webnovel

10. Patah Hati

"Maria!" Michael melambai dengan senangnya, ia menungguku di sebuah taman dekat sekolah. Ia membawa dua helm di tangannya.

"Maaf, apa kau menunggu lama?" Aku duduk di sisinya.

"Tidak, baru sampai.. yah, sekitar 30 menit." ia Tertawa pelan lalu segera berhenti dan menoleh padaku, "Jadi bagaimana bagus tidak?" tatapan penuh perhatian dan antusiasme.

"Apanya?" aku pura-pura tidak mengerti, tentu saja sebenarnya aku tahu apa maksud Michael. Ia menanyakan cincin itu kan?

"Cincinnya." katanya lagi menegaskan.

Aaah.. jangan salah tingkah Maria!! jangan!! Aku harus bersikap biasa saja. Aku tak boleh memperlihatkan bahwa aku sangat menyukai cincin itu.

"Oh! ya bagus sekali, designnya simple dan sangat kekinian. bagian mutiaranya sangat cantik ini akan pas dipakai oleh wanita mana pun." Aku menjelaskan sembari meraih tas kecil berisi wadah kerang dan cincin itu dari dalam ransel sekolahku.

"Wanita mana pun?" Michael terlihat bingung.

"Ya, maksudnya adalah wanita yang memakainya akan terlihat cantik, begitu." Tas kecil itu sudah aku serahkan pada Michael, ia langsung membukanya dan menunjukan cincinnya.

Ini dia! ini dia!! apakah dia akan berlutut dan melamarku?! tidak! tidaaaak! jangan berhayal yang tidak-tidak Maria!

"Indah ya! aku membayangkan bagaimana rasanya memakaikan cincin ini pada seseorang." Michael bicara sambil melamun.

Tunggu, tunggu! kalimatnya barusan seakan dia ...

"Apakah ini untuk kekasihmu?" Sekuat tenaga aku menahan degup jantungku, dan mempersiapkan diri tentang resiko patah hati.

"Bukan. aku tak punya!" Michael tertawa menjawab pertanyaanku dan aku.. merasa sangat lega.

"Lalu cincin ini?" Aku kembali mempersiapkan diri untuk jawaban Michael.

"Ini milik Jhonatan. Kakakku. Dia akan melamar kekasihnya, dan ia memintaku untuk mencarikan cincin pernikahan. aku agak ragu pilihanku ini bagus atau tidak, makanya aku ingin bertanya padamu. Karena aku yakin kau punya selera yang bagus."

Aah... ini kah patah hati?

***

Aku sedang berada di dalam perjalanan, Michael ingin mentraktirku makan di restoran China langganannya.

Aku inginnya menolak dan langsung pulang ke rumah, perasaanku sedang tak enak. Tapi wajah Michael yang merayu terlihat gemerlapan di hadapanku. Aku tak kuasa menolaknya. Aku benar-benar gadis payah.

Aku bisa mendengar Michael bersenandung meski suara deru motornya begitu keras, helm yang aku pakai juga berhasil mengurangi kepekaan telingaku terhadap suara. Aku baru pertama kalinya memakai helm, dan rasanya sangat berat dan tak nyaman. Sempat menolak untuk memakai, tapi Michael bilang ia ingin memastikan keamananku di perjalanan.

Kurasa moodnya sedang bagus hari ini. Suara senandungnya juga merdu, aku bisa menebak lagu apa yang ia nyanyikan saat ini. "Kau menyukai lagu-lagu lama?" aku memotong senandungnya, ia segera berhenti dan menjawabnya.

"Ya, selera musikku agak kuno ya. Aku biasa mendengarnya dari ayah angkatku. Lama kelamaan aku jadi menyukainya juga."

"Suaramu bagus, Michael." Aku mengatakannya dengan pelan, menempelkan kepalaku di punggungnya. memejamkan mata dan meresapi perasaan nyaman ini lebih dalam.

Aku jadi terlalu terbiasa dengan nuansa ini, aromanya, kehangatan punggungnya, desau suaranya. Dia seakan telah lama aku kenal.. Tidak masuk akal. Tapi, entah kenapa aku mungkin akan mempercayai setiap perkataannya dibandingkan dengan ucapan pamanku atau yang lainnya.

Naif memang.. Naif. Jika ternyata ada yang berkata 'jatuh cinta membuatmu menjadi manusia yang naif' aku akan menyetujui pendapat itu.

.

.

.

