webnovel

14. sudden Test was shit.

17 Desember 2057

Empat bulan telah berlalu sejak kejadian besar di Akademi Viper. Hari ini adalah hari pertama akademi kembali beroperasi, tetapi kejutan datang saat pemberitahuan mendadak disampaikan kemarin: ujian semester langsung dilaksanakan hari ini.

K membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamarnya yang sederhana. Dengan malas, ia mengangkat tubuhnya dan bergumam, "Kenapa harus ada ujian? Liburan empat bulan itu sudah cukup panjang untuk melupakan semuanya." Namun, seperti biasa, rasa peduli itu tidak pernah benar-benar singgah di benaknya.

Dia melangkah keluar kamar, mandi, dan mengenakan seragam akademinya. Saat duduk di meja makan bersama kakeknya, K hanya mengunyah sarapannya tanpa semangat.

"Jadi, kamu siap untuk ujian itu?" tanya kakeknya dengan nada santai, sambil menonton berita pagi.

"Tidak terlalu," jawab K dengan suara datar. "Apapun ujiannya, aku nggak peduli."

Kakeknya tertawa kecil. "Itu sikap yang menarik, tapi jangan terlalu santai. Ujian itu bisa lebih dari sekadar kertas soal."

K hanya mengangkat bahunya, menghabiskan makanannya, lalu pergi ke akademi.

---

Ketika K tiba di gerbang Akademi Viper, pandangannya sedikit berubah. Bangunan yang dulunya terlihat biasa saja kini telah direnovasi total.

"Hm, keren juga ya," gumam K, meskipun ekspresinya tetap datar.

Bangunan itu mengusung gaya klasik yang elegan, berpadu dengan sentuhan modern. Pilar-pilar megah berdiri kokoh di depan gedung utama, dihiasi corak lembut yang tidak mencolok. Taman di sekelilingnya penuh bunga yang tertata rapi, sementara air mancur di tengah halaman menambah kesan megah.

K melangkah masuk. Bagian dalam bangunan terlihat lebih mewah daripada sebelumnya, dengan dinding-dinding bercahaya lembut dan lantai marmer yang bersih mengilap. Di sepanjang koridor, murid-murid berkerumun, terlihat bersemangat membahas ujian mendadak ini.

Di lantai tiga, K masuk ke kelasnya. Dia mendapati kelas itu juga mendapat renovasi kecil. Meja dan kursi tampak baru, pencahayaan lebih terang, dan suasana terasa segar meskipun tata letaknya tetap sama. Namun, pembicaraan di dalam kelas lebih mendominasi suasana.

"Apa-apaan sih ujian mendadak ini?" keluh Fritz sambil menghempaskan dirinya ke kursi.

"Beneran, ya. Padahal aku sudah lupa semua teori setelah empat bulan libur," balas Brandon, yang menyandarkan tubuhnya di kursi. "Kenapa nggak ngasih kita waktu seminggu buat persiapan dulu, sih?"

Ane menyela sambil melipat tangannya di meja. "Mungkin ini cara mereka untuk mengetes apakah otak kita masih berfungsi atau nggak."

Cramaric yang sedang bermain dengan bolpoinnya menimpali, "Hah, aku udah siap! Kecepatan tangan petirku bisa jawab soal lebih cepat daripada kalian semua."

"Kecepatan nggak ada gunanya kalau jawabanmu salah," ledek Chloe sambil melirik ke arah Cramaric, ekspresinya tetap tenang.

K duduk di kursinya yang biasa, dekat jendela. Dia menatap keluar, mengabaikan obrolan di sekitarnya. Namun, suara Julia yang penuh semangat memecah lamunannya.

"Serius deh, mereka ngapain aja selama empat bulan itu? Rehabilitasi gedung sih oke, tapi langsung ujian? Hah, aku butuh liburan dari liburan!"

Saudaranya, Julian, hanya tertawa kecil. "Santai aja. Kita 'kan bisa belajar sambil jalan. Lagi pula, ujian ini mungkin cuma buat formalitas."

