webnovel

Setengah dari Kejujuran

Sekitar pukul 9 malam pesawat sudah mendarat di Amerika. Mobil mewah milik Nizam kemudian meluncur meninggalkan bandara. Fuad yang menyetir dan Ali duduk disampingnya. Dibelakang duduk Nizam dan Alena dengan sekat yang terpasang diantara sopir dan penumpang belakang. Alena menarik nafas lega sambil bersandar ke jok mobil yang lembut dan empuk. Nizam melirik "Kenapa Kau tampak lega ?" Tanya Nizam.

"Karena akhirnya Aku terbebas dari dua penjagamu walau untuk sesaat. Mereka duduk di depan dan terhalang sekat."

Nizam tersenyum. "Honey.. ini baru permulaan. Di Azura nanti akan banyak orang yang mengelilingimu."

" Aku tidak mau. Aku tidak bisa dikelilingi banyak orang. Aku adalah anak tunggal dari kedua orang yang selalu sibuk. Aku tidak biasa banyak orang"

"Maaf Alena agaknya itu tidak mungkin, apalagi kamu mungkin akan jadi satu-satunya orang asing di Istana."

Alena mendadak sedikit ciut nyalinya, Ia memegang tangan Nizam.

"Nizam Aku takut. Kalau Aku nanti di Azura akan jadi orang asing satu-satunya, apakah nanti Kamu akan selalu ada di sampingku? Apakah orang-orang di Azura baik-baik? " Alena bertanya seraya menatap Nizam dengan mata yang sayu memelas, bibir setengah terbuka seakan minta dikasihani.

Tapi entah Hati Nizam malah berdesir ditatap oleh istrinya seperti itu. Wajah Alena yang memelas malah seperti mengkilik-kilik hatinya, membangunkan macan tertidur. Padahal Nizam berusaha menjerat macan itu agar tetap dalam posisi tidur tetapi kini wajah Alena malah membuat macan itu terbangun dan beringas. Akhirnya bukannya Ia menjawab pertanyaan istrinya, malah Ia lalu membenamkan mulutnya pada bibir yang setengah terbuka. Alena terkejut mendapat serangan mendadak yang tidak pernah Ia duga sedikitpun. Bibir Nizam melumat bibirnya yang sangat memabukkan itu tanpa ampun.

Alena terkejut dan kaget luar biasa. Bagaimana bisa suaminya yang dingin dan sering menghindarinya itu tiba-tiba menjadi lepas kendali. Alena ragu membalasnya karena selain terkejut perasaan hatinya juga sedikit kacau. Tapi Nizam malah tidak memperdulikan reaksi Alena. Bagaikan kumbang yang kehausan disuguhi secawan madu yang manis. Kumbang itu terus menghisapnya kuat-kuat seakan takut madu itu akan terlepas dari mulutnya. Alena merintih Ia sedikit kesakitan karena ulah suaminya yang sedikit menekan dan memaksa. Alena meronta Ia ingin Nizam menjawab pertanyaannya. Hatinya benar-benar kacau.

Alena merasa terlepas ketika ciuman Nizam merenggang. Ia segera memalingkan mukanya kesamping untuk menghindari serangan selanjutnya. Nizam tampak mengambil nafas panjang setelah menyerang Alena tadi. Sayangnya Nizam hanya mengambil nafas dan bukannya mau berhenti hanya karena melihat istrinya memalingkan wajahnya. Ia malah mengincar leher jenjang Alena. Alena terpekik Ia mencengkram rambut Nizam yang bewarna coklat itu sekuat tenaga. Nizam memeluk erat Alena dan membenamkan wajahnya ke leher Alena lalu menggigit dan menghisapnya dengan penuh rasa gemas.

"Akh..." Pekikan Alena kembali menggema dalam mobil. Tubuh Alena mengejang menahan sakit. Untungnya sekat diantara jok depan dan jok belakang membuatnya kedap suara sehingga apa yang terjadi dibelakang tidak diketahui oleh Ali dan Fuad.

Usai memekik Alena menatap kesal. Ia lalu mendorong tubuh suaminya sekuat tenaga. Menatap wajah tampan suaminya yang memerah dan terlihat sedang tidak sabar dan sadar. Tapi semangat Alena sedang hilang karena ketakutan.

"Saakit tau?? Kenapa kamu ini. Aku lagi serius Kamu malah menyakiti Aku" Alena menahan dada Nizam yang sudah mulai mau mendekatinya lagi.

"Kamu sudah membuatku gila, Jangan pasang wajah seperti itu lagi. Kau bisa membuat Aku lepas kendali. Kamu tau Aku tidak boleh menyentuhmu sampai nanti di Azura." Nizam terengah-engah, tetapi Ia kemudian tersadar dan segera menjauh dari Alena. Ia lalu membuka kulkas kecil di samping pintu mobil. Mengeluarkan sebotol air putih dingin lalu membuka tutupnya dan menenggak isinya. Ia benar-benar merasa kaget dengan kelakuannya sendiri.

Bagaimana mungkin Ia bisa lepas kendali seperti itu. Kemana benteng pertahanannya yang selama ini sangat kokoh menjaga dirinya dari melakukan hal-hal buruk. Apa karena Alena sudah menjadi istrinya atau karena Ia tidak tahan melihat wajah Alena yang terasa sangat membangkitkan hasratnya. Nizam menjadi ketakutan bagaimana kalau Ia tiba-tiba tidak tahan untuk tidak menyentuh kesucian Alena sebelum kembali ke Azura. Ibunya pasti akan murka. Dan yang paling fatal adalah jika Ibunya melampiaskan kemarahannya pada Alena dan bukan pada dirinya.

