Cynthia menatap wajah Nizam yang tampak resah. Tadinya Ia ingin membalas perbuatan Nizam karena sudah marah-marah Kepadanya. Hanya dengan mengiyakan bahwa Alena sudah tidak gadis lagi pasti Nizam tambah stress. Tapi kemudian dia melihat wajah Nizam yang kusut hingga Ia akhirnya tidak jadi.
"Nizam Aku minta maaf.." Cynthia berkata hati-hati. Nizam menatap tidak mengerti.
" Alena berkata demikian karena sebenarnya Aku yang memulainya."
"Maksudnya?"
"Aku begitu ketakutan kalau Alena akan mengalami penderitaan di Azura Kalau ternyata Ia sudah tidak gadis lagi. Jadi Aku memastikan dirinya kalau Ia benar-benar belum pernah disentuh pria. Tapi kemudian dia balik bertanya mengapa Aku meragukan kegadisannya. Akhirnya Aku membuat alasan kalau Kau mungkin akan meninggalkannya kalau ia sudah tidak gadis lagi." Cynthia menarik nafas panjang, lalu melanjutkan perkataannya.
"Dia lalu marah dan berkata bahwa Kamu tidak akan seperti itu jadilah Ia ingin mengujimu"
Nizam tercengang mendengar penjelasan Cynthia. Bagaimana bisa Alena membohongi dirinya dengan sesuatu yang begitu besar seperti ini. Ia menjadi kesal sekaligus bahagia. Sebenarnya Ia khawatir kalau kelak hidup terpisah dengan Alena. Ia tidak akan sanggup kalau hidup sehari tanpa melihat wajah istrinya itu.
"Bagaimana mungkin Alena bisa bertindak seperti itu? Ia membohongiku dengan berita besar.." Nizam menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Nizam sebenarnya aku mau bertanya kepada mu. ini masalah yang sangat pribadi tapi aku perlu memastikannya."Cynthia kemudian ingin meminta kepastian pada Nizam.
" Katakanlah"
"Kamu tahu kalau tidak semua wanita akan berdarah pada saat malam pertamanya walaupun mereka masih gadis. Jadi tolong katakan padaku bagaimana kalau seandainya Alena tidak berdarah pada saat malam pertama nanti." Cynthia tampak sangat khawatir.
Tapi Nizam malah tersenyum sambil sedikit memerah. Pertanyaan Cynthia sangat menggelitik hatinya. Walau Ia laki-laki, tapi kalau ditanya seperti itu Ia jadi tersipu-sipu malu bagai seorang gadis bau kencur yang sedang jatuh cinta. Ia tahu, memang benar tidak setiap malam pertama wanita akan berdarah. Tapi di istana kejadian itu belum pernah terjadi. Para wanita di istananya hampir dipastikan akan berdarah pada saat mengalami proses itu. Syukur kalau cuma berdarah banyaknya malah pendarahan. Makanya Ketika Putri Reina terus menangis dulu, Permaisuri Sabrina sempat bertanya apakah Putri Reina mengalami pendarahan atau tidak.
"Jawablah Nizam, mengapa Kamu cuma terdiam."
Sambil sedikit gemetar membayangkan apa yang akan terjadi antara dirinya dan Alena di malam pertama, Nizam menjawab.
"Jangan khawatir Cynthia, Alena pasti mmm...anu. mmmm..akan berdarah" Kata Nizam sambil membuang muka. Ia benar-benar malu menjawab pertanyaan Cynthia. Ia malu harus mengakui semua itu. Diam-diam seluruh tubuhnya terasa panas. Ada yang menegang pada salah satu sudut ditubuhnya. Sialan Cynthia kenapa Ia harus membahas hal ini disaat ada Alena terbaring di ranjangnya. Dan sekarang Ia merasa ada rangsangan yang menyeruak ke dalam darah nya. Bagaimana kalau seandainya malam ini Ia gelap mata.
Sementara Cynthia malah keheranan lalu bertanya : "Bagaimana bisa kau begitu yakin??"
Nizam mengguman dalam hati. Apa S cerdas Cynthia itu sudah kehilangan kecerdasannya. Menanyakan hal yang tidak perlu ditanyakan. Apakah Ia tidak tahu kalau Ia orang Arab. Kalau seandainya Alena pernah bercinta hanya sekali atau dua kali dengan yang lain Ia masih membuatnya berdarah kecuali kalau sudah berulang kali baru tidak akan terjadi. Apalagi Alena orang Asia dengan tubuh yang cukup mungil. Nizam merasakan mukanya menjadi panas dengan jantung berdebar.
" Ah sudahlah Cynthia tidak usah kau bahas itu. Kamu lihat saja nanti kejadiannya. Oh ya..Aku mau minta tolong kepadamu." Nizam mengalihkan perhatian Cynthia dari materi pembicaraan yang bisa membuat dadanya bergejolak.
"Baiklah, katakanlah!!" Cynthia cukup puas dengan jawaban Nizam. Cynthia lega karena minimal Alena akan selamat pada tahap yang pertama. tinggal ke tahap selanjutnya.