"Kalau formalitas, kenapa jadwalnya tiga hari penuh?" potong Froze sambil meregangkan tangannya.

K menghela napas, melirik Chloe yang terlihat tenang seperti biasa.

"Ujian tiba-tiba nggak bikin kamu panik?" tanya K, mencoba menghilangkan kebosanannya.

Chloe mengangkat bahu. "Nggak. Kalau kamu?"

"Panik?" K menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Aku bahkan nggak peduli."

Nobu, yang baru saja masuk dengan gaya sombongnya, menyeringai. "Ujian ini pasti dirancang buat ngebedain mana yang hebat dan mana yang payah. Aku nggak sabar buat nunjukin kalau aku yang terbaik."

"Yakin, Nobu? Jangan sampai ujiannya tentang kerja sama," sindir Loomian dengan nada ramah, membuat beberapa anak tertawa kecil.

Bel belum berbunyi, tapi suasana kelas sudah ramai dengan spekulasi. Eno duduk diam di kursinya sambil merapikan buku-bukunya, tampak lebih siap dibandingkan yang lain.

Tiba-tiba, pintu kelas terbuka, dan wali kelas mereka, Bu Yang, masuk dengan langkah penuh semangat.

"Pagi semua! Semoga kalian sudah siap karena ujian dimulai segera setelah bel pertama berbunyi!" katanya dengan senyuman lebar, tetapi aura penuh energi yang membuat semua murid langsung terdiam.

"Jangan khawatir," tambahnya sambil menatap mereka satu per satu. "Ini hanya ujian. Bukan pertarungan hidup dan mati."

Tapi di sudut ruangan, Chloe dan K saling bertukar pandang singkat. K mengangkat alisnya sedikit, sementara Chloe tetap tanpa ekspresi, hanya berkata pelan, "Itu belum tentu benar."

Dan bel pun berbunyi. Hari pertama setelah liburan panjang dimulai dengan tantangan besar.

Tepat Setelah Bel Berbunyi

Kelas-kelas di seluruh Akademi Viper langsung dipenuhi suara berisik. Namun, suasana mendadak terdiam ketika hologram muncul di setiap meja, menampilkan wajah ketua OSIS, Vishap, dengan senyum anggun sekaligus sinis.

"Selamat pagi semuanya," ucap Vishap, suaranya lembut namun menggema penuh wibawa. "Kalian sudah tahu kan? Hari ini adalah ujian semester."

K langsung melirik hologram di mejanya, ekspresinya tetap datar. Tapi di sekelilingnya, hampir semua murid terlihat menegang.

"Kenapa dia yang ngomong?" gumam Fritz pelan, suaranya hampir seperti bisikan.

"Karena ini pasti sesuatu yang gila," jawab Chloe tanpa menoleh, pandangannya tertuju ke hologram dengan tatapan serius.

Vishap melanjutkan, dengan senyum yang terlihat semakin menyeramkan meskipun wajahnya tetap cantik dan elegan. "Ujian ini berbeda dari sebelumnya. Kami memberikan kalian kebebasan untuk memilih jenis ujian yang ingin kalian ikuti. Ada tiga pilihan."

Seluruh kelas menjadi semakin hening.

"Pilihan pertama," kata Vishap, mengangkat satu jari dengan gaya anggun. "Ujian bertahan hidup di alam liar. Ini adalah ujian berkelompok yang terdiri dari tiga orang. Kalian akan dikirim ke alam liar yang penuh dengan monster berbahaya, dan kalian harus bertahan selama tiga hari di sana. Bagaimana kalian melakukannya? Itu urusan kalian. Jika kalian berhasil bertahan hidup, maka kalian lulus." Dia berhenti sejenak, matanya menyipit sedikit sebelum menambahkan dengan nada dingin, "Tapi kalau kalian mati… tentu saja, kalian kalah."

"APAA?!" suara Nobu meledak, membuat beberapa murid melompat dari kursinya.

"Gila apa?! Ini ujian, bukan perang!" tambah Ane dengan suara gemetar.

Froze, yang biasanya santai, kini menatap hologram dengan alis berkerut. "Kita beneran bisa mati?"

