webnovel

Lomba Ketangkasan 2

Semua penonton tampak duduk dengan tidak sabar di tribun ya masing-masing. Kumpulan kuda-kuda sudah berjajar dengan rapih pada setiap jalur pacuan yang dibatasi oleh pintu besi. Ada sekitar 15 Kuda dan jokinya yang akan bertanding. Nizam mendapat nomor undian 5. Yang dipasang pada punggungnya. Ia tampak duduk dengan tenang.

Disampingnya adalah Pangeran dari kerajaan bawahan. Pangeran Barry. Ia tampak antusias untuk memenangkan pertandingan. Ia sudah berlatih hampir 6 bulan lamanya hanya untuk sekedar mengalahkan Nizam. Baginya pertandingan ini adalah penentuan tentang harga diri kerajaannya. Kenyataan bahwa salah satu adiknya ada di Harem Nizam membuat hatinya cukup terluka. Ia menolak sangat keras ketika Ayahnya bersikeras mengirimkan adiknya yang paling Ia sayangi untuk dijadikan selir oleh Ratu Sabrina untuk putranya Nizam.

Ketampanan Nizam malah membuat adiknya tidak menolak ketika dikirim Ayahnya sebagai tanda penaklukan terhadap kerajaan sentral. Ia merasa dapat memimpin kerajaan sendiri terlepas dari kerajaan sentral. Tapi Ayahnya merasa mereka tidak dapat lepas dari ketergantungan bantuan terhadap kerajaan Nizam baik dari segi perekonomian ataupun stabilitas keamanan.

Yang membuat Ia semakin tidak menyukai adiknya ada diharem adalah dengan mendengar berita bahwa sampai saat ini Putri Mira adiknya itu belum dinikahi Nizam. Malah Nizam menikahi wanita yang bukan berasal dari bangsa mereka. Hal ini sangat menyakitinya. Ia tidak ingin adiknya jadi Perawan tua diharem. Makan dan minum dijamin. Pakaian selalu yang terbaik, harta berlimpah tetapi hidupnya tidak dilimpahi kasih sayang. Ia ingin mengambil lagi adiknya. Jika Ia memenangkan lomba ini Ia akan meminta kembali adiknya sebagai hadiah pada Raja Yang Mulia Al -Walid.

Lomba ini seakan menentukan hidup dan matinya. Pangeran Bari menatap Nizam dengan bola matanya yang tajam. Nizam sendiri tampak tenang duduk diatas kudanya. Nizam benar-benar berwajah dingin. Pangeran Bari sangat beruntung mendapatkan nomor undian 4 sehingga Ia tepat ada disamping Nizam. Sehingga Ia dapat mengukur kekuatan lawan dari dekat. Tangan Pangeran Bari memegang tali kendali kuda dengan erat. Kakinya memijak pada sanggurdi Kuda.

Tidak semua penunggang kuda dapat memanah dengan baik ketika badan di atas pelana kuda. Kedua tangan harus terlepas dari tali kekang agar dapat menembakkan anak panah dari tangannya. Ketika kedua tangan terlepas dari tali kekang maka secara otomatis pengendalian dari gerakan kuda akan bertumpu pada pijakan kaki di sanggurdi Kuda. Kaki akan jadi pijakan agar tubuh dapat terjaga keseimbangannya.

Karena tangan terlepas dari tali kendali kuda maka bisa saja gerakan kuda jadi tidak beraturan. Hal ini jelas bisa mengakibatkan si penunggang kuda terjatuh atau dapat membuat anak panah melenceng dari sasaran. Berbulan-bulan Pangeran Bari berlatih sekuat tenaga. Ia benar-benar berambisi. Siang dan malam, entah hujan atau panas hanya agar Ia bisa memanah dan menombak sambil berkuda.

Di negaranya Ia tidak ada yang bisa mengalahkan tetapi melawan Nizam. Sudah 3 kali berturut-turut yang selalu dikalahkan oleh Nizam. Jangankan oleh Nizam melawan saudara sepupunya saja yaitu Pangeran Rasyid. Ia sudah kalah. Tapi kali ini Ia bertekad entah bagaimanapun caranya.

Pangeran Thalal sedari tadi memperhatikan Pangeran Bari yang terus menerus melirik Kakaknya. Ia kebetulan mendapatkan no 12. Sehingga posisinya cukup jauh dari Nizam. Ia sendiri sebenarnya penunggang Kuda yang handal tapi kalau memanah sambil berkuda. Ia belum berada pada tingkatan itu.

Jadi Ia ikut lomba hanya sekedar having fun aja. Ia merasa ada sesuatu yang tidak bagus yang akan terjadi. Ia tahu kalau Pangeran Bari adalah Pangeran yang mahir memanah dan berkuda. Ia juga atlit renang yang tak terkalahkan. Kemampuannya dalam berolahraga hampir sebaik Nizam hanya usianya lebih muda 2 tahun dari Nizam. Pangeran Bari seusia dengannya. Ia merasa aneh karena tingkah Pangeran Bari yang terlihat sangat mencurigakan.

