"Ini rencanamu dari awal untuk membuat Arvy selangkah lebih dekat."
"Dia tipe yang berhati hati dan tidak mudah percaya. Aku yakin dia akan memikirkannya dengan mendalam setelah ini. Arvy bahkan menyelidiki latar belakangku dengan menyewa pengawal langsung ke perusahaan sekuritas kemarin. Sepertinya dia mulai tertarik denganku."
"Apa?"
"Dia sudah curiga sejak di persidangan Valen. Dia melihat kita sedang berbicara saat itu. Ada beberapa faktor yang cukup melegakan tapi aku sedikit was was dengan kepekaannya. Bukankah dia terlalu penasaran atau terlalu ingin tahu dan ikut campur, atau yeah, sekedar mengisi waktu luang untuk bermain-main. Tapi sekarang dia punya sesuatu untuk ia ketahui. Maksudku dia terlalu terlibat dengan sesuatu yang tidak dia tahu akhir akhir ini."
"Bagaimana mungkin? Dia kan duduk di dekatku?"
"Dia punya insting yang bagus. Dia tidak hanya menganalisa kanan kirinya tapi seluruh ruangan. Deduktif dan fokus"
"Lalu apa yang terjadi? Kau ketahuan?"
"Kau gila apa? Mana mungkin aku ketahuan!"
"Yah dia memang sudah banyak terlibat. Aku khawatir Valen akan kembali mendatanginya dan melakukan sesuatu yang buruk."
"Kau yakin itu yang akan terjadi?"
"Maksudmu?"
"Terlihat jelas dia bukan tipe yang defensif. Dia punya refleks yang bagus. Aku bilang kan kemarin, Dio bukan tipe Striker, Arvy lah yang akan mengisi posisi itu. Aku harus mendapatkannya dengan cara yang istimewa dan berbeda, yah setidaknya dengan cara yang tidak akan bisa dia lupakan."
"Apa kau seniman gila? Kau pasti punya alasan khusus kenapa tidak datang dan memintanya langsung kan? Bukankah kalian saling kenal? Kau hanya membuatnya berputar putar."
"Kau menanyakan pertanyaan bodoh. Anak muda harus penuh dengan stimulan. Aku sudah menghitungnya, dan sebanyak 100 persen, dia akan menolaknya kalau aku datang langsung sebagai orang yang miliki kelebihan. Aku pasti akan dibabat habis, ditendang dan ditolak dengan cara yang paling tidak terhormat. Apa kau pikir aku adalah dewa yang akan mengabulkan harapannya ketika dia hampir menyerah pada ibunya? Dia tidak akan datang secepat itu."
"Kulihat kau mempertimbangkannya sampai sejauh itu. Dia tidak percaya dengan hal hal ganjil di sekitarnya. Dia marah padaku saat aku akan menangkap Valen di apartemennya. Dia meneriakiku apa aku yakin menjebloskan Valen ke penjara padahal Amy terancam. Dia mengatakannya dengan wajah berapi api seolah aku mengambil langkah yang salah. Arvy menyebut Valen monster, begitu juga Rey. Ia memiliki dendam tertentu dengannya yang tidak kita tahu."
Rataka menaikkan salah satu sudut bibirnya. Padahal ia mungkin adalah alasan besar mengapa Rey bisa ada di tempat Arvy. Holan tidak tahu itu.
"Raziva, ibunya…juga mengalami hal yang sama seperti Nadia. Setelah kejadian kemarin aku jadi mengetahui sedikit banyak tentang sifatnya. Sebenarnya dia punya hati yang hangat hanya saja tidak tahu bagaimana cara menjadi lebih ramah. Dia hanya berlari dari kenyataan bahwa ibunya tidak akan bangun. Anak itu sama menderitanya dengan Dio."
Holan menatap kopinya.
Rataka juga membisu sejenak. Ia tahu Holan juga di situasi yang tidak mudah.
Flashback
"Apa Paman…Akan melepaskannya begitu saja?"
Holan menatapnya, meminta penjelasan apa yang baru saja dia katakan.
"Paman menangkapnya secara hukum karena kau polisi kan? Tapi…apa Paman akan benar benar dengan mudah membiarkannya hidup tenang di sel penjara?"
"Apa yang ingin kau katakan? Katakan dengan jelas!"
"Pria itu…buronan nasional yang dicari seluruh negara itu…." Arvy menatapnya. "Dia anak buah organisasi aneh yang mengincar Amy, putri Paman kan?"
Degh degh
"Kau…"
"Aku tahu semuanya. Dan aku juga tahu kalau Paman tahu tentang itu."