Di sisi lain, Cramaric tampak bersemangat. "Eh, ini keren! Aku bisa pakai kecepatanku buat kabur dari monster!"

Loomian langsung menepuk pundaknya. "Kabur itu bukan bertahan hidup, tahu. Lagipula, gimana kalau kamu ketemu monster yang lebih cepat?"

Cramaric hanya tertawa gugup. "Yah, itu… nanti aja dipikirin."

Vishap tampak menikmati reaksi yang muncul. Dengan nada yang tetap santai, dia melanjutkan, "Pilihan kedua adalah ujian duel. Dalam ujian ini, kalian akan bertarung satu lawan satu. Ujian ini akan disiarkan secara global, jadi pastikan kalian tampil sebaik mungkin. Namun, hanya delapan murid terbaik yang bisa mencapai perempat final yang akan dianggap lulus. Sisanya… remedial."

"Disiarkan global?" bisik Julia kepada saudara kembarnya.

Julian mengangkat bahu. "Ya, berarti kita bakal jadi terkenal kalau menang. Tapi, kalau kalah... itu bakal memalukan banget."

"Ini ujian untuk yang kuat," kata Nobu sambil menyeringai. "Akhirnya, sesuatu yang menarik!"

Brandon mengangguk. "Duel kayaknya lebih masuk akal daripada dilempar ke hutan penuh monster."

"Tapi lawan-lawannya pasti berat," Chloe menyela dengan nada datar. "Jangan terlalu percaya diri."

Vishap mengangkat tiga jari. "Pilihan ketiga, yang paling sederhana: ujian menulis. Tidak ada risiko fisik, tidak ada monster, tidak ada energi yang terkuras. Hanya kertas, pena, dan kemampuan kalian untuk menjawab soal."

Seluruh ruangan langsung dipenuhi napas lega.

"Untung ada yang normal," kata Fritz sambil menghela napas panjang.

"Ya, tapi itu bakal jadi pilihan orang-orang yang malas atau nggak percaya diri," gumam Chloe sambil menatap hologram.

Namun, senyuman Vishap menjadi lebih lebar, dan semua murid kembali tegang.

"Oh, aku hampir lupa. Beberapa dari kalian pasti penasaran… apa yang terjadi jika kalian gagal dan harus remedial?"

Seluruh kelas menahan napas.

"Untuk yang memilih ujian bertahan hidup, remedialnya sederhana: kalian akan melawan monster kuat di alam liar, sendirian. Tidak ada tim. Tidak ada bantuan. Jadi, pastikan kalian tidak gagal."

"Monster kuat? Sendirian?!" suara Ane hampir pecah.

"Gila, siapa yang bisa selamat dari itu?" bisik Froze, terlihat serius untuk pertama kalinya.

"Bagi yang memilih ujian duel," lanjut Vishap, "remedialnya adalah… melawan aku. Satu lawan satu."

Keheningan mendominasi ruangan.

"APA?!" Nobu berdiri dari kursinya. "Melawan kau?! Itu... itu gila!"

"Setidaknya, kalian hanya perlu menyentuhku," tambah Vishap sambil tertawa kecil. "Tidak perlu sampai membuatku kalah."

"Sentuh dia? Itu sudah seperti misi bunuh diri," gumam Loomian, menatap layar dengan keringat dingin.

"Dan untuk yang memilih ujian menulis…" Vishap berhenti sejenak, lalu tersenyum. "Remedialnya ya… menulis ulang. Itu saja."

Beberapa murid mendesah lega, sementara yang lain merasa iri dengan kesederhanaan pilihan itu.

"Jadi," tutup Vishap, "pilihlah ujian kalian dengan bijak. Gunakan layar hologram di meja kalian untuk memilih. Waktu kalian… lima menit. Sampai jumpa di ujian, dan semoga kalian beruntung."

Hologram Vishap menghilang, digantikan dengan layar pemilihan ujian.

Ruangan langsung dipenuhi bisikan dan diskusi.

