__________________________________
"Aku tidak muncul di depanmu lagi bukan karena tidak peduli ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Menyongsong hari pernikahan, penerbangan ke Turki menghabiskan 11 jam lengkap proses landing. Namun, dari Bangkok ke Izmir, Mile Phakpum sama sekali tidak keluar dari kamar jet-nya. Entah kenapa. Alan saja tidak dibiarkan masuk, dan ketukan dari Nazha hanya berbuahkan diam. Hal yang membuat si bocah menangis, lalu berlari ke kabin depan karena diabaikan ayahnya. "Huaaaaaa!! Da daaaaa!" jeritnya memanggil sang kakek.
Lufeng Gui Bextiar pun memangku cucunya dengan penuh kasih. Lelaki beruban itu mendekap Alan khawatir, tapi tidak berkomentar tentang perilaku calon menantunya. "Sssh ... shhh ... Alan Sayang. Cup ya ... cup ...." katanya sambil mengusapi pipi bocah itu.
Namun, bukan Nazha namanya jika tidak peka. Wanita itu duduk tidak jauh dari kamar Mile. Lalu mendesain model perhiasan dalam buku sketsa hingga tertidur.
BRAKH!
Buku itu pun jatuh karena turbulensi dadakan. Pulpen dan pensilnya ikut menyusul, tapi Nazha menemukan kamar Mile tetap tertutup. Mungkin dia hanya sedang tidur? Lama-lama Nazha pun memberesi peralatan tersebut. Melipir pergi. Lalu terbaring di kamar yang lain.
"Kau tahu, Nazha? Menurutku Izmir itu kota yang indah," kata Liu Hanyi sebelum mereka menikah. "Tapi, secinta-cintanya aku pada tanah kelahiranmu, tempat ini tidak pernah memberiku ketenangan."
Nazha pun menutup mata dengan lengan rampingnya. Dia lelah tapi tidak bisa tidur lagi, malahan teringat sang suami yang telah pergi. Lelaki itu memiliki senyum yang sangat manis. Dia beda jauh dengan Mile, tapi selalu ditolak keluarga karena terlalu tidak mumpuni. Mulai dari pendidikan kurang, keluarga rendah kasta, dan passion sebagai pebalap mobil, meskipun tidak pernah juara.
Liu Hanyi sangat kesulitan selama memperjuangkan dirinya di masa lalu, sampai-sampai membiarkan keluarga Nazha mengotorisasi pernikahan mereka.
"Mereka bilang begitu?" tanya Hanyi saat Nazha dilarang menggugurkan kandungan karena tahu siapa ayahnya. Mereka menggunakan itu sebagai hukuman besar, jika Hanyi tetap mengulangi lamaran yang sudah ditolak berkali-kali. "Tapi, kudengar keluarga Romsaithong memang cukup hebat. Mereka urutan 7 kan di Thailand? Tidak heran jika mamamu mengharapkan dengannya saja."
DEG
Seketika ekspresi Nazha pun langsung berubah.
"Oh, Hanyi. Kami tidak seserius itu," sela Nazha berusaha menenangkan. "Lagipula kau pernah bertemu Mile sendiri, kan? Kau paham dia orangnya seperti apa. A freedomer, okay? Sama sekali tidak sama denganmu."
Ada jeda cukup panjang selama mereka saling menatap.
"... oh, ya? Freedomer seperti apa yang patuh pada keluarga?"
DEG
"Apa?"
"Bukankah fotografer itu tetap kuliah bisnis? Dia sepertimu, Nazha. Tipe yang memikirkan rumah mau sejauh apapun terbang. Ha ha ha ha ha. Kalian memang cocok sekali ...."
Cocok sekali, huh? Lantas situasi sekarang apa menggambarkan kata itu? Nazha benar-benar tidak habis pikir. "Aku sebaiknya istirahat sebentar ...." gumamnya sembari menarik selimut. Wanita itu menutup kaki hingga ujung kepala, membuat tanda-tanda kissmark di leher ikut jadi rahasia.
1 Jam yang lalu ....
Sejak pesawat landas, sudah 16 nikotin pact yang menempel di lengan kiri Mile Phakpum. Setiap lima jam diganti 8, dan kini sudah kedua kalinya sang Alpha memasang benda tersebut. Kepalanya pusing, jujur saja. Mile kesulitan tidur sejak dua hari lalu, tapi tetap bekerja tanpa mengurangi jadwal. (*)
(*) Nikotin pact adalah salah satu terapi melalui kulit yang memberikan dosis nikotin terukur. Jadi, Mile lagi berusaha berhenti rokok.
Lelaki itu juga tidak lepas dari file hingga sekarang. Dia benar-benar menyelesaikan banyak tugas tak seperti dulu, walau akhirnya ambruk di atas ranjang.
BRUGH!
"Hahh ... hahh ... hahh ...." Napasnya terdengar sangat berisik. Sampai-sampai sesak kalau tak melepas kemeja. Dia pun menyemprotkan ventolin inhaler ke dalam mulutnya.
