webnovel

Tangisan di Tengah Malam

Rasa sabar Ayaka benar-benar diuji, ia harus bertahan di bawah tekanan. Tentu saja hal tersebut membuat ia tidak tahan, bahkan berpikiran untuk berhenti, tetapi ia tahu betul jika dirinya sangat membutuhkan pekerjaan ini walau harus menahan segala perasaannya. Namun dengan melihat senyum Kaori, semua rasa lelah, kesal dan perasaan berkecamuk itu menghilang begitu saja. Senyum Kaori adalah obat paling mujarab bagi Ayaka untuk mengobati semua itu. Perasaannya kembali membaik saat melihat senyum indah sang anak. Terlebih lagi ia sudah jarang melihat Kaori tersenyum senang seperti saat ini.

***

Lagi-lagi Kaori bermimpi bertemu dengan ibunya yang telah tiada. Ia hanya bisa menangis di tengah malam karena mimpi tersebut. Selalu saja ibunya datang dengan membawa sebuah pesan untuknya. Kali ini, Ayaka meminta Kaori untuk bisa menerima kehidupannya yang sekarang. Anak itu harus menerima jika dirinya tidak akan bertemu dengan Ayaka lagi. Selain itu ia juga diharuskan menjaga dan menyayangi sang adik. Namun tidak mudah untuk Kaori bisa menerima semua ini, ia membutuhkan waktu cukup lama untuk bisa mengerti akan keadaannya sekarang.

Tangisan Kaori terdengar oleh Shiina yang memang kamarnya bersebelahan dengan kamar Kaori. Ia yang penasaran segera keluar dari dalam kamar dan pergi ke kamar temannya itu. Ia terkejut saat membuka pintu kamar Kaori, di sana terlihat Kaori yang sedang duduk di atas futon sembari menangis. Shiina segera menghampirinya dan menanyakan apa yang terjadi. Kaori menjelaskan apa yang ia alami dalam mimpinya tadi. Ia bertemu dengan sang ibu, mendengarkan nasihat, lalu dengan tiba-tiba masa lalu bersama ibunya datang begitu saja hingga membuat ia terbangun dari tidur malamnya. Untuk membuat Kaori tenang, Shiina hanya bisa memeluk temannya itu dengan erat. Ia tidak terlalu mengerti bagaimana perasaan Kaori sekarang, namun ia paham jika temannya membutuhkan pelukan itu.

Tidak lama kemudian, Jirou datang untuk melihat apa yang terjadi karena memang tangisan Kaori sangat terdengar jelas olehnya. Ia terlihat sangat panik sembari menanyakan apa yang membuat Kaori menangis. Shiina melepaskan pelukannya terhadap Kaori, kemudian ia menjelaskan mimpi yang Kaori ceritakan tadi. Jirou pun duduk di depan mereka berdua, lalu berkata, "Sudahlah! Kau tak perlu menangis lagi. Ayaka-san hanya ingin memberimu pesan singkat itu. Aku tahu kau merindukannya, tapi asal kau tahu, kehadiran Ayaka-san di dalam mimpi menandakan bahwa kau harus seperti yang dijelaskannya. Kau harus kuat menjalani hidup ini, Kaori-chan. Memang tidak mudah, tetapi aku yakin kau mampu menjalaninya. Seperti yang pernah aku bilang sebelumnya jika aku dan keluargaku akan selalu ada di dekatmu. Kami juga akan selalu mendukung apapun yang kau inginkan dan akan selalu berusaha membantumu di saat kau kesusahan. Sekarang, tolong relakan kepergian Ayaka-san, biarkan dia hidup tenang di alam lain. Lagipula aku selalu yakin jika Ayaka-san selalu ada di dalam hatimu."

Jirou berkata seperti itu dengan nada suara yang begitu lembut. Kaori memperhatikan bagaimana lelaki di hadapannya berbicara panjang lebar. Ia tahu betul, apa yang diucapkannya bukanlah sebuah kebohongan. Ia yakin jika paman dan keluarganya akan selalu menemani dia. Namun untuk saat ini, bagi Kaori, cukup sulit untuk bisa beradaptasi di lingkungan baru tanpa kehadiran Ayaka. Ia masih membutuhkan penyesuaian untuk bisa menerima segala hal yang terjadi.