"Aku nggak peduli, aku pilih menulis aja," kata Brandon.

"Kalau kamu kalah di duel, kau bakal dipermalukan global!" balas Julian.

K hanya menatap layar di mejanya tanpa ekspresi. "Terserah…" gumamnya sambil mengetuk layar. Dia belum memutuskan, tapi apapun yang dipilihnya, dia tahu harinya akan sangat panjang.

Setelah Vishap Menghilang dari Hologram

Ruangan kelas menjadi penuh dengan suara bisikan, debat, dan desahan berat. Wajah-wajah murid 1-C mencerminkan berbagai emosi: bingung, khawatir, ada yang antusias, dan ada yang tampak ingin kabur saja.

"Yah yah, jangan sampai salah pilihan ya, anak-anak!" seru Bu Yang dari depan kelas. Suaranya penuh semangat seperti biasanya. "Ini menentukan masa depan kalian loh!"

Tawa energiknya memenuhi ruangan, tetapi tidak ada yang benar-benar merasa termotivasi.

"Kenapa ujiannya seperti ini sih?" gumam Fritz, menatap layar hologram dengan wajah tertekuk.

"Karena Vishap ingin sesuatu yang menarik! Hahahahaha!" Bu Yang menjawab dengan nada yang lebih seperti ejekan, membuat murid-murid semakin tertekan.

Ane memutar bola matanya. "Ya ampun, ini ujian atau hukuman mati?"

"Pilihan ketiga itu nggak berat kok," kata Brandon sambil melirik ke arahnya. "Aku sih udah pasti pilih nulis. Hidup itu terlalu berharga untuk dilempar ke hutan monster atau dipermalukan global."

Ane mengangguk cepat. "Iya, sama. Aku juga pilih nulis. Lebih aman."

Froze, yang biasanya santai, kali ini terlihat serius. "Aku juga. Pilihan lainnya itu... ya ampun, seperti tidak punya otak."

"Setuju," kata Eno, suaranya lembut tapi tegas. "Aku nggak peduli dibilang pengecut, aku nggak mau mempertaruhkan hidupku."

Di sisi lain kelas, Cramaric tampak bersemangat, tangannya sudah bergerak memilih opsi duel di hologram. "Aku pilih duel!" serunya lantang.

Loomian, yang duduk di sebelahnya, menatapnya heran. "Kamu yakin? Vishap bilang lawan-lawan kita nggak akan mudah. Dan kalau kalah... remedial melawan dia."

"Justru itu seru, bro! Aku suka tantangan," jawab Cramaric dengan senyum lebar. "Lagipula, siapa tahu aku bisa jadi terkenal karena disiarkan global!"

Loomian menggeleng pelan sambil mendesah. "Aku sih aman aja. Aku pilih nulis."

Nobu berdiri dari kursinya, tangannya terkepal kuat. "Kalau cuma menulis, itu namanya bukan ujian!" serunya dengan nada arogan. "Aku pilih duel juga. Aku akan menang, dan aku akan menunjukkan siapa yang terkuat!"

"Wah, percaya diri banget, Nobu," kata Julia sambil menyilangkan tangan di dada. "Tapi ya, semoga aja kamu nggak kalah cepat. Nggak lucu kalau kau dipermalukan di depan dunia."

Nobu menoleh tajam ke arahnya. "Julia, kalau kau mau ngomong sesuatu, pastikan kau sendiri punya nyali buat ikut duel!"

Julia menyeringai. "Aku nggak pilih duel. Aku pilih bertahan hidup. Setidaknya, itu masih lebih menantang daripada cuma menulis."

Julian, saudara kembarnya, langsung memandang Julia dengan alis terangkat. "Kamu pilih bertahan hidup? Ya sudah, aku ikut. Nggak mungkin aku biarin kamu sendirian di sana."

"Aku nggak butuh penjagaanmu," balas Julia tajam, meskipun sudut bibirnya sedikit terangkat.

Chloe yang duduk diam di dekat jendela, akhirnya angkat bicara. "Aku pilih bertahan hidup juga."

