"Ahahaha!! Aku senang banget bisa jalan sama cowok ganteng hehe," terdengar suara wanita yang begitu tinggi dan sangat centil dari lorong tangga yang gelap dan hanya senter yang muncul duluan.
Rupanya Zahra mengikuti Roland yang jalan duluan di tangga, dari tadi wajah Roland hanya menatap bosan dan tidak ikhlas. "(Cewek ini terus saja cerewet dan mengatakan kalimat yang sama setiap saat... Tapi, aku kagum dengan nya karena dia belum lelah dari tadi, layaknya stamina nya tidak pernah habis,)" pikirnya sambil menatap ke Zahra yang berjalan dengan senang, semangat dan begitu ceria.
"Hahah.... Kenapa menatap ku, kamu sedang memikirkan ku kan hehe.... Awh... Kamu lelaki yang baik," tatap nya membuat Roland memasang wajah mengerikan.
"(Inilah mengapa aku tak suka wanita yang cerewet.... Jika di pikir.... Imea tidak pernah cerewet, setiap kalimat yang dia katakan pasti selalu jatuh ke hati karena suara yang lembut.....)" Roland terdiam, dia bahkan berhenti berjalan hanya karena mengingat Imea membuat Zahra terdiam menatap nya.
"Eh, kenapa?" Zahra menatap, bahkan dia mendekat menatap sangat dekat.
"Tidak ada.... Aku hanya.... Lelah...." Roland menatap.
"Oh, ya benar sih, kita sudah berjalan sampai lantai ini.... Kira kira di depan lantai berapa ya....? Oh lantai 21, kita sudah hampir sampai.... Karena tujuan kita lantai 21 sampai 25 kan?" tatapnya.
"Yeah...." Roland hanya membalas dingin lalu berjalan duluan lagi.
Setelah sampai di lantai 21, Zahra langsung menghela napas panjang. "Hm.... Akhirnya sampai juga.... Oh, lantai ini cukup aman," dia melihat sekitar duluan.
Roland hanya berpikir diam. "(Dia berkeliaran begitu, apa dia tidak akan tergigit?)" pikirnya, terkadang dia memikirkan ketika Zahra berlarian kemana mana tetapi tetap aman aman saja tanpa menemui Zombie.
Lalu Roland terlihat meletakan barang barang nya. "Huf.... Lelah sekali...." dia terlihat terlalu lelah.
Lalu Zahra mendekat. "Hei, kenapa letih, aku tahu kamu kuat, semangat dong," tatapnya.
Roland menjadi menoleh, ketika dia menatap Zahra, mendadak di pikiran nya malah muncul Imea di depan nya.
"Imea!" dia tanpa sadar memanggil Zahra dengan nama itu membuat Zahra bingung.
"Kenapa?"
"Hah! Oh.... Tidak.... Aku hanya-
"Lelah?" Zahra langsung menyela membuat Roland diam.
"Kenapa lelah cepat sekali, bukankah kau ini seorang tentara militer, memanjat tangga saja lelah.... Eh tunggu, oh aku tahu," tatap Zahra.
"Apa?" Roland hanya menatap datar.
"Kamu sedang memikirkan seseorang kan, dan seseorang itu bernama yang kamu sebutkan tadi.... Apa dia pacar mu?" Zahra menatap menggoda.
"Hampir.... Tapi dia pergi."
"Hah pergi?! Ck, ck, ck kalau begitu dia wanita brengsek--
"Bukan begitu bodoh! Dia hanya pergi, pergi selama nya," kata Roland dengan wajah sedih membuat Zahra terdiam.
". . . (Sepertinya aku terlalu mempermainkan kata kata....) Jadi, dia memang sudah pergi," Zahra ikut memasang wajah sedih membuat Roland menatap nya dengan bingung.
"Kenapa? Apa ada masalah?"
". . . Pasti rasanya berat kan," Zahra menatap.
"Oh, ya.... Em.... Yah begitulah, dan mau bagaimana lagi.... Tapi jika di minta percaya dia mati atau tidak, aku akan menjawab, dia pasti belum mati,"
"Kenapa? Bukankah kamu bilang dia mati?"