"Tapi mengapa Kamu tidak boleh menyentuhku?! Katakanlah Nizam Apakah kau benar impoten atau bagaimana? Berikanlah Aku penjelasan. " Alena mulai berkaca-kaca.

Nizam menghela nafas yang terasa berat. Apakah Ia harus menjelaskan semua kepada Alena. Bahwa Ia harus mempersembahkan kesucian Alena kepada negaranya, sebagai pembuktian bahwa istrinya masih suci. Kesucian yang menjadi penanda moral bahwa calon ratu mereka tidak melakukan perbuatan asusila. Apalagi Ia tahu sekali bahwa Ibunya meragukan Alena karena Alena kuliah di Amerika. Pergaulan di Amerika siapapun paham bagaimana bebasnya kehidupan mereka. Bercinta tidak harus menikah dulu.

Nizam menghembuskan nafasnya. Apa Ia harus menceritakan bahwa nanti mereka akan bercinta dengan ditungguin oleh orang banyak termasuk nanti mertuanya atau ibunya Alena. Ya Tuhan bagaimana bisa Alena menerimakan itu kalau terhadap dua pengawalnya saja Alena merasa risih. Bagaimana kalau setelah Ia menceritakan itu semua Alena tidak menerimakan dan menolak tinggal di Azura. Ia bisa mati kalau Alena tidak berada disampingnya.

" Nizam bicaralah!! Tolonglah! " Alena menatap lagi. Kali ini Nizam membuang muka. Ia tidak mau terjerat lagi dengan wajah Alena.

"Aku tidak bisa Alena, tolonglah bersabar sebentar saja."

" Nizam, Kita akan ke Azura enam bulan lagi. Dan itu bukan waktu yang sebentar. Bagaimana bisa kita bertahan kecuali kalau kau benar impoten. Katakan padaku apa benar kau impoten atau tidak?"

Nizam mengeluh itulah sebabnya Ia tidak mau menunjukkan hasratnya pada Alena, inilah yang Ia takutkan. Alena menuntutnya untuk menyentuhnya.

" Aku..Aku sehat Alena. Kalau Aku sakit Aku tidak akan menikahimu. Kau pikir aku pria apa yang hanya akan menyiksa istrinya." Akhirnya Nizam berterus terang.

"Lalu mengapa Kau harus menunggu sampai kita tiba di Azura ?"

" Sebenarnya ada ritual adat yang harus kita lakukan berkaitan dengan hal itu." Nizam berkata secara perlahan. Ia berpikir keras bagaimana Ia bisa meyakinkan Alena tanpa harus berterus terang.

"Ritual adat?? Ritual adat bagaimana? Aku tidak mengerti." Alena terus mengejar Nizam dengan pertanyaan.

Tiba-tiba ide itu melintas begitu saja dikepala Nizam yang cerdas dan berharap istrinya yang polos akan mempercayainya. " Ritual menyambut kehamilan pertama. Kalau nanti Kita berhubungan bagaimana kalau kau hamil? Kami mempunyai acara adat yang harus dirayakan saat kehamilan berusia 4 bulan. Bukankah kita juga harus menyelesaikan kuliah dahulu. Kalau Kita berhubungan enam bulan kemudian maka Kau akan hamil semester depan. semester depan kuliah kita hanya tinggal mempresentasikan hasil penelitian dan menyusun laporannya." Nizam berkata sedikit berbelit-belit tapi Alena paham maksud dari perkataan Nizam dan Ia langsung percaya.

" Kenapa Kamu tidak berterus terang dari tadi. Sekarang Aku paham. Aku senang kamu tidak impoten.." Alena tersenyum genit kembali dan Ia lalu mendekati suaminya. Nizam memundurkan tubuhnya ke belakang. Ia tidak sanggup kalau harus lepas kendali lagi.

"Jangan Alena. Menjauhlah, jangan memancing Aku lagi. Aku mohon" Kali ini suara Nizam terdengar memelas. Alena tertawa terbahak-bahak melihat suaminya begitu ketakutan.

"Ha..aa..a" Alena pura-pura menakut-nakuti Nizam, sambil mengangkat kedua tangannya berakting akan memeluknya. Nizam merenggut kesal dengan tingkah konyol istrinya. Ia sangat geram sampai mengancam dalam hati. Tunggu saja nanti di Azura, Akan ku buat kamu menyesal sudah mempermainkan aku. Aku benar-benar akan membuatmu merangkak minta ampun.

Nizam memejamkan matanya Ia tidak mau meladeni kekonyolan Alena. Alena terus terpingkal-pingkal tertawa. Rasa resahnya sudah hilang. Ia lupa kalau pertanyaannya yang pertama tadi belum dijawab Nizam. Alena sangat senang ternyata suaminya sehat dan tidak impoten. Ia juga akan berusaha bersabar. Biarlah Ia bersabar selama enam bulan. Ia juga belum siap kalau harus hamil. Kuliahnya sangat nanggung untuk diselesaikan. Lagipula selama enam bulan ke depan Ia dan Nizam akan sangat sibuk dengan penelitian mereka. Alena menyenderkan kepalanya di bahu Nizam. Nizam merangkulnya penuh kasih.