Fritz menoleh padanya, terkejut. "Apa? Chloe, kamu serius? Itu pilihan paling berbahaya!"

Chloe menatapnya dengan dingin. "Aku lebih baik melawan monster daripada buang waktu menulis soal yang membosankan. Lagi pula, aku percaya pada kemampuanku."

"Gila, kamu benar-benar serius…" gumam Fritz, terlihat bingung.

Di tengah kegaduhan itu, K duduk diam sambil menatap layar hologram di mejanya. Ia tidak terlihat tergesa-gesa memilih. Ekspresinya tetap datar seperti biasa.

"Eh, K, kamu pilih yang mana?" tanya Froze, mencoba mengajaknya bicara.

K mengangkat bahu. "Bertahan hidup."

Jawabannya yang santai membuat Froze nyaris terjatuh dari kursinya. "APA?! Kamu nggak serius kan?"

"Ya, terserah," jawab K tanpa emosi. "Yang penting aku selesai."

Brandon menggeleng tak percaya. "Kau ini aneh, K. Pilihan itu jelas-jelas berbahaya."

"Bagus dong," kata K dengan suara rendah. "Jadi aku nggak perlu buang waktu lebih lama di sini."

Waktu lima menit hampir habis. Di layar hologram, nama-nama pilihan mulai terkumpul:

Ane: Menulis

Brandon: Menulis

Cramaric: Duel

Chloe: Bertahan hidup

Eno: Menulis

Fritz: Menulis

Froze: Menulis

Julia dan Julian: Bertahan hidup

K: Bertahan hidup

Loomian: Menulis

Nobu: Duel

Ketika timer hologram mencapai nol, layar berubah menjadi gelap. Seluruh murid menahan napas, menunggu langkah selanjutnya.

Bu Yang menatap mereka dengan senyum lebar. "Nah, sudah selesai, ya? Pilihan kalian sudah terkunci. Semoga berhasil, anak-anak. Jangan mati dulu ya!"

Ucapan terakhirnya membuat beberapa murid memucat, sementara yang lain mulai mempersiapkan diri. Suasana kelas berubah menjadi tegang. Pilihan sudah dibuat, dan tidak ada jalan untuk mundur.

Vishap Muncul Kembali

Suasana kelas yang awalnya dipenuhi bisikan cemas mendadak kembali hening ketika hologram Vishap muncul lagi di meja-meja mereka. Dengan senyum yang sulit dijelaskan, penuh dengan kesan anggun namun mengintimidasi, Ketua OSIS itu memandang mereka semua.

"Yahahaha…" tawanya terdengar merdu, tapi ada nada tajam yang membuat bulu kuduk meremang. "Tidak kusangka! Pilihan terbanyak adalah bertahan hidup di alam liar! Sebanyak 120 peserta! Hahaha! Kalian benar-benar percaya diri, ya?"

Ruangan kelas menjadi gemuruh kecil. Mereka yang memilih bertahan hidup, seperti Chloe dan K, tetap diam, meskipun tatapan teman-teman mereka mengarah ke sana. Beberapa murid dari kelas lain yang terlihat lewat koridor juga terdengar membicarakan hal ini.

"Tapi…" Vishap melanjutkan, senyumnya berubah sedikit lebih sinis. "Pilihan duel? Sedikit sekali. Hanya 64 murid yang memilih. Apa kalian takut dengan remedialnya? Hmm?"

Mata Vishap berkilat sebentar, membuat beberapa murid yang tadinya tertarik untuk memilih duel diam-diam merasa lega sudah memilih opsi lain.

"Dan sisanya…" Ia melanjutkan, kali ini dengan nada lebih santai, "sebanyak 98 murid memilih menulis. Ah, pilihan yang paling… aman. Tapi ya, seperti yang kukatakan tadi: kalau kalian tidak lulus, apa boleh buat?"

