webnovel

Jatuh Cinta

Kenapa seorang Reyhan Dirgantara bisa jatuh cinta dengan Felicia saat itu??

.

.

.

Dua tahun lalu.

Felicia masih merupakan calon dokter, mahasiswa kedokteran yang sedang belajar praktek lapangan di sebuah Rumah Sakit Daerah bersama dengan mahasiswa lain se angkatannya. Melayani satu puskesmas ke puskesmas yang lain.

Sedang Reyhan baru saja pulang dari kuliah di luar negeri dan belajar dari sang Ayah bekerja di kantor. Saat itu keluarga Dirgantara tengah membangun hotel baru dengan nilai tender pembangunan yang cukup besar. Sebuah resort di pegunungan yang asri dan alami.

"Kita akan membangun Resort besar di sini dengan nama Dirgantara." Keduanya keluar dari mobil, mengamati tanah lahan yang mulai di bangun. Pondasi-pondasi telah di pasang dan dek lantai dua juga telah di cor beton.

"Aku bisa melihat gambaran besarnya, Spa, kolam di sisi sana, lapangan golf, lalu juga ada pemandian air panas, area hiking, dan banyak lagi. Tamu bisa dimanjakan saat mereka staycation di Resort kita." Bisma Dirgantara menuturkan dengan bangga blue print dari Green Jewel Resort and Spa miliknya.

"Iya, Pa." Reyhan tak kalah bangga mendengar pencapaian itu.

Keduanya beranjak mendekat. Namun, belum sempat mereka melangkah, hujan turun dengan deras. Reyhan terpaksa menghentikan langkah kakinya. Sementara sopir bergegas memayungi Bisma agar tidak basah.

Suara kilat dan guntur mulai terdengan menggelegar. Menakutkan siapa saja yang melintasi area itu. Air mulai mengalir dengan cepat karena debit air yang tak terbendung. Belum lagi angin kencang yang membuat manusia merasa percuma memakai payung.

"Kita masuk ke dalam mobil dulu, Pa. Cuacanya mendadak berubah dan anginnya kencang sekali. Kita bisa basah." ajak Reyhan.

Cuaca di pegunungan memang tidak bisa di tebak, hujan terkadang masih terus turun meskipun sudah masuk musim panas.

BRUUAKK!!

Tiba-tiba suara debuman besar terdengar di telinga mereka. Di susul dengan debu yang nengepul tinggi. Hujan langsung menyapu kumpulan debu dan menperlihatkan pemandangan mengerikan yang membuat Bisma dan Reyhan terperangah.

"Tidak ... Tidak mungkin!!" Bisma melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana alam meluluh lantahakan  bangunan kokoh miliknya. Hujan deras dengan angin kencang dan juga guntur sukses membuat Bisma kehilangan resort yang di bangga-banggakannya dalam sekejap mata.

Tanah di bawah pondasi longsor, mengakibatkan pilar-pilar besar yang menopang bangungun ikut longsor. Para pekerja menaruh kedua telapak tangan di kelapa mereka tanda tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Sungguhkan mereka baru saja menyaksikan hasil pembangunan selama setengah tahun ini hancur lebur sia-sia.

Bisma yang berada di sana juga tak kuasa menahan rasa kecewa dan juga kesedihan. Pria yang baru saja memasuki kepala lima itu memegang jantungnya dan ambruk seketika.

"Pak, Bapak!! Mas Reyhan!! Bapak pingsan, Mas!" Sopir pribadi keluarga Dirgantara berseru saat menopang tubuh Bisma yang ambles.

Reyhan yang masih fokus pada pemandangan mengerikan di depannya langsung tersentak saat mendengarkan teriakan sopirnya dan bergegas menolong sang Papa.

"Papa!! Pa!! Kenapa?" Reyhan menepuk-nepuk pipi Bisma supaya sadar.

"Bapak pegang dada terus pingsan, Mas."

"Ayo, Pak, kita bawa ke rumah sakit." Reyhan memapah tubuh renta sang ayah masuk ke dalam mobil.

Mereka berangkat ke rumah sakit terdekat yang bisa membantu mereka menyelamatkan nyawa Bisma. Hujan masih turun dengan deras, tak ada kendaraan yang melintas, jadi mereka pun bisa mengebut dengan leluasa. Bermodalkan arah dari GPS, mobil tiba di sebuah rumah sakit daerah.

"Tolong!! Tolong Suster!!" Reyhan berseru-seru. Paramedis langsung berlari menghambur ke luar dengan blangkar. Sudah sewajarnya mereka panik karena wajah Bisma terlihat begitu pucat dan juga membiru.

"Apa yang terjadi??" Suster kepala yang bertugas di IGD menghampiri tubuh Bisma dan memasangkan infus.

"Bapak tiba-tiba pingsan, pegang dada begini, Sus, lalu pingsan." Pak Gun —si sopir— dengan lihainya memperagakan saat-saat Bisma pingsan.