Aku agak kesulitan memakai sumpit. Michael beberapakali tertawa sembari terus mengajariku. Akhirnya aku menyerah memakai sumpit dan memakan mie dengan garpu. Menusuk dumpling dengan sumpit lalu memakannya.

"Lucu sekali kau, Maria!!" Michael memegangi perutnya melihatku yang tak peduli dengan tawanya dan terus melahap dumpling pesanku.

"Aku akan memesan banyak makanan hingga kau tak sanggup membayarnya!" Sungutku. tidak! aku tak akan Setega itu.

"Walau sedang marah kau terlihat manis ya, Maria." Michael memandangiku tatapanya yang lembut dan mata hijaunya yang menghipnotis. Aku memalingkan wajah. Aku tak mau terperangkap olehnya kali ini.

"Jadi setelah ini, kau ingin pergi kemana? aku akan mengantarmu kemana pun." Michael menyumpit mienya lalu dengan mudah menyeruput ke dalam mulutnya.

"Bukankah sebentar lagi saatnya kau untuk bekerja? sudah pukul 5 sore." Aku melirik jam tanganku, lalu memandangi langit sore dari jendela restoran.

"Aku bebas hari ini." katanya santai, menyeruput minumannya.

Dari matanya, aku bisa melihat sesuatu.. sebuah kekecewaan. Tapi, aku tak mau menanyakannya. Aku harus pulang, mengerjakan pekerjaan rumahku dan belajar untuk besok. Aku tak mau kesulitan lagi mengejar nilai-nilaiku yang turun seperti tahun kemarin.

"Aku akan pulang Michael." jawabku lugas tak ada keraguan. Lagi pula memangnya mau kemana lagi aku? aku tak tahu tempat-tempat bagus di kota ini. Aku hanya tahu, rumah keluargaku, rumahku, mall terdekat dan sekolah.

"Begitu ya, baiklah. Ayo aku antar kau pulang." Lagi, wajahnya penuh kekecewaan terlihat walau hanya sekejap.

Ia membayar makanan yg sudah kami pesan dan segera bangkit dari duduknya setelah menerima kembalian. Aku menyusul, mengikutinya.

Aku meminta helm darinya, namun bukannya menyerahkan pada tanganku. Michael malah memakaikannya langsung di kepalaku. Aku sangat terkejut hingga salah tingkah.

"Tadi saat pertama kau memakainya, pasti terasa tak nyaman kan?" ia bertanya sembari menguncikan tali pengait helm dibawah daguku.

"Be, benar." sialnya aku malah terbata, wajahku terasa memanas.

"Itu karena kau salah memakainya," Ia tersenyum lalu menepuk pelan pundakku, "Nah.. ayo!"

Motor merah metalik Michael melaju, Langit sore yang indah bergerak semu. Aku sudah memantapkan diri. untuk sekali lagi. setelah ini, aku harap aku tak akan pernah punya kesempatan untuk bertemu dengan Michael lagi.

Aku akan menjalani kehidupanku seperti sebelumnya, seperti biasanya.

.

.

.

"Kau mau mampir?" Aku menawarkan diri, sembari membuka kunci pengait tali helm milik Michael.

"Jika kau tak keberatan." Ia membuka helmnya, lalu mengibaskan rambut gondrongnya yang bergelombang.

"Ayo masuk," Aku mendahului, membuka pintu rumahku lebar-lebar. "Duduklah dimana pun kau suka." aku langsung menuju kamar, meletakkan tas dan mengganti seragam sekolahku dengan baju rumah.

Menyiapkan minuman dingin dan beberapa camilan untuk Michael. Saat aku datang untuk memberikan minuman dingin itu, Michael terus melihat keluar jendela.

"Ada apa Michael?"

"Tadi aku melihat seorang gadis dengan anjing berhenti di depan rumahmu begitu lama."

"Oh.. biarkan saja." aku meletakkan nampan berisi makanan dan minuman di atas meja. lalu duduk dengan nyaman di salah satu sofa.

"Rumahmu sepi sekali.. " Katanya samar.

Ah iya! Ini soal kran kamar mandiku! apakah Michael bisa membantuku atau tidak ya? tapi rasanya jika aku meminta bantuannya, itu akan sangat tidak sopan. Dia kan tamuku saat ini, bagaimana mungkin aku meminta tamuku membetulkan sebuah kran.

Tapi .. kalau saja bisa, bukankah itu akan sangat membantu.

***

下一章