Wajah Vishap mendadak menjadi lebih serius, tatapannya seperti menusuk langsung ke jiwa setiap orang yang melihatnya. "Baiklah. Karena pilihan sudah dikunci dan tidak dapat diubah, aku dan anggota OSIS yang lain akan segera mengatur waktu ujian dimulai. Untuk sementara ini…" Ia tersenyum lagi, kali ini lebih lembut tapi tetap saja ada kesan menyeramkan. "Kalian diperbolehkan bebas sampai jam istirahat pertama. Jadi, persiapkanlah dirimu baik-baik. Tata~~!"

Hologram itu mati dengan suara penutup yang imut, namun bagi para murid, kesan mengerikannya masih membekas. Tidak ada yang bersuara selama beberapa detik setelahnya, seolah mereka semua sedang mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

Kegaduhan yang Pecah

"Bebas katanya, tapi siapa yang bisa santai setelah ini?!" seru Fritz, menendang kursinya pelan dengan frustrasi. Ia menatap layar hologram yang kini hanya menampilkan logo Akademi Viper.

Ane menghela napas panjang, wajahnya pucat. "Aku sih nggak tahu bagaimana caranya kalian bisa memilih selain menulis. Itu pilihan paling masuk akal, kan?"

Cramaric, yang baru saja selesai meregangkan tubuhnya, menyeringai. "Hah! Kamu terlalu pengecut, Ane. Bertahan hidup itu seru! Duel juga. Aku sudah nggak sabar buat lawan lawan yang tangguh!"

Nobu, yang duduk dengan tangan bersilang di dada, mengangguk setuju. "Ane, kalau kau tidak bisa bertarung, ya sudah, menulis saja. Tapi jangan meremehkan pilihan kami yang lebih berani."

Brandon, yang duduk di sebelah Ane, mengangkat alis. "Berani? Atau bodoh? Kalau kalian kalah, itu sama saja membuang nyawa, kan?"

Chloe akhirnya angkat bicara, suaranya tenang tapi tajam. "Brandon, kalau kau terlalu takut untuk menghadapi tantangan, tak perlu menghakimi pilihan orang lain."

"Uh…" Brandon terdiam sejenak, lalu mengangkat tangan sebagai tanda menyerah. "Baiklah, baiklah. Maaf, Chloe. Aku nggak mau cari ribut."

Di sudut ruangan, Julia berdiri sambil merapikan rambutnya. "Aku tidak mengerti kenapa kalian begitu cemas. Pilihan sudah dibuat. Sekarang fokus saja pada bagaimana caramu bertahan. Itu lebih penting daripada terus berdebat."

Julian, yang duduk di dekatnya, mendengus kecil. "Iya, terutama bagi kalian yang memilih bertahan hidup. Kalian tahu, Vishap itu pasti punya trik untuk membuat segalanya semakin sulit."

Loomian, yang tampak sedang berpikir, menoleh ke arah Julian. "Kau pikir, monster-monster yang akan kami hadapi seberapa kuat?"

Julian mengangkat bahu. "Kalau aku jadi Vishap, aku akan memilih monster yang bisa menghancurkan mental kalian dulu, baru tubuh kalian. Jadi ya, bersiaplah untuk mimpi buruk."

Komentarnya membuat sebagian murid yang mendengar menelan ludah dengan gugup, kecuali K, yang tetap tenang di kursinya, seolah semua ini tidak penting baginya.

Froze menatap K dengan penasaran. "Kamu… tidak takut, ya?"

K menoleh perlahan, ekspresinya datar. "Takut untuk apa?"

Froze mengerutkan kening. "Ya, kau tahu… monster di hutan. Kematian."

K menghela napas. "Kematian itu bukan sesuatu yang perlu ditakuti. Kalau terjadi, ya terjadi saja."

Jawaban K membuat suasana menjadi semakin berat. Bahkan Nobu, yang biasanya penuh semangat, tampak sedikit tertegun.

Persiapan yang Dimulai

Waktu terus berjalan, dan sebagian besar murid mulai bergerak untuk mempersiapkan diri.

Cramaric terlihat sedang melakukan push-up sambil bercanda dengan Nobu, yang hanya menonton dengan senyum puas.

Ane dan Eno memilih membaca catatan pelajaran mereka, berharap itu akan membantu mereka dalam ujian menulis nanti.

