Tadinya mereka akan menengok Pangeran Thalal yang masih harus dirawat karena akan diobservasi lukanya tetapi karena pakaian Nizam penuh muntahan Alena maka mereka kembali ke hotel dulu. Nizam kembali mandi. Belum pukul 10 pagi Ia sudah mandi dua kali. Nizam menggosok seluruh tubuhnya dengan kuat. Ia takut ada bau muntahan yang tertinggal sehingga malah membuat Alena mual lagi.
Sementara Nizam mandi Alena memakan buah belimbingnya yang sudah disiapkan oleh pelayannya. Pelayan dari Azura itu menatap Alena yang mulai membuka tutup botol gelas bumbu rujaknya dan Ia mulai mencolekkan buah belimbing itu ke bumbu rujaknya dan memasukkan ke mulutnya.
Mata Alena langsung merem melek merasakan asamnya belimbing bercampur manis dan pedas bumbu rujak. Segarnya belimbing dimulutnya membuat dia mencolek lagi dan lagi. Alena makan diiringi tatapan si pelayan yang sedikit ngiler melihat gaya Alena makan. Ia belum pernah melihat buah itu sebelumnya. Dan yang Ia tahu dari baunya sudah tercium rasanya yang asam.
Tiba-tiba Alena menatap wajah pelayannya, Pelayannya jadi tersipu-sipu malu kepergok melihat Alena dengan muka pengen banget. Alena malah nyengir seraya paham gejolak batin pelayannya. Siapa yang tidak ngiler melihat cara Ia memakan buah belimbingnya. Serasa anak kecil melahap coklat dibelakang sepengetahuan ibunya.
"Aku tahu pasti kamu kepengen" Kata Alena sambil tersenyum. Ia bukanlah orang yang secara lahir sudah dikenalkan dengan strata kedudukan seseorang. Tidak seperti Nizam dan yang lainnya di Istana Azura yang memang sejak lahir sudah harus memahami siapa dia, apa kedudukannya, bagaimana harus bersikap dan lain-lainnya.
Alena malah menganggap bahwa kedudukan seluruh manusia adalah sama. Cuma nasibnya aja yang beda. Walaupun Alena terlahir dari keluarga yang kaya raya dan biasa dilayani oleh para pembantu tapi tetap saja Alena itu rendah hati dan murah hati.
Lagipula Ia berasal dari Indonesia yang sudah menghapus sistem kerajaan sudah lama. Kalaupun sekarang beberapa kerajaan di Indonesia masih ada tapi bukanlah menjadi suatu sistem pemerintahan. Jadi apa salahnya kalau Alena bermaksud mengajak pelayannya makan rujak bersama.
"Yu makan rujak bareng, makan rujak itu enaknya rame-rame. Coba kamu icip-icip belimbingnya pasti enak." Alena memberikan pelayannya sebuah belimbing. Tapi Nora Asisten pribadi Alena langsung memberikan hormat. "Maaf yang Mulia, Ini tidak diperbolehkan. Sangat tidak boleh seorang pelayan bertindak tidak sopan."
Alena langsung cemberut, Ia menatap ke wajah Nora dengan kesal. "Tapi Dia kelihatannya kepengen"
Pelayan itu langsung pucat pasi " Ti...tidak Yang Mulia, Hamba tidak menginginkannya"
Wajah Alena jadi mendung, airmatanya kemudian kembali meluncur. Para pelayan langsung berlutut bersujud dan memohon ampun. "Yang Mulia, hamba bersalah, hamba pantas dihukum mati sudah membuat Yang Mulia sedih. Silahkan hukum hamba"
Alena langsung menghentikan tangisannya. Kata-kata pelayannya langsung menyadarkan dirinya. Ia segera melirik ke arah pintu kamar mandi takut Nizam mendengarkan pembicaraan mereka. Nizam terkadang sangat kejam terhadap siapa saja yang ada disekelilingnya.
Jangankan terhadap pelayan terhadap ibunya sendiri terkadang Nizam selalu berargumen untuk mempertahankan pendapatnya jika Ia tidak menyetujui pendapat Ibunya. Ia bukan tipe orang yang manis, lembut, penyayang dan penurut. Nizam seperti gunung berapi yang selalu menyimpan lava di dadanya. Setiap Ia tersinggung maka lava itu akan segera meluap dan menghanguskan seluruh makhluk yang ada didepannya.
