webnovel

Survei (2)

Akhirnya yang di nantikan datang juga. Riski dan Budi sampai pada tempatnya, di sepanjang perjalanan Riski mencoba mengingat arah perjalanannya.

"Udah sampai, bang?" tanya Riski, karena Budi juga sudah memberhentikan motornya. Di sekeliling Riski juga terdapat berbagai macam sayuran, berbagai orang pula yang membeli. Di sini sayuran melimpah ruah.

"Udah, lo mau beli sayurannya sekarang apa gimana?" tanya Budi, karena jika Riski membeli sayuran sekarang dan berjumlah banyak itu tidak akan muat di motornya.

Budi sendiri sudah memiliki pelanggan yang mengantarkan sayuran setiap hari di rumahnya. Ia juga mengambil sayuran di sini, karena sudah kenal dan sudah terjalin kerjasama cukup lama jadi ia bisa mendapatkan sayur di antar ke rumahnya.

"Gue cuman mau survei aja bang, paling di sini cuman beli beberapa aja. Ntar gue bisa ke sini sendiri bang, tenang aja. Gue tadi mencoba mengingat perjalanannya." jawab Riski.

Kemudian mereka berdua berjalan ke sebuah ruko yang sudah menjadi langganan Budi.

"Lho? Kenapa ke sini? Si Amir sudah nganter ke sana tadi." kata bapak yang memiliki ruko yang bernama Arul.

"Ini mau nganterin ni bocah, katanya dia juga mau belajar tentang sayur. Nih kenalin." jawab Budi, ia mencoba mengenalkan Riski dengan Budi agar mereka berdua juga bisa menjalin kerjasama seperti dirinya.

Riski menjulurkan tangannya, "Riski, om."

Begitupun dengan Arul, "Arul. Jangan panggil om, panggil pak aja."

"Udah, lo ajarin ke dia bagaimana cara membersihkan sayur, memilih yang bagus, dan cara mengemasnya." perintah Budi ke Arul.

Arul mengangguk mengerti, lalu ia menarik tangan Riski untuk masuk ke dalam rukonya, "Nah, jadi untuk membersihkan sayur sebenarnya hanya menggunakan air yang mengalir aja, itu sudah bersih dan juga keliatan fresh kalo masih baru. Kalo yang sudah tersimpan di kulkas setelah 3 hari lebih biasanya akan berwarna kuning dan itu sudah tidak bisa di jual kembali. Mengerti?" jelas Arul ke Riski dengan detail.

Riski mengangguk, ia sesekali juga menulis apa yang di katakan Arul agar bisa mengingatnya kembali.

Arul mengambil salah satu contoh sayur yang terkena hama, "Kalo seperti ini, ini kurang bagus untuk di jual. Nih, ada bintik-bintiknya."

"Dan sebenarnya sayur itu barang paling beresiko tinggi, ya karena banyak sekali masalahnya. Terkena panas yang lama bisa layu, nggak di simpan dalam kulkas juga akan layu, di simpan terlalu lama juga akan membusuk. Jadi, kalo sama sayur harus ekstra hati-hati." sambung Arul lagi.

"Semua jenis sayur itu sama aja ya, pak?" tanya Riski penasaran.

"Beda dong, tingkat ketahanan tiap sayur itu berbeda-beda. Ada yang 3 hari sudah busuk, ada yang masih tahan. Biasanya seperti terong, buncis, pare itu kan nggak bisa terlihat layu seperti sawi, selada dan semacamnya. Masa tahan sayur seperti terong biasanya akan lebih lama dibandingkan sawi." jawab Arul dengan ramah.

Berhubung di luar lagi sibuk-sibuknya, "Udah, di pahami yang tadi ya. Ini di lihat-lihat juga gak masalah sayurnya. Saya kesana dulu, lagi ramai soalnya."

Riski melihat-lihat di dalam ruko yang cukup besar, berbagai macam sayuran ada di sini. Benar-benar hebat seorang Arul, Riski ingin menjadi pengusaha sukses sepertinya. Semoga saja.

Riski mengambil sayur sawi hijau, ia mengamati sayuran itu dengan teliti dan membedakan teksturnya dengan terong, "Ternyata memang berbeda, pantes masa ketahanan terong bisa lebih lama ya." kata Riski di dalam hatinya.