"Dia hilang dan kemungkinan yang terjadi, dia mati, karena dia tak bisa melindungi diri nya sendiri dan tak punya orang yang bisa melindungi nya.... Ini semua salah ku meminta mereka pergi tanpa aku... Dan sekarang, masih begitu terpikirkan, itu adalah banyak nyawa yang mati karena aku," Roland menatap bawah memegang kening nya dengan wajah serius dan kecewa.
Tapi ia merasakan Zahra memegang bahunya membuat nya menoleh. "Berpikir lah untuk orang lain, bukan untuk diri mu sendiri.... Di luar sana, aku percaya, dia masih hidup karena kamu berkata demikian," tatapnya.
Roland yang mendengar itu menjadi terdiam dengan mata kosong. "Kenapa kau.... Mengatakan itu?"
"Kamu pasti sangat menyukai nya, dia wanita yang beruntung jika kau menyukai nya, bisa aku tahu ciri ciri nya?" Zahra menatap, terkadang rupanya dia bisa menjadi wanita pendengar cerita yang baik.
Roland menjadi tersenyum kecil. "Dia cantik, suara yang lembut dan terlebih lagi, dia suka pada anak anak, menyayangi mereka layaknya dia juga pernah di sayangi orang lain sejak kecil. Tapi rupanya, dia hanyalah seorang gadis korban bully yang membuat nya merubah penampilan nya, ketika dia sudah siap dengan penampilan nya, dunia tidak memberinya kesempatan untuk menunjukan perubahan nya sehingga wabah ini terjadi," kata Roland.
Zahra yang mendengar itu menjadi tersenyum. "Haha... Kalau begitu dia wanita yang luar biasa.... Wajah cantik, pastinya akan di lindungi orang lain, ataupun dia memiliki pemikiran yang pantang menyerah maka dia akan berjuang sekuat tenaga untuk mencari mu juga," kata Zahra.
Roland menjadi terdiam. "Kenapa kau menjadi bersikap sangat baik, kupikir kau hanya wanita kebanyakan tingkah," tatapnya.
"Haha.... Aku merasakan simpati atau empati karena aku juga kehilangan orang yang aku cintai.... Sebenarnya.... Yah... Kamu tahulah, mungkin ini lebih buruk dari apapun, trauma membuat ku bersikap seperti ini," kata Zahra membuat Roland terkejut mendengar itu.
"(Rupanya.... Dia memang bukan sepenuhnya wanita yang begitu buruk....)" pikirnya.
"Baiklah, kita istirahat sebentar saja di sini," kata Zahra meregangkan tangan nya.
Roland menjadi terdiam, dia lalu duduk di salah satu bangku di depan nya. "Bukankah rasanya sulit jika harus di tinggal orang yang kau cintai?" tatapnya.
Zahra menjadi menoleh dan berpikir sebentar. "Hm.... Mungkin, tapi perlahan aku juga bakal bisa melupakan nya... Apa kau berencana akan melupakan nya?"
"Tidak, karena aku tidak percaya dia mati ataupun pergi."
"Oh begitu ya, jadi kau memang percaya dia tidak mati... Kalau begitu yang harus kamu lakukan hanyalah mencari nya, siapa tahu dia juga merubah penampilan nya," tatap Zahra.
Hal itu membuat Roland terdiam dengan perkataan itu. Tapi mendadak ada suara dari sisi lain membuat mereka menoleh dengan waspada.
"Apa itu?" Zahra menatap.
"Biar aku periksa," Roland berdiri memegang senjatanya yakni pistol ujung panjang nya.
Dia berjalan perlahan ke suara tadi dan ruangan itu benar benar gelap. Zahra berjalan mengikuti nya dengan wajah takut dan waspada juga.
Hingga mereka melihat sesuatu di ruangan itu yakni seorang zombie yang sedang menabrakkan kepalanya terus menerus dengan pikiran kosong, dia menabrakkan dirinya di rak besi, layaknya dia zombie yang mudah di habisi.
"Tetap di belakang ku," bisik Roland membuat Zahra mengangguk cepat.
Lalu Roland mengangkat pistol nya dan mencoba membidik dari jarak hati hati.