Chloe, yang duduk sendiri di dekat jendela, tampak sedang memeriksa alat-alat sihir kecil di tasnya. Julia memperhatikan dari kejauhan sebelum mendekat.

"Kau sudah siap, Chloe?" tanya Julia dengan nada netral.

Chloe hanya mengangguk. "Aku tidak punya alasan untuk tidak siap."

Julia menyeringai kecil. "Bagus. Kita lihat siapa yang akan bertahan lebih lama di hutan."

Sementara itu, Fritz duduk di pojok kelas, mencoba menulis ulang materi yang mungkin akan keluar di ujian. Ia terlihat tegang. "Ya Tuhan… kenapa aku harus terjebak di akademi gila ini…" gumamnya pelan.

Ketika tiga jam 20 menit berlalu, suasana kelas berubah menjadi semakin tegang. Semua orang tahu, sebentar lagi mereka akan menghadapi ujian yang akan menentukan kemampuan dan keberanian mereka.

Di kejauhan, lonceng berbunyi tanda istirahat pertama berakhir.

Portal Pembuka Ujian: Awal yang Mengguncang

BAM! Suara keras menggema di ruangan, mengejutkan semua orang. Vishap kembali muncul di layar hologram di depan kelas, kali ini dengan aura yang lebih menekan daripada sebelumnya. Tatapan matanya yang tajam seakan mampu menembus pikiran mereka satu per satu.

"Aaaah…~~ apakah kalian sudah siap, cecunguk?~~"

Nada suaranya seksi, namun penuh penghinaan. Ada irama yang begitu lembut tapi juga tajam, seperti pisau yang mengiris perlahan. Murid-murid di kelas terdiam, beberapa bahkan menahan napas. Meskipun tidak ada ancaman langsung, tatapan dan cara bicaranya cukup membuat bulu kuduk berdiri.

"Dia benar-benar menikmati ini," bisik Fritz, yang duduk dengan tangan bergetar.

"Beraninya dia memanggil kita cecunguk…" gumam Nobu, tapi ada kilatan marah di matanya. Tangannya mengepal kuat, hampir seperti akan meremukkan sesuatu.

Vishap mengangkat tangannya perlahan, jemarinya yang ramping terlihat anggun, namun setiap gerakannya membawa tekanan luar biasa. "Baiklah, kalau begitu…" Ia tersenyum, senyum yang terasa seperti ejekan. "Aku akan langsung memulai ujiannya, ya."

Clek!

Suara jentikan jarinya menggema. Dalam sekejap, ruangan kelas yang tadinya penuh tekanan menjadi lebih kacau. Tiga portal besar muncul di depan kelas, bercahaya terang dengan energi sihir yang berdenyut-denyut. Suasana mencekam langsung meliputi ruangan.

Portal pertama memancarkan cahaya hijau tua dengan aroma hutan yang pekat. Jalan di balik portal itu terlihat seperti jalur gelap yang dipenuhi pohon raksasa dan bayangan misterius.

Portal kedua, berwarna biru kristal, memancarkan cahaya gemerlap yang memantul ke dinding kelas. Di baliknya, terlihat sebuah arena megah, Garden of Crystal, yang terkenal di seluruh Aurevast sebagai tempat duel terbesar dan tersulit.

Portal ketiga memancarkan warna emas, dengan lorong panjang menuju sebuah ruangan luas yang terlihat tenang, namun dingin. Ruangan itu mampu menampung ratusan murid, dan di tengahnya ada meja-meja dengan gulungan kertas ujian sihir yang tampak tidak biasa.

"Masuklah." Suara Vishap menggema kembali, namun kali ini lebih rendah dan tegas. "Ini adalah ujian semester. Dan akan dimulai… sekarang."

"BOOM!" Suara dentuman terdengar ketika hologram Vishap menghilang, meninggalkan kelas dalam keheningan yang lebih menyeramkan.

Ketegangan Memuncak

Hanya suara napas yang terdengar di ruangan itu. Tidak ada yang berani bergerak untuk beberapa saat, seolah-olah portal-portal itu akan menelan mereka hidup-hidup jika mereka terlalu cepat mendekat.