Ia segera berkata "Ssst..jangan keras-keras, ayo bangun.. cepat bangun. Jangan sampai Yang Mulia Pangeran melihat kalian berlutut nanti dia akan bertanya-tanya. Nanti Kalian dihukum. Ayo bangunlah..." Alena jadi sibuk sendiri. Para pelayannya segera bangun dan berterima kasih pada Alena. Alena tentu saja ketakutan kalau-kalau pelayan itu dihukum gara-gara dirinya. Seumur hidupnya Ia tidak akan lupa bagaimana seorang Kasim harus kehilangan nyawanya gara-gara kesalahan dia.
"Sudah-sudah Kamu tidak perlu makan bersama Aku, nanti Aku akan memberikannya pada mu"
"Hamba tidak berani"
"Apaan sih? cuma belimbing doang kaya makan jamur termahal di dunia saja. Di negaraku makanan kaya gini banyak ditanam orang. Cuma jarang dijual orang saja. Nanti Kalau tidak nyicip Kamu bisa mati penasaran. Jangan Takut nanti Aku akan bilang pada Yang Mulia kalau Aku ngidam lihat kamu makan buah ini. Bila perlu Aku ngidam yang Mulia juga buat memakannya."
Ups...Sedetik kemudian mata Alena berkilat-kilat licik. Ia seperti menemukan ide fantastis. 'Ha...ha...ha... benar-benar kenapa tidak aku minta Nizam mencoba buah ini. Biar dia sekali-kali tahu rasa.' Alena berkata dalam hatinya sambil senyum-senyum.
Tidak lama kemudian Nizam keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk saja. Tubuh atletisnya langsung terekspos dengan bebas. Nizam melihat dua orang pelayan dan asisten Alena yang sedang melayani Alena. Nizam mengibas-ngibaskan tangannya menyuruh mereka keluar. Mereka segera memberikan hormat dan keluar dari kamar Alena dan Nizam.
Alena melihat tubuh suaminya penuh minat. Dada yang bidang, bahu yang kokoh dan lebar, perut yang begitu datar dan sepasang kaki yang panjang dan kokoh. Tubuh Nizam cocok banget jadi cover majalah pria dewasa.
Alena yang baru saja mau memakan sebagian belimbingnya jadi melirik terpesona. Badan Nizam basah dan berbau harum sabun.
Tetapi Nizam seakan tidak engeh Istrinya sedang terpesona dan sekarang mulai menitikkan air liur. Buah belimbing yang tersusun rapih di atas sebuah piring keramik bewarna biru seakan sudah tidak menarik seleranya lagi. Lagipula memakan beberapa buah belimbing sudah menghilangkan rasa jualnya. Tubuh suaminya kini malah seperti mangga muda yang siap dilahap. Ia ngidam tubuh Nizam sekarang.
Alena berdiri dan mulai berjalan menghampiri suaminya. Nizam malah melangkah menghampiri lemari pakaian dan ketika baru saja membuka lemari pakaian tiba-tiba Alena memeluknya dengan erat.
"Hey...hey...apa yang kamu lakukan?" Nizam terkejut Ia langsung mau melepaskan pelukan Alena.
"Nizam...Kamu sudah lama tidak menyentuhku, Aku jadi kangen" Nafas Alena mulai tidak beraturan. Darahnya naik dengan cepat. Seakan api yang sedang membakar tumpukan ranting kering nyalanya mulai menjela-jela ke setiap inchi tubuhnya. Tubuh Alena menjadi panas.
'Lama?? Perasaan baru beberapa hari yang lalu.' Nizam mengerutkan keningnya. Ia malah memegang tangan Alena lalu berkata lembut.
"Jangan Alena, Kau kan sedang hamil muda, nanti bayinya kenapa-kenapa, sabar yah...nanti dua bulan ke depan kita baru bisa ngapa-ngapain. Atau tunggu pendapat dokter dulu. Aku takut membahayakan janinnya"
Mata Alena melebar tajam, Lagi horny berat tiba-tiba ditolak seperti itu, Rasanya sakit banget. Belum hamil saja Alena itu terkadang meledak-ledak apalagi sekarang kondisinya sedang hamil. Maka Ia langsung melepaskan pegangan tangan Nizam pada tangannya. Kemudian Ia berbalik dengan air mata yang mulai tumpah ruah