"Aku tidak mau Alena mengenakan pakaian yang terbuka. Besok tolong sortir pakaiannya. Terserah mau kau apakan bekas pakaiannya. tapi jangan sampai Aku melihat Ia menggunakan rok pendek, kaos ketat dan yang gaun yang terbuka. pastikan Ia memakai pakaian yang tidak mengundang hasrat lelaki. Nanti aku akan bicarakam hal ini padanya. Aku tidak mau kejadian kemarin akan terulang lagi. Sebagai gantinya Alena dan kau juga boleh membeli baju apa saja asal yang sopan di semua toko pakaian dengan jumlah yang tak kan ku batasi."
" Wow...Amazing Nizam" Cynthia menjawab dengan perasaan senang. Besok Ia akan belanja pakaian sepuasnya tanpa ada batasan. Baginya membeli baju mewah tanpa harus menabung adalah hal yang rada mustahil.
"Oh ya Nizam. Apa yang akan kau lakukan pada Justin nanti?" Tiba-tiba Cynthia bertanya karena teringat akan Justin.
Pertanyaan Cynthia membuat mata Nizam seketika menyala-nyala.
"Aku pastikan Ia tidak akan pernah terlihat di kampus kita lagi."
Cynthia tercekat. "Apa kamu mau membunuhnya?"
Nizam hanya mengangkat bahunya. "Bila memang diperlukan, mengapa tidak."
Cynthia terdiam hatinya seperti melorot kebawah. Mengapa Ia merasa bahwa nyawa seseorang kini terasa lebih murah.
"Nizam, Aku harap Kamu tidak sekejam itu, walau bagaimanapun dia adalah teman sekelas kita. Kita sudah bersamanya selama tiga tahun. Apa kamu tidak merasa kasihan?. Dia sebenarnya tidak jahat. Hanya dia memang terlihat mabuk saat itu,dan dia sangat tergila-gila pada Alena. Aku rasa Ia tidak merencanakan semua itu. Kejadian itu begitu tiba-tiba. Pas dia mabuk dia melihat Alena. Kalau memang benar Ia mau memperkosa Alena kenapa harus dikampus yang resiko ketahuan orang lainnya lebih tinggi. Kenapa Ia tidak sekalian menculik Alena ke tempat sepi."
Nizam terdiam sejenak memikirkan kata-kata Cynthia. "Yaah baiklah mungkin Aku akan mempertimbangkan hal lain untuk memberi pelajaran pada dia."
Nizam lalu berdiri. "Cynthia, terima kasih sudah membuatku lega. Kamu benar-benar teman yang bisa diandalkan. Besok Aku akan mencarikan rumah yang baru untuk keluargamu sebagai tanda terima kasih bahwa kau bersedia berkorban untuk Alena."
Cynthia terkejut dengan ucapan Nizam. Rumah yang baru?? kenapa nada bicaranya seperti Ia hanya akan membelikan sepasang sepatu baru. Berapakah harga rumah?? Mengapa Nizam begitu pemurah.
"Nizam.. tolong tidak usah. Uang yang kemarin saja sudah lebih dari cukup." Cynthia mencoba menolak.
"Jangan pernah menolak pemberianku" Kata Nizam dengan wajah sedikit tak suka.
"Tidak maksud ku bukan seperti itu.."
"Kalau begitu, terimalah!"
"Ya baiklah kalau begitu. Terima kasih banyak Yang Mulia." Cynthia berkata diakhiri dengan sapaan yang Mulia.
"Kau mau mengolok-olok Aku dengan sebutan itu??" Nizam mengangkat kedua alis Matanya.
"Tentu saja tidak, Aku hanya akan membiasakan diri sebelum kita Ke Azura"
"Ya.. nanti saja di Azura kau sapa aku dengan sebutan itu. Sekarang Aku risih mendengarnya. Aku mau ke kamar dulu, mau istirahat." Nizam mau melangkah pergi. Tapi kakinya tidak jadi melangkah karena Cynthia tiba-tiba menghalangi jalannya.
Nizam menjadi mundur beberapa langkah ke belakang.
"Apa maksudmu menghalangi langkahku?"
"Kamu mau tidur dimana?" Cynthia bertanya dengan wajah masam.
"Tentu saja dikamarku"
"Apa Kamu mau seranjang dengan Alena?"
"Lantas Aku harus seranjang dengan siapa? Ali atau Fuad??"
Cynthia melipat tangannya di dada. "Terserah Kamu mau tidur sama siapa? Asal jangan dengan Alena, Apa kamu bermain-main dengan nyawa Alena?"
"Please Cynthia..Aku berjanji tidak akan berbuat apa-apa"
"Aku sangat percaya padamu, tapi tidak pada adik kecilmu itu" Cynthia berkata sambil menunjuk ke selangkangan Nizam. Nizam langsung terbatuk-batuk. Sialan, Orang Bule memang luar biasa terus terangnya.
"Ya..ya.. baiklah, Kau tidurlah dengan Alena, Aku akan tidur dikamar yang satunya lagi" Nizam tidak jadi masuk ke kamarnya Ia lalu masuk ke kamar yang satunya lagi. Cynthia tersenyum penuh kemenangan.