"Bagaimana ini, Sus, dokter Ilham lagi nggak ada di tempat. Istrinya melahirkan." Seorang suster lain membisikkan sesuatu ke suster kepala. Dokter Ilhan yang merupakan satu-satunya dokter di rumah sakit itu sedang cuti menemani sang istri melahirkan pagi ini. Puskesmas yang biasanya hanya berisi pasien bapil dan diare tiba-tina kedatangan pasien gawat darurat.

"Pokoknya kita tolong dulu, kamu pasang infus. Aku akan telepon dokter Ilham dan minta Neng Cia menjalani instruksi dari dokter Ilham." Suster kepala bergegas masuk ke dalam sementara perawat lain menggeledek tubuh Bisma ke dalam salah satu bilik periksa dan melakukan prosedural pertolongan pertama.

Tak lama seorang gadis muda keluar dari dalam dan langsung menghampiri tubuh Bisma. Ia mengenalan airpod di telinganya, sembari mendengarkan instruksi dokter Ilham gadis itu menolong sang pasien. Dengan sekuat tenaga ia mencoba menyelamatkan Bisma yang ternyata terkena syok dan mengakibatkannya terkena serangan jantung.

"Kumohon bangunlah, Tuan!" Sekuat tenaga gadis itu menekan dada Bisma. Wajahnya terlihat serius sampai bahkan keringat menetes dari pelipis. Dia tak menyerah sampai napas Bisma kembali.

"Felicia, nama gadis itu Felicia." Reyhan yang terkesima dengan tekatnya membaca tanda pengenal yang terkalung di leher Felicia.

.

.

.

Satu jam yang penuh ketegangan itu akhirnya berakhir. Detak jantung Bisma kembali berdegup meski pun lemas. Felicia sampai hampir terjatuh karena limbung setelah kelelahan dan terpacu dengan adrenaline. Tugas pertama yang begitu mendebarkan bagi Seorang calon dokter yang hanya kerja praktek lapangan.

"Syukurlah!! Syukurlah ya Tuhan!" Felicia melepaskan kaca matanya dan mengusap keringat. Saat itu Reyhan melihat wajah cantik Felicia tanpa kaca mata dan terlihat seksi karena keringat.

"Ehem," dehem Reyhan menenangkan hatinya sendiri. Sempat-sempatnya ia terpesona pada wanita di saat sang ayah meregang nyawa.

"Tuan Bisma akan dipindahkan ke Rumah Sakit di kota. Tolong tanda tangani berkasnya. Nona Felicia adalah calon dokter yang magang di sini, nanti dia akan menemani di dalam ambulance." Suster kepala memberikan berkas-berkas pada Reyhan.

Tugas Felicia tidak hanya sampai di situ, Bisma harus dipindahkan ke rumah sakit besar yang jauh lebih mumpuni guna pengecekan lebih lanjut. Felicia dan Reyhan masuk ke dalam ambulance menemani Bisma ke kota.

Di dalam ambulan Felicia terus mengajak Bisma mengobrol dan menyemangatinya supaya kesadarannya tidak kembali menghilang. Napas Bisma yang semula tersenggal karena sesak perlahan mulai teratur. Ocehan ceria Felicia membuat Bisma senang, ia cukup terhibur sehingga melupakan kesedihannya yang baru saja kehilangan resort.

"Beruntung ambruk saat separuh jalan, Om, jadi Om bisa tahu bagian mana yang harus diperbaiki. Bayangkan kalau resortnya sudah jadi dan ambruk, pasti korbannya akan sangat banyak dan nama hotelnya jadi rusak." Felicia menepuk pelan punggung tangan Bisma dan berusaha untuk membuatnya tenang.

Bisma mengangguk, ucapan gadis ini tidak salah. Kerugian besar itu tak akan ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kesusahan mereka bila bencana itu hadir saat resortnya sudah jadi.

Reyhan semakin terpesona, Bisma sangat sulit ditundukkan, bahkan mereka yang notabene adalah anak-anaknya, juga susah memuaskan kehendak sang Ayah.

Reyhan semakin jatuh cinta pada Felicia, dan akhirnya memutuskan untuk mengejar Felicia. Mereka berpacaran bahkan sampai dua tahun.

Felicia tipe pekerja keras, perfectsionis dalam pekerjaan, setelah lulus fakultas kedokteran ia diterima kerja di sebuah rumah sakit swasta yang terbesar di kota ini. Tanpa sadar, kesibukan Felicia membuat Reyhan kesepian, saat itulah Fiona masuk dan menjadi racun bagi keduanya.

"Memangnya Kak Cia tak pernah memuaskanmu, Kak Rey?"

"Gluk!" Reyhan menenggak ludahnya kasar saat melihat Fiona datang ke kamar hotelnya hanya dengan lingeri seksi yang begitu menggoda.

—*****—

Dasar pelakor, minta di tampol

下一章