webnovel

Dandelion Finds Love

[TAMAT] Vol 2 Volume 2 Mengisahkan kehidupan dua orang remaja, putra dari Dandelion dan Aryk. Sammy dan Kaisar yang memiliki sifat bertolakbelakang. Yang satu rajin dan pandai, sedang yang satu lagi suka membolos dan malas belajar. Bagaimana kehidupan mereka berdua? Simak terus kisahnya.  Vol 1 DJ Dandelion, gadis yang hidup bersama ibu tiri dan saudara tirinya itu bukanlah gadis lemah. Dia selalu bisa mengalahkan rencana licik sang ibu tiri yang ingin menguasai seluruh harta ayahnya. Ia bekerja sebagai DJ di sebuah klub malam demi biaya hidupnya. Hidupnya selalu bebas tanpa beban. Namun, Dandelion bertemu dengan seorang pria yang berprofesi sebagai model. Dari pertemuan itulah, hidup Dandelion mulai berubah. Masalah demi masalah bermunculan. Hilang dan pergi silih berganti antara masalah satu dan yang lainnya. Model pria itu akhirnya bisa menemukan rumah Dandelion dan melamarnya. Dandelion yang belum mempunyai perasaan apapun, akhirnya menolak. Tapi, model itu menggunakan segala cara untuk membuat Dandelion menjadi istrinya. Pertarungan mendapatkan cinta pun dimulai. Seperti halnya Aryk yang menggunakan berbagai macam cara untuk menjerat hati Gheisha. Sekuat hati juga Gheisha mencari segala macam cara agar lepas dari jeratan Aryk. Namun, takdir, jodoh, dan maut, semua sudah diatur dalam setiap perjalanan hidup manusia. Begitupun takdir dan jodoh yang mengikat Aryk dan Gheisha. Meski berlari sejauh apapun, takdir tetap mempertemukan mereka.

Sekar_Laveina_6611 · 现代言情
分數不夠
210 Chs

Perhatian

Gheisha berpegangan pada kedua pundak Aryk. Rasa sakit itu membuat Gheisha terpaksa menerima bantuan Aryk. Meskipun, dalam hati Gheisha menggerutu.

"Ghe-Ghe!" Suara Gery memanggil nama Gheisha.

Gheisha menoleh ke arahnya. "Eh, Ger. Dari mana?" tanya Gheisha sambil melepaskan pelukan Aryk pelan-pelan. Ia takut kembali terjatuh.

"Dari rumah Nanda. Kamu, ngapain peluk-pelukan di jalan? Terus, dia … siapa?"

"Gue, Aryk," jawab Aryk sambil mengulurkan tangan. 

"Gue gak nanya sama lo," tukas Gery. Ia memperhatikan wajah Aryk. Wajahnya mirip dengan Sammy Orland, batin Gery.

Sialan, siapa, sih, orang ini? tanya Aryk dalam hati. Ia tidak suka dengan cara Gery menatapnya. Sangat tidak nyaman melihat Gheisha akrab dengan laki-laki lain di depannya.

"Hem, Ger, dia …. Aku gak kenal," ucap Gheisha. Ia memang belum mengenal Aryk. Ini pertemuan keduanya dengan Aryk.

"Jahat amat. Tadi, kan, udah aku bilang, namaku Aryk," ujar Aryk kesal.

"Ger, bisa tolong antar aku ke pasar?" Gheisha mengabaikan kehadiran Aryk. Bahkan, ia tidak menatapnya sama sekali.

"Hei! Aku sedang bicara padamu," ucapnya sambil menarik tangan Gheisha supaya gadis itu menatapnya.

"Lepasin tangan lo!" Gery mencekal tangan Aryk yang menggenggam tangan Gheisha.

"Gue gak ngomong sama lo. Gue lagi ngomong sama cewek ini," balas Aryk tidak mau kalah dari Gery.

"Oke, nama kamu Aryk. Terima kasih karena udah nabrak aku dan nolongin aku. Sekarang, bisa tolong lepasin tanganku. Ini, sakit," ucap Gheisha dengan menekan suaranya. Ia mencoba menahan amarahnya demi Gery.

Aryk melepaskan tangannya, Gery pun melepaskan tangan Aryk. Gery mengajak Gheisha pergi, tapi Gheisha masih berdiri.

"Ayo, aku antar," ucap Gery.

Gheisha melangkah perlahan. Dari gerakan lambatnya, Gery baru tahu kalau Gheisha sedikit pincang. Dengan sigap, Aryk langsung menggendong Gheisha sampai di samping motor Gery.

"Hati-hati di jalan. Sampai bertemu lagi," ucap Aryk. Ia berlari sambil menaikkan hodie-nya.

"Kamu beneran gak kenal sama laki-laki itu?" tanya Gery memastikan. Ia tidak percaya kalau mereka berdua baru saling mengenal. Perlakuan Aryk kepada Gheisha itu terlalu dekat untuk orang yang baru berkenalan.

"Hah, kamu tidak percayaan banget, sih," gerutu Gheisha. Gadis itu mengambil helm cadangan yang tergantung di sayap motor. "Udah buruan, antar aku. Ini sudah siang," ucap Gheisha. 

"Iya, iya." Gery segera duduk di motornya, menyalakan mesin, lalu melaju pergi menuju pasar. 

***

"Sam, kamu kemana lagi, sih? Setiap hari, kamu selalu melarikan diri. Aku capek bayar pengawal, tapi dikadali terus sama kamu." Icha, manajernya itu kembali marah-marah pada Aryk.

"Gak bosen, apa, Cha. Marah-marah melulu. Hati-hati, cepet tua lho," goda Aryk.

