu kembali mengeluarkan suaranya,

"Oh itu-"

"Ibu ingin bertanya padamu."