Waktu terus berjalan tak terasa sudah hampir 3 tahun Hasann sibuk dengan aktifitas kesehariannya mengajar di Sekolah Berdikari itu. Rutinitas sudah dijalankan dengan baik selama itu, tapi mulai ia merasakan engga ada lagi tantangan didepan yang harus dihadapinya .
Motivasinya mulai menurun.
Aktifitas terakhirnya ini, cuma mengajar dan pulang beristirahat untuk kemudian besoknya mengajar kembali. Karena rutinitas itu , ia mulai merasakan ada kekosongan , ada lubang besar di hidupnya.
Anak-anak didiknya sudah besar seperti Fajar yang sudah klas 9 , sama dengan Icha, sedangkan Dewi dan Iyan sudah masuk klas 7.
Terakhir ini tinggal Dewi dan Iyan berdua yang masih sekali-sekali ia kunjungi. Hasann mulai memikirkan lagi hidupnya kedepan, apa lagi yang akan dicapainya setelah ia menjadi guru tetap disana... . Dari segi pekerjaan lumayanlah, ia cukup terpandang tapi dari segi keuangan masih saja dirasa kurang .
Ingin rasanya ia mempunyai penghasilan yang lebih besar untuk menunjang hidupnya kelak.
Suatu hari, Hasann ngomong ke bapaknya dengan sedikit mengeluh, matanya agak sayu.
"Rasanya aku sudah mulai bosan ngajar Pa."
"Loh kok bisa sih San ? bukannya jadi guru itu cita-cita kamu dulu ?" pa Rahmat seakan mengingatkan, "jangan dong...kalo kamu bosan, mau kerja apalagi Nak?"
"Iya juga sih tapi benar-benar suntuk nih, katanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya . Rasanya pingin punya usaha sendiri Pak. Tapi usaha apa ya ?"
"Apa dong ? "bapaknya malah balik nanya, engga punya ide, karena ia tahu kondisinya engga punya modal yang besar untuk buka usaha sendiri.
"Kalo cuma ngajar, kayaknya engga cukup Pa. Saya kan harus kawin nanti dan punya keluarga."
Bapaknya cuma bisa mendengarkan saja, seakan memaklumi gairah muda anaknya.
Bertepatan dengan kenaikan kelas ,Hasann mendapatkan libur mengajar selama hampir 1 bulan, dan ia merencanakan untuk berlibur ke Jakarta dan menginap di rumah Ryandi abangnya nomor 2. Ia pun mengirimkan pesan lewat telpon genggamnya.
Hasann : "Aku libur ngajar 1 bulan , nanti aku nginap dirumah ya bang ?"
Ryandi, abang : "Iyaa datang aja kemari San, kita bisa jalan-jalan nanti. Abang juga suka kesepian disini."
Hasann : "Okkee aku naik bis hari Sabtu ini, sampai ketemu ya bang."
Ryandi , abang : "Okee sip , hati-hati ya."
Oooh senangnya hati Hasann hendak berlibur ke Jakarta. Mukanya menjadi cerah kembali, ia pun mulai menyiapkan pakaiannya dan lain-lainnya , pakaian kemeja yang ia biasa kenakan sewaktu mengajar pun dia tinggalkan dalam lemari.
"Bagaimana San...sudah kamu hubungi Ryandi ?" tanya bapaknya.
"Sudah Pa. Iya katanya !"
Sambil mengumpulkan kaos t-shirt dan celananya ,ia bernyanyi lagi lagu kesukaannya ketika moodnya sedang ekstra baik.
"Maju tak gentar...membela yang benar, maju tak gentar, hak kita diserang ,maju tak gentar mengusir penyerang, maju serentak ...pasti kita menang...!!
Bapaknya Hasann mendengarkan sambil duduk –duduk diruang tamu, menikmati kopi dan suasana pagi dirumahnya sambil memandang kearah luar rumahnya yang mempunyai halaman rumput. Sesekali ia suka berjemur matahari pagi disana .
Hm...layaknya gaya hidup orang kaya saja, kadang ia berfikir begitu.
Hatinya cukup puas dengan pencapaiannya yaitu memiliki rumah yang cukup luas untuk keluarganya. Ia tetap banyak berharap akan keberhasilan Hasann kedepannya, makanya ia sebenarnya cukup mendukung apapun rencananya.