Perlahan Kaori menganggukkan kepala, kemudian ia memeluk lelaki itu dengan erat sembari meminta Jirou untuk tak meninggalkannya.

"Kami tak akan pernah meninggalkanmu," balas Jirou. Ia juga membiarkan anak itu memeluknya. Shiina yang melihat apa yang dilakukan kedua orang di depannya tersenyum senang. Lagi-lagi ia merasa bangga dengan yang dilakukan sang ayah. Tak lama kemudian, ia pun ikut memeluk mereka sembari tersenyum.

Hari sudah sangat malam, Jirou melepaskan pelukan kedua anak itu, lalu memerintahkan mereka untuk kembali tidur. Namun sebelum memutuskan untuk pergi ke kamar, ia meminta Shiina untuk menemani Kaori. Shiina yang senang tentu saja menyetujuinya. Dengan dibantu Jirou, ia memindahkan futon miliknya yang semula berada di dalam kamarnya ke kamar Kaori. Sedangkan Kaori sendiri membiarkan apapun yang ingin mereka lakukan. Lagipula ia memang membutuhkan teman di sampingnya agar tidak terlalu merasa ketakutan ketika bermimpi bertemu dengan Ayaka lagi.

***

Beberapa hari berlalu sejak Kaori tinggal bersama keluarga Shiina, keadaannya sudah semakin membaik. Perlahan senyumnya mulai mengembang walau tak setiap waktu ia tunjukkan. Ia juga sudah mulai terbiasa makan bersama dan berbicara banyak hal dengan mereka yang ada di sana. Melihat perubahan itu tentu saja membuat Keiko dan Jirou senang, mereka merasa jika perlahan Kaori sudah bisa menerima keadaan ini.

Janji yang pernah Jirou ucapkan akhirnya ia berikan untuk menghargai usaha Kaori yang perlahan-lahan mau menerima keadaannya. Ia menyekolahkan Kaori di sekolah yang sama dengan Shiina. Hal tersebut membuat Kaori sangat senang, bahkan senyumnya terus mengembang saat pertama kali ia menginjakkan kaki di sekolah. Tentu Jirou dan Keiko yang mengantar juga ikut senang melihatnya.

Kaori merupakan anak yang rajin dan juga pandai. Terbukti dengan nilainya yang terus melonjak naik setelah ia bersekolah di sana selama beberapa bulan kemudian. Bahkan nilai yang ia dapat mengalahkan nilai yang Shiina dapatkan. Tentu pujian selalu Kaori dapatkan dari Jirou dan Keiko, sedangkan Shiina tidak bisa mendapatkan pujian itu. Pada akhirnya, muncullah rasa iri terhadap Kaori yang selalu bisa mencuri hati kedua orang tuanya. Ia sedikit tidak rela ketika Kaori terus mendapatkan hadiah dan pujian atas apa yang dilakukannya di sekolah. Beberapa kali dengan sengaja ia merusak hadiah yang orang tuanya berikan untuk Kaori. Ketika ditanya, ia tidak pernah mengaku, mengatakan jika dirinya tidak tahu apapun mengenai rusaknya hadiah untuk Kaori. Sementara Kaori sendiri selalu menangisi hal itu dan tahu betul jika Shiina sudah merusaknya.

Ia pernah memergoki Shiina yang masuk ke dalam kamarnya dan melihat Shiina memegang sebuah boneka pemberian Keiko yang diletakkan tak jauh dari meja belajar. Kaori mengintip dari balik pintu kamar, terlihat jelas Shiina menusukkan sebuah pisau kecil ke leher boneka milik Kaori itu dan mengoyaknya hingga kepala boneka hampir terputus dengan badannya. Walau ia tahu, ia tidak ingin mengadukan hal tersebut. Ia hanya tak ingin hubungannya dengan Shiina rusak karena hal sepele. Namun mau bagaimanapun, tindakan yang telah Shiina lakukan bukanlah perbuatan yang baik. Tetapi tetap saja, Kaori tak mau mengadukan kepada Jirou dan Keiko atas apa yang ia lihat itu.

***

Bersambung...

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa collect & comment. Karena collect & comment anda semua berarti untuk saya.

下一章