Seorang wasit tampak bersiap menembakkan pistol ke udara. Dan ketika pelatuknya ditarik lalu terdengar suara dari letusan senjata maka seluruh pintu penghalang antara Kuda dan jokinya di tarik. Dan Para joki pun segera memacu kudanya. Butiran pasir langsung berterbangan ke udara seiring derapnya suara kuda yang dipacu. Cambuk kecil ditangan para joki mulai beraksi untuk memacu semangat para kuda. Suara ringkikan kuda dan suara penyemangat para joki berpadu dengan suara sorak Sorai penonton.

Cynthia dan Alena langsung turut bersorak Sorai. Bahkan Alena meloncat-loncat di depan kursinya bersama Cynthia. Hanya Cynthia segera sadar kalau yang meloncat-loncat di tribun hanya mereka berdua. Sementara yang lainnya malah melihat mereka dengan heran. Sebagian dari mereka cekikikan ditahan melihat tingkah Cynthia dan Alena. Di Azura jarang ada wanita yang bertindak begitu spontan atau atraktif. Tingkah mereka selalu diatur oleh tata Krama yang dijaga turun temurun dari setiap generasi ke generasi berikutnya.

Wajah Cynthia langsung merah, Tangan kanannya menarik tangan Kiri Alena yang masih meloncat-loncat kegirangan sambil bertepuk tangan. Ia tampak sangat senang melihat kuda berlarian saling berpacu. Seumur-umur Ia baru kali ini melihat pacuan kuda. Jadi kalau sedikit norak yang wajar saja. Cynthia sendiri sering juga nonton pacuan kuda karena Ia sendiri suka naik kuda waktu kecil. Hanya saja menyaksikan para penunggang kuda sambil memanah dan menombak adalah baru kali ini.

Alena mengibaskan tangan Cynthia yang menarik-narik tangannya agar duduk dikursinya. "Alena duduk!! Tahu tidak?? mereka sekarang tidak sedang menonton pacuan kuda tapi sedang menonton ke arah kita."

Alena langsung menghentikan teriakannya. Ia lalu melihat kiri dan kanan. Semua mata menatap dirinya. Wajah Alena langsung bagai kepiting rebus. Ia lalu duduk perlahan. Dan kembali bersikap Anggun. Cynthia juga sama malunya dengan Alena. Sesaat mereka hening. Tapi kemudian ketika didengarnya sorak Sorai penonton yang perhatiannya kembali tertuju pada para joki kuda maka mereka juga akhirnya kembali bersorak-sorai hanya saja tidak sambil loncat-loncat lagi.

Alena mengarahkan teropongnya ke arah Nizam. Ia melihat betapa gagahnya Nizam ketika memacu kudanya. Tubuhnya tidak duduk di atas pelana kuda tapi posisi tubuhnya berdiri diatas pijakan ke sanggurdinya. Tubuhnya condong ke depan dengan pantat nungging ke belakang, kedua tangannya kokoh diatas tali kekang. Wajahnya begitu mempesona. Tangan kirinya sesekali mencambukkan cambuk kecil ke pantat kuda. Tubuh Nizam terlihat turun naik seiring gerakan kuda yang berlari. Sumpah saat itu Ia melihat Nizam beda pada sisi lain yang berbeda. Ia merasa Nizam sangat hot diatas kudanya.

"Cynthia betapa tampannya" Alena berbisik pada Cynthia dengan perasaan hampir meleleh.

"Siapa? Pangeran Thalal?? Ia memang sangat tampan" Mata Cynthia tidak lepas dari wajah Pangeran Thalal yang malah naik kudanya dengan sedikit santai. Ketika yang lain melesat bagai busur panah. Pangeran Thalal malah santai saja mengendarai kudanya. Hingga otomatis walaupun ia bukan yang terakhir tapi Ia tertinggal jauh oleh Nizam dan Rasyid saudara-saudaranya. Alena merenggut.

"Ya bukanlah Cynthia, Suamiku yang paling tampan."

"Suamimu??? Suami Kami kali, Bukankah istrinya Nizam banyak, Aw.." Cynthia langsung mengaduh karena dadanya disikut Alena.

Cynthia nyengir menahan sakit. Alena menggerutu sebal. Kata-kata Cynthia merusak perasaan bahagianya. Tapi perasaan kesalnya tiba-tiba hilang berganti jadi perasaan tegang ketika dari samping Nizam meluncur seekor Kuda yang berlari sangat cepat dan tanpa terduga entah bagaimana kejadiannya. Ada sebuah kaki menjulur menendang perut samping kudanya Nizam dengan keras..