webnovel

Basah dan Bergairah

作者: Litium
奇幻
連載 · 53.8K 流覽
  • 3 章
    內容
  • 評分
  • N/A
    鼎力相助
摘要

Petir menyambar. Nirmala menjerit, diiringi gelegar guntur dari langit. Tidak berapa lama, suara tangis bayi membahana. Air mata haru jatuh berderai, disambut cahaya kilat menyambar. Sekejap, langit dan semesta menjadi terang benderang. Dukun anak paruh baya meminta pembantunya agar lekas-lekas memandikan si bayi. Di luar, angin menderu keras. Pohon-pohon meliuk menyebabkan beberapa dahan berpatahan. Air sungai meluap hingga dengan cepat menimbulkan banjir besar. Beberapa tanggul jebol, membuat suasana kian riuh diliputi kepanikan. Bersamaan dengan cahaya kilat menyambar, pintu ruangan terbuka lebar. Seorang pria berpakaian pelayan masuk terburu-buru. Ia celingak-celinguk seakan-akan takut akan sesuatu. Mata kecokelatannya memandang hampa pada Nirmala yang tampak sangat lelah juga gelisah. “Bawa ... bawa bayi itu!” Nirmala mengucap lirih. Air matanya berderai lebih deras, menyaingi lebat hujan.

Chapter 1Prolog

Basah dan Bergairah

.

Petir menyambar.

Nirmala menjerit, diiringi gelegar guntur dari langit. Tidak berapa lama, suara tangis bayi membahana. Air mata haru jatuh berderai, disambut cahaya kilat menyambar. Sekejap, langit dan semesta menjadi terang benderang.

Dukun anak paruh baya meminta pembantunya agar lekas-lekas memandikan si bayi.

Di luar, angin menderu keras. Pohon-pohon meliuk menyebabkan beberapa dahan berpatahan. Air sungai meluap hingga dengan cepat menimbulkan banjir besar. Beberapa tanggul jebol, membuat suasana kian riuh diliputi kepanikan.

Bersamaan dengan cahaya kilat menyambar, pintu ruangan terbuka lebar. Seorang pria berpakaian pelayan masuk terburu-buru. Ia celingak-celinguk seakan-akan takut akan sesuatu. Mata kecokelatannya memandang hampa pada Nirmala yang tampak sangat lelah juga gelisah.

"Bawa ... bawa bayi itu!" Nirmala mengucap lirih. Air matanya berderai lebih deras, menyaingi lebat hujan.

Mengangguk, pria berpakaian pelayan gesit meraih bayi yang baru saja selesai dimandikan. Ia membungkus bayi merah itu dengan sehelai kain beledu tebal berwarna merah bata. Tanpa basa-basi, buru-buru melangkah ke muka pintu.

"Lendra ... terima kasih," ucap Nirmala, parau.

Spontanitas, Lendra menghentikan langkah di ambang pintu. Namun, hanya sekejap. Tanpa mengucap apa-apa, ia berlari pergi.

Hujan lebat semakin rapat. Air bah menggenang, memasuki halaman Keraton Baiduri. Para prajurit kalang kabut kian kemari, berupaya sekuat tenaga menghalau banjir. Dalam kekacauan, seorang pelayan yang membawa bayi, mengendap-endap seperti ingin melarikan diri.

Lendra bersembunyi di balik pilar. Bayi dalam pangkuannya ditutupi kain tipis berwarna hitam. Ia menyelinap di antara bunga-bunga kertas (bugenvil). Namun, saat mencoba melewati pintu gerbang, seorang prajurit menegurnya.

"Pelayan, Len. Kau mau ke mana?" Seorang prajurit berkumis lebat menatap, menyelisik.

"A-anu ... Raden Ayu Nirmala meminta saya──" Lendra tersentak. Tidak mampu lagi meneruskan kalimat karena dari arah samping kiri dan kanan halaman, muncul pasukan Wangkara; pasukan yang saat ini tengah menjajah kerajaan-kerajaan di wilayah Cataka──termasuk Kerajaan Baiduri.

"Tangkap pelayan itu!" seru salah satu prajurit Wangkara.

Menggertakkan gigi, Lendra mengeratkan boyongannya pada si bayi. Tanpa basa-basi lagi, ambil langkah seribu, berlari sekencang yang ia mampu. Bersamaan dengan kilat menyambar, guntur menggelegar, pasukan Wangkara mengejar.