Zahra tampak melihat sekitar tapi ia terkejut karena ada zombie di bawah Roland akan meraih kaki Roland.
"Awas..." dia menarik Roland dan siapa sangka, peluru yang sudah di lemparkan itu menjadi melesat malah mengenai rak itu, bukan kepala zombie tadi membuat zombie tadi menoleh dan langsung mengaum.
"Astaga, sialan..." dia membidik zombie itu tapi hal yang paling mengejutkan adalah, ketika dia menembak kepala zombie itu, zombie itu tidak mati, dia malah semakin keras berteriak dan akan menyerang.
"Sial, hati hati...." Roland berbalik badan, tapi ada Zahra yang tak sempat menghindari jalur nya.
"Sial, kau menghalang," dia langsung memeluk pinggang Zahra dan berlari membawa Zahra.
Zombie itu begitu lincah bahkan ada banyak susulan zombie yang keluar mengejar mereka.
Di depan hanyalah ada kaca besar yang langsung mengarah ke luar gedung.
"Sial...." dia berhenti dan menyiapkan senapan nya, seketika membidik mereka semua.
Tapi ada beberapa yang berhasil mendekat, untung nya Zahra memberanikan diri dengan mengeluarkan pisau, dia menyerang dengan menusuk dari atas kepala Zombie itu.
"Ihkkkk...." dia berwajah jijik tapi dia tetap melakukan nya dengan terus menyerang dari jarak dekat dengan pisau nya.
Hingga mereka benar benar menyelesaikan nya membuat sama sama bernapas cepat.
"Ha... Ha.... Ha.... Ba... Bagaimana bisa....?!!" Roland menjadi bingung dengan masih yang tadi.
"Kenapa?"
"Kau lihat aku menembak kepala zombie tadi, bukankah itu sungguh aneh, aku sudah sangat tepat menembak kepala zombie nya tapi kenapa dia tidak mati??"
"Hm.... Aku tadi juga melihat nya, mungkin dia kebal," tatap Zahra.
Ketika mendengar itu, seketika, Roland teringat pesan dari Line bahwa setiap 10 hari lewat mana virus itu akan menjadi bermutasi ke level berikutnya, bahkan ada yang tak sampai menunggu 10 hari sudah bisa sampai ke level 5-10.
"(Bukankah itu terlalu berbahaya, kita jelas harus mencari tempat berlindung yang sangat aman.... Jika tidak, sampai lelah pun kita tak akan bisa melawan zombie yang kebal,)" pikirnya dengan serius.
Lalu Zahra mengulurkan botol minum membuat Roland menatapnya.
"Minumlah, aku menemukan sepasang di meja ruangan ini," tatap Zahra yang juga menunjukan bahwa dia memegang botol air minum juga.
"Oh, bagus, terima kasih," Roland menerima nya.
Lalu Zahra duduk di samping nya dan mereka meminum air di botol itu.
"Kamu tahu, dulu seseorang yang aku cintai tidak seberani kamu," tatap Zahra membuat Roland terdiam.
"Dia lebih bisa dikatakan pengecut, tapi juga mau melindungi ku, dia memang tidak bisa dikatakan kuat, tapi dia juga tak hanya tidak berani melainkan mampu membela ku apa adanya... Dia tidak sempurna tapi aku tetap suka padanya karena dia membelaku, mati matian mendapatkan ku.... Haha.... Nasib kita buruk ketika ini semua terjadi," Zahra mencoba menutupi kesedihan nya.
Hal itu membuat Roland terdiam, lalu dia menghela napas panjang. "Ha..... Ceritakan saja semuanya padaku, maka kau akan baik baik saja, hanya perlu beritahu aku dari mana kamu mulai dan cerita itu di mulai," kata Roland.
"Aku tak mau mengatakan nya, bukankah kamu dengar sendiri saat itu bahwa aku belum siap menceritakan nya pada mereka."
"Aku tidak bilang kau harus cerita pada mereka, cerita saja padaku, aku meminta mu," tatap Roland membuat Zahra terdiam tapi dia menghela napas panjang. "Baiklah, tapi kamu janji harus merahasiakan nya," dia mengangkat jari kelingking lalu Roland mengangguk.