Holan menghela napas panjang.
"Apa membunuhnya membuatmu puas?" (cek bab 98)
Flashback selesai.
"Apa Arvy mengatakan sesuatu saat itu?" tanya Rataka.
"Ah iya. Saat aku memaksa masuk ke basemennya. Dia berteriak kalau dia tahu semuanya, dia bilang kalau Amy diincar organisasi sesat. Aku pikir dia mendapatkan informasi itu dari Valen. Aku tidak tahu apa itu kebohongan atau tidak, tapi raut wajah anak itu benar benar… aku tidak tahu bagaimana cara menggambarkannya dengan kata kata. Aku hanya merasa bersalah karena mengira dia psikopat."
"Organisasi?" batin Taka. "Dia tahu sejauh itu? Hanya dari menyekap Valen beberapa hari? Padahal si br*ngsek Valen tidak memberitahu aku apapun tentang Ramon seolah mulutnya di lem. Dia pasti overthinking tentang Arvy setelah kejadian itu. Ah lumayan juga, Arvy bisa jadi striker sekaligus umpan yang cocok untuk mereka."
'"Taka? Taka?" panggil Holan.
"Oh ya. Ada apa?"
"Apa yang au pikirkan sampai serius begitu? Tidak seperti biasa kau melamun."
"Benarkah?" Taka menghela napas. "Aku hanya berpikir, setelah ini, Valen pasti akan cukup berhati hati pada Arvy dan Arvy pasti akan menyelidiki Alfa, rekan putrimu."
"Alfa?" Holan ingat kata kata Rataka.
"Aku tidak akan mengulanginya, dengarkan aku baik-baik. Alfa, anak itu…dia bagian dari orang yang membuat istrimu koma." (cek bab 60)
"Kau yakin anak itu benar benar tidak masalah lagi sekarang?" Holan memastikan.
"Masalahnya adalah, Alfa bahkan tahu lebih banyak dari pada kau Holan," (informasi mengenai sekte Segitiga Merah) jawab Taka, di dalam hati.
"Mungkin ini terdengar terlalu picik, tapi Arvy memang harus mengetahui lebih banyak agar yakin bahwa jika dia membantu dia bisa menyelamatkan ibunya, kita sudah mendapatkan Alfa sejauh ini, maka mendapatkan Arvy akan lebih mudah. Putrimu tidak mengingatku dan kini armada kita bertambah satu orang lagi. Bagaimana pendapatmu?"
"Sebenarnya…"
Taka mendengarkannya.
"Tentang Nadia dan Raziva…. yah…aku tidak punya banyak cukup harapan lagi. Kau pasti paham apa maksudku."
Taka terdiam.
"Dio…"
Holan tiba tiba membahas Dio.
"Aku tidak ingin dia terlibat dalam pertarungan ini."
Taka paham perasaan Holan sebagai seorang ayah.
"Seperti katamu, dia tidak cocok sebagai striker, dia hanyalah anak berjiwa murni yang aku sendiri saja menyayangkan bahwa dia harus berada di tengah kekacauan ini. Aku hanya ingin dia hidup dengan tenang, merelakan ibunya dan memulai semuanya dari awal. Meskipun aku tahu itu tidak mudah baginya, namun itulah tugasku"
"Jika itu maumu, aku akan berusaha menjaga jarak dari Dio."
"Lagipula dia sudah pindah ke luar ibu kota."
"Eh? Benarkah? Kau menjauhkannya?"
"Tidak bukan begitu. Untuk apa aku menjauhkannya? Dialah yang menginginkannya, dia harus dirawat secara intensif untuk terapi psikisnya."
"Ah begitu rupanya." Taka menepuk bahunya pelan. "Dia pasti akan baik baik saja. Dia akan kembali dengan sehat."
"So, jadi bagaimana rencanamu ke depannya? Kau akan terus bermain kucing dan tikus dengan Arvy?"
"Aku harus menciptakan semuanya seolah ini adalah universe yang lebih besar dari yang dia bayangkan. Aku akan mendapatkannya dengan cara yang sangat halus seolah ini adalah takdir yang harus ia terima."
"Dia itu tipe yang tidak suka repot, aku ingat Asya menawarinya untuk menjadi polisi dan dia benar benar…" Holan menunjukkan dengan membuat tanda silang dengan dua jari telunjuknya.. "Menolak dengan sangat dingin dan elegan."
Taka tersenyum simpul. "Aku semakin tertarik dengannya… ah ya, Kau harus segera membuat pertemuan dengan Ardana."
"Apa! Kenapa kau mengungkit itu lagi sih?"