Lendra berlari menerobos deras hujan dan air bah setinggi setengah betis. Kedua mata hitamnya memandang lurus ke depan. Abai pada suara nyaring kecipak kaki-kaki kuda yang mengejar di belakang. Ia harus fokus, tidak boleh menoleh. Sebab, sekali saja melongok ke belakang. Niscaya nyali yang dimiliki pasti ciut, melebur hancur.

"Panah!" titah hulubalang pasukan yang mengejar.

Belasan gandewa terpentang, belasan anak panah berlesitan.

Menabahkan hati, Lendra tetap fokus ke depan, tak menoleh ke belakang. Ia mengandalkan pendengaran agar bisa mengenali arah serangan. Gesit, melakukan gerakan jungkir-balik di udara laksana manuver akrobatik. Semua anak panah masuk ke dalam air, berhasil dielakkan.

Jarak hulubalang pasukan yang menghunuskan pedang panjang dengan Lendra hanya tinggal beberapa depa saja.

"Berhenti! Serahkan bayi itu atau tubuhmu kami cincang pelayan rendahan!" ancam si hulubalang pasukan, menggelegar.

Tak mengindahkan, Lendra terus saja menambah kecepatan. Anak panah masih terus berdatangan, berderu memburu. Meski memiliki gerakkan yang cukup gesit dan cekat, tak urung dua anak panah menancap juga. Satu di lengan kiri, satu lagi di punggung sebelah kanan. Namun, sekalipun sudah terluka sedemikian rupa, ia tak patah berupaya.

Di depan sana merupakan pedesaan yang terendam banjir. Warga sibuk kian kemari menyelamatkan diri maupun harta duniawi. Hal ini memberi sedikit keringanan bagi Lendra karena para prajurit Wangkara berhenti memanahi. Mungkin, mereka takut salah bidik atau meleset mengenai warga.

Langit kelabu semakin pekat mengelam. Hujan enggan berhenti dan malah semakin menjadi-jadi. Kaki Lendra menginjak sesuatu yang licin di bawah air. Ia terhuyung, hampir saja bayi dalam dekapannya mencelat jatuh. Beruntung, masih sempat bersangga pada serambi rumah yang terendam air banjir. Namun, siapa nyana. Hal itu justru memberi kesempatan pada si hulubalang pasukan Wangkara untuk semakin mendekat.

"Brettt!"

Pakaian belakang Lendra robek besar bersamaan dengan kulit punggung terkoyak dalam. Bilah tajam pedang si hulubalang berhasil menebas.

Menggeram, Lendra menggertakkan gigi. Mengabaikan rasa sakit tidak alang kepalang, ia menggerakkan kaki. Berlari menerobos banjir, menerjang membelah badai. Menabahkan hati memohon pertolongan Sang Ilahi.

Untuk menghindari pasukan berkuda, Lendra berlari ke arah Hutan Kinara. Di sini, pohon-pohon kiara dan mahoni tumbuh besar-besar serta rapat. Perdu dan semak belukar tumbuh subur. Sulur-sulur malang melintang laksana jerat-jerat maut bagi langkah kuda.

Ringkikkan nyaring membelah langit, disahuti gelegar guntur menggetarkan gendang telinga. Dua kuda pasukan Wangkara jatuh terjungkal akibat tersangkut sulur. Belasan lainnya masih berusaha mengejar, tetapi menemui kesukaran. Akar dan tumbuhan sulur amat sulit dihindari. Belum lagi semak belukar dan medan tanah yang terjal. Selang berapa lama, satu kuda kembali meringkik, tubuhnya dan si penunggang hilang ditelan jurang.

Hulubalang pasukan mengangkat tangan. "Cukup! Kita kembali saja dan menunggu di tepi hutan. Bagaimanapun, dia tidak mungkin hidup di hutan selamanya. Begitu nanti dia keluar, langsung kita habisi. "

Usai memuntahkan kata-katanya, si hulubalang lekas memutar kuda. Para prajurit lainnya melakukan hal serupa.

Bersambung ....