"Bapa sih mendukung apapun rencana kamu Naak buat kemajuan kamu, asal tetap ada di jalan yang benar yaa ?" kembali mengingatkan anak lelaki bungsunya ini.
"Iya Pa...Bapa bagaimana sekarang ? lebih sehat kan ?" tanyanya menaruh perhatian.
"Baik Nak, sehat."
"Coba latihan yoga Pa, bagus buat Bapa" sarannya.
Hasann yang hidupnya cukup disiplin dan teratur sebenarnya cocok dengan pekerjaan sebagai guru, hanya saja tuntutan hidup seakan mendorong dia untuk memutar otaknya lebih lagi.
Mungkin dengan berlibur di Jakarta pikiranku bisa terbuka atau setidaknya untuk sekedar penyegaran laah, dalam hatinya.
Di hari Sabtu pagi ,
"Buu...Hasann berangkat ke Jakarta yaa ?" ia mendekati ibunya yang sedang sibuk didapur dengan tas ranselnya sudah dia gendong dipunggungnya .
"Paak aku berangkat yaa ?"
Pak Rahmat keluar kamar dan melihat anaknya sudah didepan pintu berangkulan dengan ibunya.
"Iyaa Naak ...hati-hati dijalan yaa...salam buat abangmu dan keluarganya disana"
Hasann pun menyalami dan mencium tangan kedua orang tuanya.
"Hati-hati yaa Nak!" kata ibu dan bapaknya sambil menepuk bahunya.
Ia melangkah keluar rumah. Senang hatinya bisa lepas tanpa beban berjalan kaki keluar rumahnya menapaki jalan aspal menuju jalan raya didepan sana.
Setiba di terminal Kampung Rambutan , Jakarta, ia pun nyambung transportasi dengan bis mikrolet menuju Cipete, Kebayoran Baru tempat abangnya .
Cukup jauh dan melelahkan sebenarnya perjalanannya, udara panas langsung terasa begitu menginjakan kaki di Jakarta, tapi karena semangat dan tanpa beban ia pun melangkah terus ...dan sampai juga di depan rumah Ryandi, abangnya.
"Permisiii...katanya sambil menggeser sedikit lebih terbuka pintu depan rumahnya.
"Yaaa , siapa yaaa ? " ...suara seorang perempuan bertanya dari dalam rumah.
"Eeh kamu San...ayo masuk kata Ratih, istri abangnya , jam berapa dari sana ?"
"Tadi dari rumah jam 07 Mba" jawabnya sambil menurunkan tas ranselnya dia melihat sekeliling ruang tamu."
"Bapa sama ibu baik-baik kan ya San...?"
"Baik aja Mba , trimakasih"ucapnya sambil menurunkan tas ranselnya.
"Halooo San, Ryandi abangnya mendekat dari dalam , apa kabarnya nih, sarjana lu yaa sekarang?" sapanya sambil menatap tajam. Bangga juga dia punya adik yang berhasil sekolahnya.
"Makan dulu yaa San, kamu mungkin udah lapar...udah jam 12 nih" ajaknya.
Hasann pun bertemu dengan keponakan kecilnya yang diberi nama Rendy , mereka saling menyapa.
"Haloo Rendy...katanya sambil mengelus kepala anak balita itu dengan senyuman, udah sekolah dek ?" tanyanya.
"Baru masuk klas 1 San" jawab Ratih.
Ratih berkata pada Rendy kecil, "Salim sama pak Hasann nak, dia pak guru lho" katanya sambil senyum menoleh ke Hasann , manggut-manggut sepertinya juga bilang dia hebat.
Ratih tetap menatap Hasann "Kalo gitu saya harus panggil pak Hasann dong yaa San hehehe ?"candanya.
Merekapun makan siang bersama di meja makan yang kecil itu, menghadap tembok.
"Nanti malam kita jalan-jalan ke Monas San..." kata abangnya.
"Waah mantap ..." kata Hasann tersenyum mengiyakan sambil melihat sebuah motor Vespa warna coklat diteras rumahnya itu. Rumah kontrakan abangnya kecil tapi 2 lantai.
