webnovel

Kedatangan Senior

"Ok, Anna. Hanya satu minggu. Setelah ini gue bersumpah gak akan lagi lihat orang yang namanya Dewa itu!" Anna terus bergerutu dalam hati.

Gadis itu sebenarnya takut jika dia terjebak bersama orang itu selamanya. Seperti yang Cleo bilang dulu, jika Anna melakukan kesalahan lagi dan lagi maka ia akan terkurung bersama mereka selamanya. Anna tidak mau itu terjadi. Ia ingin h ku do bebas di sekolah. Ingin. Elajar dengan tenang dan aman.

Sepulang sekolah, Anna langsung menuju rumah majikannya untuk membantu Rita di sana. Wanita itu tidak berhenti meneleponnya jika Anna belum sampai ke sana. Padahal harusnya sore ini, ia sedang belajar di sekolah untuk keperluan olimpiade nanti.

Ketika sama di tempat tujuan, Anna merasa ada yang mengikutinya dari belakang. Ia menoleh, melihat seorang pria dengan helm di kepalanya memasuki gerbang rumah.

Mata Anna menyipit. Seperti familiar dengan postur tubuh cowok tersebut.

Orang itu membuka helm dan dengan santainya berjalan memasuki area branda.

"Kak Juna?" ucap Anna setengah kaget.

"Kenapa dia pake nyamperin gue ke sini segala? Wah, jangan-jangan dia mau marah-marah, karena gue bolos belajar buat olimpiade nanti? Aduh, mati!"

Rupanya Anna salah sangka, Juna melewatinya begitu saja. Juna tak menegur gadis itu. Jangankan untuk menegur, menatapnya saja tidak sama sekali.

Tentu saja Anna merasa aneh kepada Juna yang nyelonong masuk begitu saja seolah pria itu adalah Tuan Rumah di sini.

"Eh!" Anna menyusul Juna ke dalam.

Anna mendadak mematung saat melihat wanita cantik yang tak lain dan tak bukan adalah pemilik rumah sedang menyambut kedatangan Juna seraya berkata,

"Kamu udah pulang sayang?"

Juna menjawab, "Iya, Ma. Juna ke kamar dulu."

Rasa-rasanya Anna ingin menenggalamkan wajahnya ini ke air laut. Atau menghilang saja dari bumi.

Anna malu sekali, ternyata selama ini Juna ada majikannya. Selama ini ia bekerja di rumah cowok itu. Namun mengapa Juna seolah-olah tidak tahu, atau laki-laki itu memang tidak peduli.

Pantas saja kucing yang ada di sekolah seolah mirip dengan kucing yang ada di rumah ini. Ternyata pemilik kucing itu adalah orang yang sama.

Jika Juna adalah majikannya, maka Anna akan sering-sering bertemu cowok itu. Sementara Anna berniat menghindari senior-senior yang Cleo sebutkan berbahaya dan salah satunya adalah Juna.

"Anna!"

Suara Rita terdengar membentak, lantas cepat-cepat Anna menghampiri wanita tersebut.

"Ibu ada acara ketemu sama temen-temen. Kamu lanjutin pekerjaan yang ada di sini. Oh iya, kalau Nyonya Livia tanya, bilang saja ibu sakit dan izin pulang. "

"Ma--maksud ibu? Aku harus bohong?"

"Nurut aja apa kata ibu! Kalau sampai bilang yang sebenarnya, jangan harap ibu bukakan pintu saat kamu pulang nanti!" ancam Rita sembari memberi pelototan tajam. Sebelum ada yang mendengar perdebatan antara ia dan sang anak, lantas Rita cepat-cepat pergi dari sana.

Sore ini, ada acara arisan di rumah temannya. Jika ia tidak hadir, maka ia akan ketinggalan info mengenai apa saja yang sedang trend bulan ini. Tak lupa, sebelum menuju ke tempat tujuan, Rita membeli emas kw dan beberapa tas bekas dari pasar.

Di sisi lain, Anna cukup keteteran menyiapkan makanan sebegitu banyaknya sendirian. Katanya malam ini, Tuan Besar yang sudah beberapa bulan di luar negeri akan pulang. Bukan hanya itu, mereka juga akan mengundang kerabat dan koleganya untuk makan malam.

