webnovel

Fate

Caroline Isabel Hariandy, Carol, putri Grup HY yang menghilang setelah kecelakaan. Carol tahu hidupnya dalam bahaya karena ia akan dinobatkan menjadi pewaris Grup HY milik keluarganya. Troy. Tak seperti namanya, ia dikenal sebagai pria yang ramah dan suka membantu. Semua orang yang mengenal Troy menyukainya. Troy adalah pria yang baik, yang sayangnya, terjebak bersama wanita penuh masalah bernama Carol. Dunia Carol dan Troy bertabrakan ketika mereka bertemu. Demi bertahan hidup, Carol harus tinggal bersama orang asing yang terlalu baik. Troy yang baik hati tak sampai hati meninggalkan sang tuan putri yang tersesat ketakutan. Namun, siapa sangka, bersama Carol, datang masalah demi masalah dalam hidup Troy. Melibatkan orang-orang yang tak seharusnya muncul lagi di hidupnya. Mulai dari Cecil yang mengaku ayahnya dibunuh oleh Troy, hingga Eric dan Yuta yang seharusnya tak lagi muncul di depannya.

Ally_Jane · 都市
分數不夠
295 Chs

6 – Gadis yang Kehilangan Tujuan 

"Kau mau ikut?" Troy tak bisa menyembunyikan keterkejutan ketika mendengar keinginan Rose untuk ikut dengannya ketika ia akan pergi mengantar makanan ke kampung sebelah.

Rose mengangguk. "Kalau kau pergi, aku di sini sendiri. Tak ada yang kukenal di sini selain dokter yang merawatku itu. Tapi, aku kan tidak begitu mengenalnya."

Troy mempertimbangkan sejenak. Toh, ia akan pergi dengan naik mobil James. Jadi, ia pun mengangguk. "Sekalian aku mengantarmu pulang saja setelah aku selesai mengirim makanan."

Rose mengangguk dan langsung berdiri. "Kita berangkat sekarang?" tanyanya bersemangat.

"Oke, ayo berangkat," ajaknya.

Troy pergi ke meja kasir untuk mengambil dua kantong plastik besar berisi kotak makanan di sana, di belakangnya, Carol mengikuti. Gadis itu tiba-tiba mengulurkan tangan pada Troy.

"Apa?" tanya Troy bingung.

"Biar kubantu," gadis itu menawarkan.

Troy menggeleng. "Biar aku saja. Berat."

Gadis itu menyipitkan mata. "Kau takut aku akan menjatuhkannya, kan?"

Troy tersenyum geli. "Aku takut kau kelelahan dan malah jatuh lagi. Ayo pergi." Troy berjalan melewati gadis itu dan keluar restoran lebih dulu. Sama seperti tadi, Rose mengikutinya dengan patuh.

Setelah memasukkan makanan di bagasi mobil, Troy membuka pintu penumpang untuk Rose. Lalu, dengan diiringi tanya demi tanya penasran Rose, Troy melajukan mobilnya meninggalkan restoran.

"Ke mana kita akan mengantar? Jauh? Apa orang yang akan kita kirim makanan ini sebatang kara? Keluarganya?"

Setiap lima menit, gadis itu akan bertanya, "Kita sudah sampai? Apa masih jauh?"

Sementara Troy menyetir, gadis itu terus bertanya seperti itu, bagai suara radio yang biasanya dinyalakan Troy. Untungnya dalam dua puluh menit, itu berakhir bersamaan dengan tibanya mobil Troy di rumah tujuan pertamanya.

Ketika Troy turun, Rose juga ikut turun. Namun, gadis itu mematung di samping mobil ketika melihat ke teras rumah itu. Seorang nenek tua dengan rambut gelungan yang sudah memutih duduk di bangku kayu reot dengan tatapan lurus ke depan. Sementara kakinya yang telanjang tampak lecet dan kotor.