Setelah puas dengan melihat sayuran, Riski kemudian menemui kembali Arul, "Pak, kalo boleh tau di sini harga sayurnya berapa ya? Harus beli berapa minimalnya? Atau bebas belinya?" jenius. Pertanyaan jenius yang berhasil Riski ucapkan, seorang yang sangat muda tetapi bisa menanyakan akan hal itu.

"Di sini bebas mau beli berapa aja." sahut Budi, "Tetapi kalo beli banyak bakalan dapet apa, Rul?" sambungnya.

"Dapst diskon." jawab Arul cepat.

"Kalo boleh tau, berapa jumlah yang banyak itu pak? Berapa kilo?" tanya Riski lagi.

"20 kilo di setiap sayurnya." karena Arul sedang sibuk mengurusi pelanggannya, Budi yang menjawabnya lagi.

Riski mengangguk dan mencoba mengingatnya.

"Yaudah, 3 hari lagi Riski akan ke sini lagi untuk membeli sayur di sini, pak. Makasih banyak atas ilmunya." tukas Riski tersenyum manis.

Budi yang melihat attitude Riski juga bangga terhadapnya, biasanya anak muda tidak memiliki etika ketika berbicara ke orang yang lebih tua. Lupa mengucapkan terimakasih setelah mendapatkan bantuan.

Riski mendekati Budi yang tengah duduk sambil membawa rokok di tangan kirinya, "Sudah bang. Riski sudah paham."

"Yaudah, ayo pulang. Ini juga sudah jam 5, ntar sampai rumah sekitar jam 6." jawab Budi.

Setelah berpamitan dengan Arul. Budi dan Riski berjalan kembali ke arah motornya, "Bang, makasih ya." ucap Riski.

"Sama-sama. Oh iya, kalo ada hal yang ingin lo tanyakan, lo bisa tanya ke gue. Ntar gue kasih nomor handphone gue."

"Maaf bang, gue gak punya handphone. Ntar kalo ada pertanyaan, gue ke tempat lo jualan aja ya?" tawar Riski, dan Budi hanya tersenyum manis.

Di perjalanan pulang ini, Riski juga akan mengingatnya. Terkadang ia juga menulis sedang berada di jalan apa, pengalaman yang luar biasa ia dapatkan kali ini. Bertemu dengan petani sayur-sayuran dan bisa di bagikan ilmunya. Entah sedang beruntung atau tidak, Riski hanya bisa mencoba menikmati dan terus berjuang seperti apa yang di katakan oleh Rudy-kakaknya.

Setelah kurang lebih 1 jam perjalanan.

"Makasih banyak, bang." kata Riski setelah sampai di deoan rumahnya.

"Salam ke Sastro ya, maaf nggak bisa mampir karena udah waktuna jualan ini." jawab Budi terburu-buru karena di jam saat ini ia biasanya sudah berada di tempatnya jualan sayur.

"Ya bang, hati-hati di jalan."

"Ah, kan dekat dari sini. Aman." jawabnya.

Riski kemudian masuk ke dalam rumah, di depan Sastro yang bersiap untuk bekerja.

"Bu, dapat salam dari bang Budi. Dia nggak bisa mampir karena mau jualan." kata Riski menyampaikan salam dari Budi.

"Iyaa, gimana surveinya? Memuaskan? Apa yang kamu dapatkan di sana?" tanya Sastro.

"Banyak, bu. Ternyata di wilayah itu banyak petani, bahkan sayuran di sana melimpah. Udah seperti gudangnya sayur, berbagai macam sayuran ada di sana. Untung bang Budi memiliki kenalan, jadi dia yang mengajari Riski semua hal tentang sayuran. Karena terkendala masalah waktu, jadi hanya beberapa saja. Sebenarnya masih ada pertanyaan lain yang ingin di tanyakan, bu." jelas Riski dengan ekspresi kegembiraannya.

Sastro yang mendengarkan curhatan dari Riski juga ikut tersenyum bahagia, "Semoga kamu bisa sukses ya, nak." batin Sastro.

"Yaudah, bu. Riski mau mandi dulu yaa, dan mau meringkas dari hasil survei tadi. Dadah, bu." Riski melangkahkan kakinya ke kamar mandi.

下一章