Tok! Tok! Tok!
"Mile?" panggil Nazha dari balik pintu.
Tok! Tok! Tok!
"Mile, apa kau baik-baik saja?" tanya Nazha sekali lagi. Kali ini ada suara Alan yang merengek di sebelah sang calon istri. Mungkin si bocah ingin bermanja lagi, "Tapi maaf, Alan. Aku bisa saja menghajarmu kalau memaksa masuk ke sini--"
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
Dengan jantung yang berdebar tak jelas, Mile pun akhirnya bisa tidur meski hanya 15 menit. Dia bangun lagi dalam kondisi berpeluh. Badan capek, lemas, dehidrasi, juga mengalirkan air mata, meski tanpa disadari.
"Ha ha ha ha ha ...." Alpha itu mendadak tertawa seorang diri. Dia merasa lucu dengan hidup ini, tapi makin sakit mengingat omongan Pin kemarin lusa.
"Kenapa baru kemari lagi, Mile? Aku sudah memberikan bayi-bayimu kepada ibunya. Jadi lupakan saja. Mungkin Alpha baru Apo sudah menggantikan kewajibanmu," kata Pin ketika Mile baru turun dari mobil. Lelaki itu pun terdiam lama. Sangat pias, apalagi setelah Pin masuk mengambilkan satu kotak kardus. "Oh, iya. Ini, barang dan mainan yang masih tersisa. Bawa saja. Siapa tahu kau senang. Kalau soal stroller dan ranjang bayi, jangan khawatir. Semua sudah kuberesi ke gudang."
BRAKH!
Kekasih Pomchay itu tidak takut ketika membanting pintu. Dia meninggalkan kesunyian saat Mile kembali ke mobil, meletakkan kardusnya ke jok belakang, lalu membuangnya di tempat sampah tepi jalanan.
"Eh? Tuan? Kau serius tidak membutuhkan semuanya?" tanya seorang pemulung dari belakang. Entah sejak kapan dia datang, yang pasti Mile hanya meliriknya setelah berbalik.
"Ambil saja kalau kau mau."
BRAKH!
BRRRRRRRMMMMM!
Setelah itu, si pemulung pun bingung karena mobil McLaren di depannya menjauh sangat ugal-ugalan. Si pemilik mungkin sedang emosi, tapi dia bersyukur dapat benda-benda bagus. "Wah ... ini sepertinya sangat mahal," katanya. Lalu memasukkan satu per satu ke dalam karung.
Mile pun pulang dan langsung mengguyur tubuh dengan air dingin. Dia mandi cukup lama karena isi kepalanya buram, tapi tidak lagi mengamuk seperti biasa. Alpha itu juga membiarkan Nazha mondar-mandir menyiapkan keperluan, meski lebih sering dia suruh keluar.
"Mile, apa terjadi sesuatu?" tanya Nazha. "Kau kelihatan buruk sekali."
Namun, kali ini Mile tidak fokus kepada dirinya. "Kau sendiri bagaimana? Tidak masalah memiliki suami yang tidak becus?" tanyanya. "Alan mungkin anakku, tapi dia pantas dapatkan yang lebih baik."
Nazha pun diam sejenak untuk berpikir. ".... kau membahas hal ini lagi?" tanyanya. "Bukankah sudah pernah kubilang, aku tidak masalah mengawasi seseorang yang masih mau belajar."
"...."
".... Liu Hanyi bahkan lebih buruk darimu, Mile. Tapi berhasil tidaknya tetap tergantung kalian," kata Nazha. "Dan apa kau tahu? Dia dulu berakhir gagal--fine. Kau pun boleh menirunya kalau memang sudah seputus asa itu."
Seketika, bola mata Nazha terlihat sangat terluka. Wanita itu ingin menangis, tapi sepertinya sudah terbiasa. Mungkin karena Liu Hanyi menjadi pembelajaran sekian tahun.
"Tapi istriku takut padaku ...." kata Mile tiba-tiba. Dia tersenyum tipis nan hambar, hingga Nazha kesulitan berpaling darinya. ".... dia pernah melihatku seperti monster, paham? Badannya juga menggigil dan refleks menghindariku sampai berbulan-bulan."
...
.....
Ada jeda yang sangat menyesakkan setelah itu.
".... oh," desah Nazha. "Tapi kulihat dia baik-baik saja, Mile. Bukankah yang waktu itu menghadiri resepsi?" tanyanya. "Aku ingat karena dia menggendong bayi seperti di foto."
Mile pun mendongak dan tertawa-tawa. Dia seperti orang gila untuk beberapa saat, tapi Nazha menggenggam tangannya seerat mungkin. "HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA!"
"Mile ...." panggil Nazha sepelan bisikan angin. "Mile, semuanya akan baik-baik saja, oke? Kau hanya jangan terlalu khawatir ...."
Namun tawa Mile semakin keras. Suaranya menggelegar hingga memenuhi kamar, dan Nazha tidak tahan untuk tak memeluk kepala dia.