Troy menghampiri nenek itu dan berlutut di depannya. "Nek," panggil Troy. "Aku datang."

Seketika, nenek itu tersenyum. Tangannya bergerak dan meraba wajah Troy. "Nenek sudah menunggu dari tadi."

"Kenapa tidak menunggu di dalam?" tegur Troy. "Ayo masuk, Nek. Aku sudah membawakan makanan untuk Nenek."

Nenek itu tersenyum dan berdiri, lalu dengan dipapah Troy, mereka masuk ke rumah berdinding anyaman kayu itu. Troy sempat menoleh ke arah Rose yang masih mematung di samping mobil.

***

"Nenek itu tidak bisa melihat. Sampai tiga tahun lalu, ada cucunya yang selalu pulang tiap akhir pekan. Tapi, cucunya meninggal karena kecelakaan kerja. Nenek itu kehilangan semangat hidup. Makanya, aku datang ke sini setiap hari dan berpura-pura menjadi cucunya," urai Troy dalam perjalanan mereka ke rumah berikutnya.

"Jadi, kau membohongi nenek itu?" dengus Carol.

Troy menggeleng. "Nenek itu pasti sudah tahu kalau aku berbohong. Meski dia tahu aku bukan cucunya, tapi dia selalu menungguku di depan rumahnya setiap hari. Dan itu jadi semangat hidupnya sekarang."

Carol tercenung. "Jadi … kau di sini semacam pemberi harapan hidup pada orang-orang tua itu?"

Troy tampak berpikir sejenak. "Benar juga. Sepertinya memang begitu." Pria itu tersenyum bangga.

Carol mendengus melihatnya. "Kau benar-benar orang baik," ucapnya.

"Bagaimana denganmu?" tanya pria itu.

Carol mengernyit. "Kurasa aku bukan orang baik."

Troy menoleh padanya, agak terkejut. "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Kau ingat sesuatu?"

Carol tersenyum getir. "Tak ada anggota keluarga yang mencariku." Meski, itu adalah hal bagus bagi Carol. Namun, bagi keluarga normal, tentu itu adalah hal yang menyedihkan.

"Jangan terlalu sedih. Mungkin, mereka juga sedang berusaha menemukanmu," jawab Troy. "Saat ini, kau bisa fokus memulihkan kesehatanmu dan mengembalikan ingatanmu. Begitu kau bisa mengingat semuanya, kau bisa kembali ke rumahmu."

Kembali ke rumah? Lalu, mati di tangan keluarganya sendiri? Detik ketika Carol memutuskan untuk pulang ke rumah, itu adalah detik di mana ia memutuskan untuk mati.

"Tapi, kau bisa pelan-pelan melakukannya. Tidak perlu memaksakan dirimu," ucap Troy.

Carol hanya mengangguk. Ketika mereka tiba di rumah berikutnya, bahkan sebelum mobil berhenti, sepasang kakek dan nenek menghambur keluar dari rumah. Troy menghentikan mobil dan tanpa mematikan mesinnya, dia langsung turun dari mobil. Troy menyapa kakek-nenek itu dengan pelukan hangat.

Ketika Carol turun, perhatian pasangan tua itu tertuju padanya. Mereka menatap Troy dengan penuh tanya.

"Dia temanku, Rose," Troy memperkenalkan Carol pada pasangan tua itu.

"Tunanganmu?" tanya si Kakek.

"Kalian tampak serasi," ucap si Nenek.

Troy tertawa. "Teman, Kek, teman," dia mengoreksi.

"Iya, tunangan. Kakek mendengarnya. Pendengaran Kakek masih bagus. Karena itu, Kakek bisa langsung tahu kalau kau datang dari suara mobilmu," cerocos si Kakek.

Troy mendengus geli. "Iya, iya, aku tahu. Sekarang, ayo masuk dan makan dulu," ajaknya sembari menggandeng pasangan tua itu kembali ke rumah.