Sebetulnya ada tiga orang yang bertugas di dapur. Namun sepertinya Rita sengaja membiarkan yang lain pulang dan menyerahkan ini semua pada Anna. Anna sudah tak heran, wanita yang berstatus sebagai ibu tirinya itu memang selalu sengaja membuatnya menderita.

Dua jam berlalu, rasanya Anna ingin mati saja. Duduk selonjoran di lantai sembari mengipas-ngipas tubuhnya menggunakan nampan plastik.

Derap langkah seseorang menuju dapur, membuat Anna cepat-cepat terbangun.

"Sudah beres ya? Tolong bawakan semua makanan ini untuk di hidangkan di ruang tengah. Kami akan makan di sana."

"Baik, Nyonya." Anna segera melakukannya. Walau rasa lelah saat ini sedang menggerogoti tubuhnya.

Saat sampai di sana, tiba-tiba Anna terhenyak mendapati Dewa dan Prince baru saja masuk ke dalam rumah. Anna cepat-cepat berbalik dan kembali ke dapur.

Jantungnya berdegup kencang. Napasnya ngos-ngosan seperti orang yang sudah berlari puluhan kilometer. Anna mendadak cemas, ia tidak mungkin menunjukan wajahnya pada mereka. Cukup Juna yang tahu dirinya seperti apa, tidak dengan Dewa dan ... cowok yang Anna sukai—Prince.

"Aduh, kenapa semua senior yang harusnya gue hindari ada di sini semua sih? Itu lagi, Kak Prince. Gue gak mau dia lihat gue dengan keadaan gue kayak gini." Anna mendecih kesal. Hari ini tidak berpihak padanya.

Nyonya Livia kembali meminta Anna agar segera mengambil minum untuk semua orang. Anna tak bisa menolak, tak bisa bersembunyi atau kabur, karena saat ini ia sedang bekerja.

Anna memutar otak agar ia tak ketahuan jika ia sedang bekerja di sini.

"Wah, katanya Juna menang olimpiade beberapa bulan lalu ya? Ini sudah yang kesekian kalinya. Om, bangga sama kamu."

Juna hanya mengangguk dengan senyuman. Sejujurnya Juna tidak terlalu suka dipuji. Ia bukanlah orang yang haus akan pujian.

Nyonya Livia mengusap bahu Juna sekenanya. Dari kecil Juna selalu menjadi kebanggaan keluarga.

Pak Amartha tersenyum tipis, ia melirik Dewa sejenak. Tak ada yang bisa di banggakan dari anak itu. Diam-diam Pak Amartha mendecih jengkel.

"Jangan lupa, Prince juga pernah juara olimpiade." Nyonya Rayya tak mau kalah. Ia merasa anaknya juga panats mendapat apresiasi meski di kelas selalu nomor dua. Prince tak pernah bisa menyingkirkan Juna dari rangking satu.

Juna mengembangkan senyumnya kala melihat tangan Anna gemetar saat meletakkan minuman di hadapan semua orang.

Dewa heran dengan pekerja di rumah Juna, ia melihat wanita memakai cadar dengan penampilan aneh.

Kebetulan wanita itu sedang meletakkan secangkir berisi teh hijau permintaan Nyonya Livia ke hadapan Dewa, karena pria itu yang meminta.

Tangan Dewa menarik selendang yang menutupi sebagian wajah Anna membuat Anna cepat-cepat berbalik agar cowok itu tak mengenali dirinya.

Namun naas, Anna terkandung roknya sendiri dan membuatnya tersungkur hingga menjadi pusat perhatian.

Semua orang diam dan hanya Dewa yang tertawa terbahak-bahak.

"Juna, cepet bantu. Kasian, dia pasti kelehan," kata Nyonya Livia.

Tubuh Anna gemetar hebat saat seseorang membantu dirinya bangun. Untung saja Anna segera memakai selendang itu kembali menutupi wajahnya.

Anna sempat mencuri pandang. Hampir saja Anna pingsan melihat wajah tampan itu dari dekat. Yang menolong Anna bukan Juna melainkan Prince.

"Lo gak apa-apa?"

Suara itu seolah menembus jantung hati  Anna hingga membuatnya sulit sekali untuk menelan salivanya.

Anna tak menjawab, ia segera melepaskan tangan Prince dan segera terbirit ke dapur dengan dada menggebu-gebu.

下一章