BRUGH!
"HA HA HA HA HA HA HA HA HA!"
"Mile, it's okay ..." kata Nazha dengan belaian lembut pada rambutnya. "Mile, trust me. Segalanya akan membaik, it's okay ...." ulangnya berkali-kali.
"HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA HA! FUCK! HA HA HA HA HA!"
Mungkin, Mile memang tidak mengatakan apapun. Namun, Nazha paham lelaki ini tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Bagaimana pun, Mile pernah melukai orang yang sangat dia cintai. Di tepi ranjang, dia terduduk sadar setelah ingat Apo berdarah di sana-sini, makin trauma, dan memendam kebencian teramat dalam.
"FUCK! Sialan! APO!"
BRAKKHHH!!
"KAU YANG SIALAN, BRENGSEK! KAU!"
BRAKHH!!
"Oh, ya? Tapi kenapa ragu, Apo Nattawin? TERUSKAN! Kau benar-benar tidak tahu diuntung--"
BUAGH!
PLAARRR!!! PLARRRRRRR!!
"Arrrghhhh!!! Khhh--hhh ... hhh ...."
BRAKHHHH!!
"ARGHH!"
Dan, ya ... Mile sempat ingin mendekat setelah perkelahian paling parah yang terakhir. Tapi dia lebih ketakutan jika Apo makin membenci. Sehingga menyerap emosinya saat Apo pergi semakin jauh. Ha ha ha ha ha! Biarkan dia yang teluka disembuhkan oleh orang lain. Toh Mile tidak bisa menggapai Apo dengan tangan yang waras lagi. Dia rusak dan tak ingin segalanya semakin rusak. Tapi cukup jangan pergi sepenuhnya sampai kapan pun ....
"Mile, kau tahu kan dia sebenarnya dekat sekali?" tanya Nazha pada waktu itu. "Kenapa tidak bicara padanya lagi? Mungkin masih ada jalan tengah untuk kalian. Kau hanya harus jujur dengan perasaanmu."
DEG
Kelopak mata Mile pun redup perlahan. "Ha ha ha .... begitu?" tanyanya dengan tatapan kosong.
"Ya, tentu," kata Nazha. "Kau pasti bisa membawanya kembali kalau serius ...."
Ha ha ha. Serius, huh? Namun, Mile rasa dia sudah terlambat untuk semua itu.
"Setelah Ann, Leodra, dan wanita lacurmu. Siapa lagi yang akan kau tusuk, Mile? Lalu dengan obat-obatan itu, apa kau akan melakukan bonding dengan mereka juga? Dapat anak dari mereka juga? Menikahi mereka juga? Bagus. Kalau begitu selamat bertemu di pengadilan untuk kesempatan selanjutnya."
DEG
SRAAAAAAAAAAAAAAAKHHH!
BRAKHHHHHH!!!
"APO!!!"
BRAKKKKKKH!
PRANGGG!!
"BRENGSEK, MILE! DASAR KAU SETAN K*LAMIN! TAKKAN KUBIARKAN KAU MELESAT SEORANG DIRI!"
"APO! STOP IT! APO!"
"FUCK!"
BRAKKKKHHHH!!
PRAANGGGG!! PRANGG!!
PRAKKHHHHHHH!
Mereka memang tak lagi bisa bicara dari hati ke hati. Segalanya hanya tentang amarah, kekecewaan, lelah, juga merasa terkhianati. Tapi Mile sebenarnya cukup lega melihat Apo membaik. Omega itu muncul lagi dengan wajah secerah yang pernah dia ingat. Seluruh luka-luka Apo juga sembuh total. Bahkan bisa tersenyum manis, walau lengan yang Apo gandeng bukan lagi miliknya.
"Ha ha ha ha ha. Memang sudah paling benar begitu ...." tawa Mile sambil mengusap wajah. Dia pun menilik arloji untuk mengecek waktu penerbangan, lalu melepasnya untuk mandi terlebih dahulu.
Mungkin, waktu selesainya tepat landing di Bandar Udara Adnan Menderes, Izmir. Setidaknya Mile keluar dalam kondisi baik, sehingga bisa menghadapi Alan tanpa ingin memukul lagi.
CKLEK!
"Dadddddyyyyyyyyy!!"
BRUGH!
"Alan--"
"DADDYYYYYYY! HUAAAAAAAAA!" jerit Alan yang langsung menangis. Bocah itu pun digendong Mile untuk ditenangkan, walau sang Alpha tidak bisa melakukannya kepada Apo dan bayi-bayinya lagi.
Karena sudah cukup sekali untuk belajar, dan harusnya cukup sekali untuk berubah. Mile benar-benar ingin menebus rasa bersalahnya dengan cara lain, walau Apo tidak mau menerima itu darinya seperti dulu.
"Aku tidak muncul di depanmu lagi bukan karena tidak peduli. Tapi ketakutan yang terpendam dimatamu karenaku itu ... adalah hal yang tidak bisa dimaafkan oleh diriku sendiri."