Malamnya, mereka berboncengan menuju Monas. Hasann menikmati pemandangan malam Jakarta sepanjang jalan Thamrin-Sudirman...banyak gedung perkantoran , lampu-lampu malam yang temaram sepanjang jalan dan mobil-mobil mewah. Suasana Malam minggu Jakarta, ramai seakan-akan semua orang yang dijalan sedang merayakannya.
Setibanya di depan sebuah gedung dekat kawasan Monas,"Yuuk kita masuk, lihat yang main bowling," ajak abangnya. Hasann pun berjalan bersama masuk gedung itu, mereka duduk di kursi dengan meja kaca bundar didepannya.
Ia pun duduk diatas kursi besi dan matanya mulai kesana-kemari melihat suasana di tempat permainan bowling itu...tampak berderet jalur-jalur lintasan bowling dan pin-pin berwarna putih didepannya, yang bertumbangan ditabrak bola yang digelindingkan para pemain, dan secara otomatis tersusun rapi kembali.
Dia juga melihat ada layar monitor diatas yang memperlihatkan skor para pemain yang sedang berlaga. Pemain bergiliran mengambil bola dengan memasukan jari-jarinya kelubang ,mengelusnya dan menggelindingkannya menerjang pin didepannya.
Terdengar suara ...brakk !! saat bola itu menyentuh kumpulan pin didepan.
Waaah asyiik nih , dalam hati Hasann.
Hasann memperhatikan mereka dengan seksama, baru kali ini dia melihat permainan bowling.
"Lu suka bir engga San ?" tanya abangnya.
"Haaah , bir ? katanya sambil mengeritkan kedua alisnya , belum pernah aku minum bir bang...hahaha , emang ada gitu disini?"
Ryandi pergi ke cafee yang ada di dekatnya , dan kembali dengan 2 kaleng bir ditangannya.
"Nih " katanya sambil menyodorkan satu kaleng bir dingin .
"Haaah ...gilaaa luu...melotot mata Hasann , baru kali ini aku minum bir, kalo mabok bagaimana ?" tanyanya sambil ketawa-tawa.
"Engga laaah , sekaleng mah engga akan mabok , kecuali satu kerat!" kata abangnya sambil terkekeh-kekeh membuka seal penutupnya.
Hasann merasa aman dan percaya dengan Ryandi , kakaknya.
"Pahit tapi enak segarrr !" kata Hasann tertawa-tawa saat pertama kali meneguk minuman itu. Diapun menghabiskan isi dalam botol itu.
"Abang bisa main bowling bang?"
"Pernah sih main,tapi ya begitu , katanya maksudnya engga jago-jago amat. Kapan-kapan kita main yaa?" ajaknya.
"Hm...waah asyiik tuh" Hasann menganggukan kepalanya.
"Di Blok M juga ada arena bowling, gua sih biasa main disana."
"Oh yaaa?"
Engga lama kemudian,
"Gilaa merah gitu muka elu...hahaha," kata abangnya sambil menunjukan jarinya kemukanya , mentertawakan.
"Haaah maasaa...? hehehe, iya emang ini rada berat kepala gua, juga agak mual perut" katanya mulai berkata-kata dengan kata gua sekarang , sambil merintih meraba perutnya.
Ryandi , abangnya cuma tertawa-tawa aja ngeledekin meski sedikit peduli dengan adiknya ini
"Toilet dimana yaaa ?" tanya Hasann...menoleh kesana-kemari.
"Tuuuh disana belok kanan" ucap abangnya ...masih ngetawain dia.
Hasann pun bergegas setengah berlari menuju ke toilet.
Sejenak kemudian ia kembali duduk...dengan baju kaos yang sebagian keluar dari celananya , tapi mukanya sudah kembali cerah , hilang merahnya.
"Haaaduuh legaa sudahh ...hahaha gilaaa ...! gua muntah bang di washtafel banyak sekali," katanya polos sambil mengusap mukanya.
Abangnya mendengarkan dengan seksama tapi lagi-lagi mentertawakannya... .
"Hahahaha...baru satu kaleng !" ledeknnya.
Dia senang melihat adiknya mulai kenal dengan hal-hal yang baru.
Tidak berapa lamapun mereka pulang berboncengan melewati lagi gedung-gedung menjulang tinggi di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin itu sampai ke Senayan.