"Ini… ini nyata," gumam Eno, menatap portal pertama dengan mulut terbuka.

"Kau pikir Vishap bercanda?" ejek froze dari belakang, tapi suaranya juga bergetar. Ia menatap portal ketiga dengan pandangan ragu. "Aku harap pilihanku benar."

"Jadi ini Garden of Crystal, ya?" kata Cramaric, matanya berbinar saat melihat portal kedua. "Akhirnya! Aku bisa unjuk gigi di arena terkenal itu!"

"Kau terlalu percaya diri," kata Chloe, yang berdiri beberapa langkah dari portal pertama. Ia melirik Cramaric dengan tenang, tapi matanya mengamati setiap gerakannya. "Garden of Crystal bukan tempat main-main. Kalau kau tidak hati-hati, itu akan menjadi akhir hidupmu."

Cramaric tertawa kecil, meskipun sedikit gugup. "Ya, tapi kalau kita takut terus, kapan kita bisa maju?"

Nobu memutar matanya, kemudian melangkah maju dengan percaya diri. "Aku tidak peduli dengan semua omong kosong kalian. Duel adalah tempat untuk membuktikan kekuatan. Aku akan tunjukkan kalau aku yang terbaik."

"Kalau kau kalah?" tanya Julian, yang berdiri di dekat Julia.

"Aku tidak kalah," jawab Nobu dingin, meskipun ada kilatan gelisah di wajahnya.

Di sisi lain, Julia menghela napas panjang, menatap portal pertama. "Bertahan hidup, ya…? Sepertinya kita harus lebih siap daripada sekadar mengandalkan kekuatan kita."

"Kau benar," jawab Chloe, matanya kini fokus pada portal hijau itu. "Bertahan hidup bukan hanya soal siapa yang kuat. Ini soal kecerdasan, keberanian, dan… keberuntungan."

Masuk ke Portal

Satu per satu, murid-murid mulai bergerak menuju portal pilihan mereka. Beberapa terlihat ragu, yang lain melangkah dengan percaya diri.

"Kau serius memilih menulis, Ane?" tanya Brandon, berjalan di sebelahnya.

Ane mengangguk, meskipun wajahnya terlihat tegang. "Ya. Aku tidak punya pilihan. Aku tidak cukup kuat untuk duel atau bertahan hidup."

Brandon menghela napas, kemudian tersenyum kecil. "Yah aku juga sih, semoga beruntung."

Di dekat portal pertama, Chloe berhenti sejenak, memperhatikan K, yang berdiri diam di depannya.

"K," panggilnya pelan. "Kau yakin dengan pilihanmu?"

K menoleh perlahan, wajahnya tetap datar. "Aku tidak peduli. Bertahan hidup atau mati, semuanya sama saja bagiku."

Chloe menatapnya dalam diam, mencoba memahami kata-katanya. Tapi sebelum ia bisa menjawab, K sudah melangkah ke dalam portal hijau itu tanpa ragu sedikit pun.

"Dia… benar-benar aneh," gumam Chloe, sebelum akhirnya mengikuti.

"Aku tidak percaya mereka benar-benar melakukannya…" bisik Loomian, yang memilih untuk tetap masuk ke portal ketiga bersama kelompok menulis.

Di portal kedua, Nobu berdiri dengan penuh semangat, melirik Cramaric. "Siap untuk membuat sejarah, pecundang?"

Cramaric menyeringai. "Siap untuk kalah?"

"Kita lihat saja nanti," jawab Nobu, melangkah masuk dengan angkuh.

Portal emas terakhir terlihat paling ramai, dengan murid-murid yang tampaknya lebih memilih keamanan daripada tantangan. Tapi meskipun begitu, suasana tetap tegang, karena mereka tahu bahwa setiap pilihan membawa risiko besar.

Ketika portal-portal itu menutup, hanya ada keheningan yang tersisa. Ujian telah dimulai, dan tidak ada jalan untuk kembali.

下一章