"Berhenti bercanda, Sam!" Icha mengambil gelas dan mengisinya dengan air dari teko kaca. Ia meminumnya dalam satu kali tenggak saking kesalnya. "Kamu tau, kan, kalau hari ini ada pemotretan?"

"Iya, aku tau. Jam sepuluh, kan. Ini baru jam sembilan, aku masih belum terlambat. Kenapa kamu marah-marah?" Aryk mulai merasa kesal. Ia mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. 

"Sam, aku bukan marah karena takut terlambat. Tapi, kamu tau, banyak sekali wartawan di luar sana. Kalau sampai kamu membuat kesalahan di luar sana, nama kamu bisa hancur. Karir kamu juga redup. Apa kamu mau?" tanya Icha.

Hening. Aryk tidak bisa menyangkal ucapan Icha. Ia memang sangat menyukai dunia modelling. Ada kebanggan tersendiri saat ia melangkah dengan gagah di atas catwalk.

Icha, dia bukan hanya manajernya. Ia juga sahabatnya sejak kecil. Rumah orang tua Aryk dan orang tua Icha bersebelahan. Namun, saat ini, mereka tinggal di apartemen. Aryk membeli apartemen itu dengan uang hasil kerja kerasnya sendiri. Mereka tinggal di apartemen yang sama. Walaupun mereka berbeda, tapi mereka merasa nyaman. 

Baik Aryk ataupun Icha, mereka menjalani kehidupan masing-masing di luar pekerjaan. Icha sudah mempunyai tunangan. Tapi, tunangannya bekerja di Singapura. Mereka akan menikah tahun depan.

"Ryk. Maaf, aku tidak bermaksud terlalu keras padamu. Tapi, aku takut terjadi sesuatu saat kamu berkeliaran di luar tanpa pengawal. Kamu mengerti, kan?"

"Iya. Maaf, aku juga salah karena emosi. Kau pergi saja lebih dulu ke tempat pemotretan. Aku akan menyusul bersama pengawal," ucap Aryk dari dalam kamar mandi.

"Oke. Sarapanmu sudah aku siapkan di dapur," ucap Icha. Ia mengambil tasnya lalu pergi.

***

"Terima kasih, kamu sudah mengantarku. Mau mampir," tawar Gheisha.

"Gak usah!" Sharmila keluar dari gerbang dan melarang Gery untuk masuk. Ia menarik tangan Gheisha. "Kamu, ini, disuruh belanja malah pacaran!" maki Sharmila sambil menyeret Gheisha masuk.

"Kasihan sekali Gheisha," gumam Gerry. Ia menarik napas dalam dan mengembuskannya dengan berat. Ia memacu motornya pergi meninggalkan halaman rumah Gheisha.

Di dalam kamar, Johan mendengar suara ribut. Ia keluar kamar dan melihat kakaknya sedang diseret Sharmila. Johan segera membantu Gheisha.

"Ma, kenapa lagi ini?" Johan bertanya sambil menarik Gheisha dari ibunya.

"Kakak kamu ini, Mama nyuruh dia belanja, tapi malah pacaran," ucap Sharmila. 

"Di mata Mama, aku memang tidak pernah benar. Memangnya kenapa kalau aku benar-benar pacaran?" Gheisha menantang Sharmila.

"Tidak boleh. Mama sudah menyiapkan calon suami buat kamu. Minggu depan mereka akan datang," jawab Sharmila.

"Ma! Aku tidak mau menikah dengan siapa pun saat ini. Apalagi dengan calon yang tidak aku kenal. Aku tidak mau!" Gheisha menolak dengan tegas. Ia pergi ke kamarnya.

"Ma, kenapa Mama ingin buru-buru menikahkan Kak Ghe Ghe? Karena ingin mengusir Kak Ghe Ghe dari rumah dan menguasai semua harta almarhum Papa?"

Plakk!

Sharmila menampar Johan.

"Kenapa Mama menampar Johan? Karena semua yang Johan ucapkan itu benar, bukan," pungkas Johan. Ia pergi meninggalkan Sharmila di ruang tamu. Johan pergi ke balkon atap rumahnya.

Johan sangat kesal dengan sikap ibunya yang semakin lama semakin gila oleh harta warisan. Johan dan Gheisha adalah saudara kandung. Bagaimanapun juga, ia tidak mau ibunya mengusir Gheisha. Apalagi membiarkan Gheisha menikah dengan orang asing.

"Mama semakin kejam saja. Aku tidak akan pernah membiarkan Mama terus-terusan menyakiti Kak Ghe Ghe," gumamnya.

Gheisha duduk di tengah ranjang, ia memeluk foto almarhum ayahnya. Tangisan tertahan mengiringi derita hati Gheisha. Ia sangat merindukan saat bahagia bersama ayahnya.

"Kenapa Papa harus pergi secepat ini. Papa tega membiarkan Gheisha terus menderita. Gheisha sudah sangat mengalah sama Mama karena Gheisha ingat pesan Papa. Gheisha sudah berjanji untuk menjaga Mama dan Johan. Tapi, maafkan Gheisha, Pah. Gheisha tidak bisa memegang janji Gheisha," ratap Gheisha.

Ia berbaring meringkuk. Air bening di sudut mata indah bermanik coklat itu terus menetes. Bantal guling dalam pelukannya menjadi basah. Perlahan-lahan Gheisha mengantuk. Rasa sakit di kakinya tidak seberapa jika dibandingkan rasa sakit di hatinya saat ini. Jika saja, ia tidak memiliki janji dengan almarhum ayahnya, ingin rasanya ia pergi saat ini juga. Meninggalkan rumah indah yang seperti neraka.