Hasann bertanya , "Itu emang ada yang nempati bang, gedung-gedung disana itu ?" Ia keheranan melihat begitu banyak gedung tinggi .
Tapi engga dijawab oleh Ryandi, karena dia konsentrasi ke jalanan didepannya yang ramai dengan mobil-mobil dan kendaraan lainnya.
Malamnya sewaktu Hasann rebahan ditempat tidurnya, dengan melipat kedua tangannya dikepalanya ...diapun mulai berfikir seakan menerawang .
"Ooh begini rupanya wajah Jakarta...dan orang-orangnya disini..yang kabarnya kita harus bisa bertahan mengalahkan kejamnya Ibukota kalau mau berhasil dan menjadi kaya !" dalam pikirannya.
Besok paginya , hari Minggu abangnya sudah menunggu dia diruang tamu dengan kopi hangat dan rokok sebungkus .
"Sudah bangun luu...? enak banget tidurnya..." Hahaha.
"Iyaa bang," kata Hasann sambil ikut duduk .
"Bagaimana tadi malam...hahaha...puyeng elu yaa ?...haaah baru sekaleng kecil" kembali ngeledek.
"Yaa namanya juga blom pernah minum...kalo ada lagi sini gua minum" canda Hasann nantangin.
"Hahaha...nanti ohek-ohek lagi."
Hasann merasa akrab dengan abangnya yang satu ini , yang sudah cukup lama menetap dan berkeluarga di Jakarta.
Semenjak itu Hasann sering menghabiskan waktu libur akhir minggunya disana.
Beberapa bulan kemudian,
"Antar gua yuuk ke Kebayoran Baru ? ajak abangnya, mau beli mobil gua."
"Ooh...okee," jawab Hasann tanpa banyak tanya ini-itu.
Merekapun berboncengan dan berputar-putar sebentar mencari alamatnya.
"Naah itu dia. Rumah didepan yang nomor 14," kata Ryandi sambil mendekatkan motornya kesana.
Rumah yang dituju ada di pinggir jalan besar dengan pepohonan pucuk merah yang tertata rapih memagari rumah itu, dari kejauhan masih terlihat meja dan kursi diteras depannya. Tampak sebuah mobil sedan hijau merk Toyota Corola di halaman luar rumah itu.
Tidak lama kemudian , Hasann yang menunggu diluar duduk dimotor vespanya melihat Ryandi abangnya keluar dari rumah itu sambil memperlihatkan sebuah kunci mobil .
"Ayoo...kita pulang. Elu bawa motornya ya San ?" katanya bersemangat.
"Oh yaa okee." Dan merekapun meninggalkan tempat itu. Hasann mengikuti dibelakang mobil yang baru dibeli abangnya itu , terlihat Ryandi masih sedikit kaku bawa mobilnya.
"Gua perlu mobil San...soalnya kalo engga punya mobil disini agak susah. Gua pernah bawa si Rendy ke dokter hujan-hujanan, kasihan mereka," ceritanya .
Hasann mendengarkan saja cerita abangnya, dia masih perlu belajar banyak tentang kehidupan dari yang lebih senior, kebetulan abangnya ini paling akrab dengannya. Hebat dia bisa beli mobil, dalam hati Hasann.
Kembali ke Bandung setelah berlibur di Jakarta, Hasann lebih bersemangat mengajar.
Karena seringnya ia bolak-balik ke Jakarta, seakan ia kini mempunyai 2 sisi kehidupan, sebagai pak Hasann, guru Matematika dengan kemeja dan celana sopannya didepan murid-muridnya dan satu lagi sebagai anak muda dengan celana jeans dan T-shirt , yang masih membuka diri akan kemungkinan untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Hanya belum ketemu saja , apa yang harus dikerjakan untuk menjadi lebih sejahtera mendekati cita-citanya menjadi orang kaya ! hm... .
Waktu pun berjalan, Hasann mengikuti dengan baik setiap phase kehidupannya tanpa pernah membuang waktunya dengan percuma.
Menjelang usianya yang ke- 26 tahun , ia sudah memiliki ijasah Sarjana S1 dan pengalaman bekerja sebagai guru selama 3 tahun . Hasann sedang menimbang-nimbang apa yang harus dia kerjakan selanjutnya.