你也許也喜歡

PENDEKAR TAPAK DEWA

Kebiadaban yang dilakukan oleh gerombolan La Kala (Kelompok Merah-Merah) di bawah pimpinan La Afi Sangia makin merajalela. Terakhir mereka membantai penduduk Desa Tanaru beserta galara (kepala desa) dan keluarganya sebelum desa mereka dibumihanguskan. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana yang sebagian besarnya hangus bersama rumah-rumah mereka. Darah Jenderal Hongli alias Dato Hongli mendidih menyaksikan bekas aksi kebiadaban yang di luar batas kemanusiaan itu. Darah kependekarannya menangis dan jiwanya menjerit. Tetapi ada sebuah keajaiban. Di antara mayat-mayat bergelimpangan ada sesosok bayi mungil yang kondisinya masih utuh. Tubuhnya sama sekali tak bergerak. Sang bayi malang seolah-olah tak tersentuh api walau pakaiannya telah menjadi abu. “Oh...ternyata bayi ini masih hidup,” desah sang mantan jenderal perang kekaisaran Dinasti Ming. Diangkatnya bayi itu seraya lanjut berucap, “Akan kubesarkan bayi ini. Dia adalah sang titisan para dewa. Akan kugembleng ia agar kelak menjadi seorang pendekar besar. Kelak, biarlah dia sendiri yang akan datang untuk menuntut balas atas kematian keluarganya serta seluruh penduduk desanya. Akan kuberi bayi ini dengan nama La Mudu. Ya, La Mudu, Si Yang Terbakar...!” Lalu sang pendekar besar yang bergelar Wu Ying Jianke (Pendekar Tanpa Bayangan) itu mengangkat tubuh bayi itu tinggi-tinggi dengan kedua tangannya. Ia berseru dengan suaranya yang bergetar membahana: “Dengarlah, wahai Sang Hyang Dewata Agung....! Aku bersumpah untuk menggembleng dia menjadi seorang pendekar besar yang akan menumpas segala bentuk kejahatan di atas bumi ini..!! Wahai Dewata Agung, kabulkanlah keinginanku ini...!! Kabulkan, kabulkan, kabulkan, wahai Dewata Agung...!” Sang Hyang Dewata Agung mendengar permohonannya. Alam pun seolah mengamininya. Cahaya petir langsung menghiasi angkasa raya yang disusul dengan guruh gemuruh yang bersahut-sahutan. Tak lama kemudian hujan deras bagai tercurah mengguyur bumi yan

M Dahlan Yakub Al Barry · 奇幻
分數不夠
89 Chs

ADURA

Seorang gadis bernama Yena, sudah cukup lama bekerja di Kerajaan Altair sebagai Pengawal Pribadi Raja. Dia dilantik secara langsung oleh Sang Raja dari kerajaan tersebut. Dia juga dipercaya, menjaga Pedang Legendaris Er'dura sebagai pemilik resminya. Namun, belum genap empat tahun Yena menjabat, tersiar isu pembunuh bayaran yang mengincar orang-orang penting di kerajaan. Kabar ini menyebar hingga ke penjuru negeri, tak terkecuali Negeri Aisty. Yena segera ditugaskan mengusut tuntas kasus ini, berpacu dengan waktu. Sebab pembunuhan demi pembunuhan terus terjadi. Pelaku dengan sadis, meninggalkan tubuh korbannya tanpa kepala. Yena yang hampir putus asa, pulang sebentar untuk sekadar beristirahat dan mendinginkan kepalanya dari tugas. Tak disangka, muncul seorang pemuda bernama Hazard, yang entah dari mana, tahu-tahu membeli rumah di sekitar tempat tinggalnya. Ciri fisiknya sama persis dengan si pembunuh, sesuai keterangan saksi. Sayang, tidak ada yang tahu bagaimana bentuk wajah aslinya. Sehingga kecurigaan Yena masih perlu diselidiki lebih dalam. Membuat Yena makin tertarik untuk mengungkapkan, siapa sebenarnya seseorang yang ada dibalik masker? *** “Tenang saja Nyonya. Saya berjanji, akan menuntaskan semua kejahatan yang telah dilakukan oleh Raja Altair zaman ini." “Bagaimanapun kondisinya, keluarga adalah hal pertama yang harus kulindungi.” “Aku juga seorang pangeran, tugasku melindungi kampung halaman dari para penghianat dan makhluk perusak.” “Walau kepentingan kami berbeda, tapi tujuan kami serupa. Yakni, mengirimmu langsung ke neraka!" *** Update: Sangat Lambat