Tak lama, Troy kembali untuk mengambil makanan di bagasi mobil. Carol menghampirinya untuk membantu membawa makanannya.

"Maaf, pasangan ini pendengarannya sudah tidak begitu bagus," ucap Troy.

Carol lagi-lagi hanya mengangguk. Pernyataan Troy itu terbukti ketika ia ikut masuk ke rumah dan mendengar percakapan pasangan tua itu.

"Roy dan tunangannya tampak cocok. Kuharap mereka segera menikah dan punya bayi," ucap si Nenek.

"Iya, tapi kenapa nama kekasihnya itu aneh? Bos? Kenapa namanya bos?" tanya si Kakek, lalu pasangan tua itu tertawa.

"Sejujurnya, aku lebih suka nama itu. Bos. Kau mau memanggilku seperti itu?" iseng Carol bertanya.

Troy mendengus geli. "Baik, Bos."

Mereka mengantarkan makanan untuk pasangan tua itu. Troy bahkan menatanya di meja makan sebelum pergi. Setelah dari rumah itu, mereka mampir ke beberapa rumah lagi sebelum akhirnya pergi ke arah rumah Troy.

"Karena jalanan di sini hanya lurus begini, aku tidak akan kesulitan jika ingin pergi ke restoran dari rumah," ucap Carol.

"Jangan pergi sendiri ke restoran. Bagaimana jika nanti kau pingsan di jalan?" ungkit Troy.

"Aku hanya mengalami kecelakaan dan hilang ingatan, bukan berarti aku akan pingsan sembarangan," gerutu Carol.

Troy tersenyum kecil. "Jika malam, jalannya gelap. Lampu jalan hanya sedikit. Jangan berjalan sendiri kalau malam."

"Apa kau mengkhawatirkanku?" ledek Carol.

Troy menghela napas. "Terserah kau saja. Jika kau tidak takut hantu atau semacamnya …"

"Jangan menakut-nakutiku," dengus Carol sembari menatap keluar jendela mobil.

"Aku tidak …" Kalimat Troy terhenti, membuat Carol menoleh, tapi sebuah benda yang meluncur jatuh ke bawah kakinya membuatnya menunduk.

"Ponselku. Tolong ambilkan ponselku," pinta Troy.

"Nanti saja, kalau sudah sampai," tolak Carol.

"Sekarang. Aku harus menelepon James. Ada hal penting," desak Troy.

Sebelum Carol sempat menolak lagi, pria itu tiba-tiba menundukkan kepala Carol, membuat Carol berteriak protes,

"Apa yang kau lakukan?!"

"Cepat, ambilkan ponselku," perintah Troy.

Carol mendesis kesal, tapi akhirnya ia membungkuk dan mengambil ponsel Troy. Namun, tiba-tiba mobil terguncang cukup keras, membuat kepala Carol terantuk dashboard.

"Ouch! Kau sengaja, kan?!" protes Carol sembari mengusap kepalanya. "Kau pikir, jika kepalaku terbentur, ingatanku akan kembali?"

Troy berdehem. "Maaf. Aku pernah melihatnya di sinetron."

Carol semakin kesal mendengarnya. Namun, ketika ia hendak menegakkan tubuh, Troy menahan kepalanya dan mengusap lembut kepalanya yang terbentur tadi. Selama beberapa saat, Carol sampai tak bergerak saking terkejutnya.

Hingga mobil Troy kembali berguncang dan membuat keningnya menghantam dashboard. Kali ini, tanpa menahan diri, Carol memukul tangan Troy dengan kesal.

"Berhenti menonton sinetron! Benturan tidak akan membuat ingatanku kembali!" teriak Carol marah.

Carol pikir, tidak masuk akal seseorang bisa sebaik Troy. Namun, melihat kebodohan pria itu, barulah kebaikannya tampak masuk akal. Di dunia ini, tidak ada manusia yang sempurna. Troy salah satunya.

***