Apakah aku harus ke Jakarta dan meninggalkan semuanya ? , apa aku harus mencari pekerjaan lain selain menjadi guru ?...tapi pekerjaan macam apa yang bisa memberikan kesempatan lebih luas buat masa depanku ?
Waktu pun terus berlalu, terlihat baru saja Ryandi memarkir mobil sedan Toyota hijaunya di lokasi komplek perumahan yang baru di Jakarta barat. Ryandi keluar dari mobilnya diikuti istri, anaknya dan Hasann.
Ryandi dan keluarganya hendak melihat kondisi rumah mereka disana. Merekapun berjalan melewati deretan rumah yang sedang dibangun dengan bentuk dan ukuran yang sama semua .
"Nah ini dia blok E nomor 13 ,rumah kita Buu..." kata Ryandi ke Ratih, istrinya.
"Ooh iya Pa ?" Ratih terlihat senang mengetahui rumah baru yang mereka beli.
"Waah lumayan besar yaa Paa...dapurnya juga aku senang ada udara terbuka disampingnya" katanya memandang wajah suaminya dengan rona kebahagiaan.
Cukup besar rumahnya dengan luas tanah 140 m2 dengan 2+1 kamar tidur dan 1+1 kamar mandi.
"Kapan selesai ini Pa ?" tanya Ratih lagi.
"Sekitar bulan Februari katanya sih, kira-kira 6 bulan lagi dari sekarang bu. Sama sih yang lain juga nanti selesainya bareng semua."
"Waaah senang ya paaa... nanti kita bisa tinggal disini dengan lingkungan dan tetangga yang semua baru," sambil menatap wajah suaminya tampak kepuasan dimatanya.
"Iyaa," jawab Ryandi yang sedang menundukan kepalanya menyusuri lantai keramik dan menengadah melihat-lihat kondisi plafonnya.
Hasann cuma menyaksikan saja semua, tapi ikut senang .
"Abang beli rumah ini bang ?"
"Iya San...tapi nyicil 15 tahun..."katanya sambil tertawa seperti biasa, tapi kali ini sambil mengusap-usap mukanya kasar seakan berat menghadapinya.
Hasann pun mengangguk-anggukan kepalanya, tanda mengerti.
"Iya siih sudah jamannya sekarang mah semua orang juga nyicil, kecuali orang kaya banget kali bisa beli rumah secara tunai !" jelas Hasann.
"Iya betul ...abangnya mengiyakan, tapi kalo gua punya uang nanti secepatnya gua mau lunasi. Mudah-mudahan aja. "
"Ooh gitu yaa bang ?" Hasann semakin mengenal pribadi abangnya, pembawaannya, ambisinya, kerja kerasnya dan kasihnya terhadap keluarga.
"Iya laaah San , daripada bayar bunga terus ke Bank, punya uang sih langsung lunasi aja."
"Iya mantepp bang, semoga lancar ya bang !" kata Hasann sambil menatap abangnya, cukup kagum juga dari asalnya hidup miskin di Bandung, sekola juga hanya ijasah SD tapi bisa beli rumah di Jakarta, dalam hatinya.
Hasann juga secara tidak sadar sudah terpengaruh keberhasilan abangnya, tapi apakah ia bisa ? bukankah setiap orang mempunyai jalan hidupnya masing-masing ?
Ryandi, abangnya ini seorang yang cukup tangguh menghadapi kerasnya hidup di Jakarta. Ia kini bekerja sebagai seorang salesman disebuah perusahaan mesin packing .
Menurut ceritanya, sudah banyak pekerjaan dia coba jalani. Dulu sekitar 15 tahun yang lalu diawal kedatangannya di Jakarta, kariernya dimulai dengan menjadi seorang kuli panggul di pelabuhan Tanjung Priok , tapi tak berselang lama ia berhenti karena dirasakan terlalu berat untuk fisiknya.
Selanjutnya, untuk menyambung hidupnya di Jakarta, ia lanjut dengan menjadi pegawai di sebuah warung tegal-ikut membantu memasak, mengurusi hidangan sampai cuci piring , kemudian berganti pekerjaan lagi menjadi seorang pelayan di sebuah rumah makan di kawasan Blok M.