DeanyNa · 奇幻
5.0
80 Chs

My Heart Is Breaking

Hallo ketemu lagi dengan karya Berli yang kedua. Kalau yang kemarin kisah Lardo dan Lalita sekarang kita pindah ke kisah Tiara dan Dante. Semoga Kalian suka ya. Sertinya anda salah paham pak, kemarin hanya sebuah kesalahan, saya tidak bermaksud mengoda atau merayu anda seperti teman-teman saya yang lain. Dante menarik Tiara duduk dipangkuanya "Aahh...Tiara terkejut apa yang anda lakukan?!!!" "Mencari tahu nona" "Men..mencari tahu "tentang apa?" "Satu tangan Dante memeluk kuat pingang Tiara sehingga Tiara tetap dalam pangkuan Dante. Umm...Dante menyipitkan matanya, bagaimana rasanya bibir kecilmu ini Tiara. Aku penasaran, "Lepaskan. Aku bisa melaporkan anda telah melecehkan karyawan anda" "Ha.....ha...menurutmu apa ada yang akan percaya ?" "Aku tidak perduli, lepaskan aku." "Tidak sebelum aku tahu bagaimana rasanya bibir mungilmu ini, tidak pernah ada wanita yang menolakku Tiara dan aku tidak pernah meminta seorang wanita menghangatkan ranjangku seperti aku meminitamu barusan, kau sangat sepesial sayang, seharusnya kau bangga" Jadi berhenti jual mahal, aku sangat tahu dengan sikap sepertimu ini Tiara aku sedang tidak ingin merayumu. Ini hanya permainan kecilmu untuk menaikkan nilai" "Nilai katamu" aku bukan barang tuan besar!" teriak Tiara emosi "Sialan kau Tiara!" bentak Dante Keluar dari ruanganku sekarang juga! teriak Dante dingin, Tiara mencicit keluar dengan jantung berdebar sangat kencang, jangan lupa kopi pahitku besok pagi ingatnya dengan dingin "Apa kau tidak takut aku meracuni kopimu?" "Dante menatap intens kedalam kedua mata Tiara, aku yakin kau tidak akan melakukannya, sekarang keluar. Tiara memegangi dadanya, merasakan dentum jantungnya yang mengila, sialan Dante, aku belum pernah melihat Dante berteriak seperti tadi.

Berliana_Manalu · 奇幻
分數不夠
207 Chs

UnHuman

Sinopsis : Ini adalah masa dari awal kekacauan yang sesungguhnya. Waktu di mana semuanya perlahan-lahan hancur, dan memasuki masa paling kelam dalam sejarah umat manusia. Dunia di mana adanya entitas makhluk selain manusia berkumpul. Pada awalnya manusia tidak menyadari keberadaan mereka, namun kini mereka sudah menyaksikan semuanya dengan mata kepalanya sendiri. Ini adalah dunia di mana keberadaan para makhluk mengerikan hidup secara terpisah dari mereka. Entitas yang memiliki kekuatan mengendalikan kekuasaan atas dimensinya. Mereka sang penguasa yang mengatur pantas atau tidaknya suatu esensi harus bertahan, atau dimusnahkan. Kisah kemudian bermulai ketika seorang pemuda terbangun tanpa bisa mengingat identitas dirinya sendiri. Kenyataan pahit harus diterima pemuda itu ketika mengetahui dunia kini sedang mengalami kehancuran massal akibat dari peperangan antar ras yang berlangsung lama. Umat manusia kini harus berjuang mempertahankan diri mereka terhadap ras baru yang disebut, Unhuman. Suatu entitas hasil dari ciptaan seorang penguasa. Masa depan yang kelam tengah menanti seluruh ras. Manusia maupun bukan manusia tidak lagi memiliki kepercayaan antar sesama. Konflik, perebutan kekuasan, dan genosida diberlakukan. Bagaimanakah nasib dunia ini selanjutnya? Genre : Fantasy, Action, Horror, Supernatural, Superpower, Shounen. Note : Cerita banyak mengandung kekerasan, darah, dan kata-kata kasar. -- Harap bijak dalam membaca cerita saya. Jikalau ada kesalahan kata dan suatu kalimat yang menyinggung suatu pihak, ini murni ketidaksengajaan --

AnggaraSensei · 奇幻
4.9
180 Chs

評分

  • 全部評分
  • 寫作品質
  • 更新穩定度
  • 故事發展
  • 人物形象設計
  • 世界背景
評論
點贊
最新
Sovina_Karim
Sovina_KarimLv4

鼎力相助