Ia berganti pekerjaan lagi menjadi seorang salesman di toko kasur spring-bed, di Jalan Fatmawati engga jauh dari rumah sewanya sekarang. Nah dari pekerjaannya sebagai salesman ini, dia mulai bisa mengumpulkan uang hasil pekerjaannya. Ryandi mulai menemukan kecocokan antara kepribadiannya dan bidang pekerjaannya.
Belum puas dengan penghasilannya , ia berpindah perusahaan lagi menjadi salesman sepatu, salesman kosmetik import terkenal dan terakhir ini atas ajakan temannya dia jadi seorang salesman di perusahaan mesin packing kemasan sachet sampai sekarang.
Hasann menyimak semua cerita abangnya dan menjadikan satu contoh keberhasilan.
Di sekolahnya Hasann juga banyak melihat contoh kehidupan teman-teman gurunya...rata-rata mereka menjalani hidup sederhana dengan keluarganya.
Suatu hari di ruang guru, Pa Heri , guru kesenian bilang
"Kamu harus hidup mapan dulu San, supaya bisa lebih baik menjalani pekerjaannya."
"Iya paa," jawabnya. Ia menyimak.
Hasann menangkap maksud pa Heri , "Ooh jadi aku harus cepat-cepat kawin gitu Paak?" tanyanya lagi.
"Iyaaa kira-kira begitu laaah San," jawab pa Heri sambil tertawa .
Dan perkataan pa Heri itu selalu terngiang-ngiang ditelinganya... .
Dan dalam hati Hasann pun bertanya, apa aku harus menikah dulu baru hidup mapan dan meraih cita-cita ambisiku untuk menjadi orang kaya ? atau aku mengejar karier dan cita-cita dulu baru menikah ?
Yaaah yang mana dulu ini ? pikirnya.
Seiring waktu berjalan,
Akhirnya pilihan jatuh pada membina karier dahulu ketimbang mencari pasangan untuk menikah. Dan Hasann memutuskan untuk tetap menjadi guru di Sekolah Berdikari itu.
"Menjadi guru itu panggilan San, kata Ibu Sri guru sejarah yang sudah mulai beruban, 26 tahun sudah dia mengajar. Kepuasannnya engga diukur dari segi financial saja, tapi bahagia ketika bisa melihat anak didik kita berhasil. Dan ini tugas mulia looh, ikut mencerdaskan generasi baru ," katanya.
Ibu Sri melanjutkan, "Aku sih, meski sudah setua ini masih semangat mengajar , ... terutama bisa melihat kelucuan dari wajah-wajah polos murid-murid , dengan semangat belajarnya dan engga ada bosannya karena setiap tahun bisa melihat murid-murid baru . Aku ikut jadi awet muda didalam sini hehehe," katanya sambil menunjuk dadanya. Mungkin maksudnya, jiwanya yang jadi awet muda.
Setelah dipikir matang-matang akhirnya Hasann memutuskan untuk tetap di dunia pendidikan yang dirasakannya lebih cocok untuknya.
Dunia pendidikan engga sekeras dunia kerja diluar sana, yang penuh trik persaingan, dalam hatinya dan itu pas dengan kapasitas pribadinya yang menyukai ketenangan dan pikiran yang sederhana.
Hasann pun mulai berfikir untuk meningkatkan kemampuannya dan ia mencari-cari info mengenai bea siswa untuk melanjutkan kuliah ke jenjang S2.
Kalo aku bisa dapat gelar S2 tentunya aku bisa mulai mengajar di kampus dalam hatinya , tapi bisa ga yaa ? Kadang rasa kurang percaya dirinya hinggap, jika teringat akar kehidupannya dulu di rumah kecil, tidur bertumpuk-tumpuk , main dikali kotor. Ia ingat kembali teman-teman bermainnya dulu disana, pahit memang pengalaman masa kecilnya, tapi juga sekaligus bisa menguatkan keinginannya untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Meski rasa mindernya kadang hadir mengganggunya, perlahan ia membulatkan tekad untuk meneruskan kuliah lagi untuk menunjang kehidupannya kelak. Meski ia bukanlah siapa-siapa dulunya , sekarang Ia merasa sebagai orang yang cukup beruntung !