Setelah mengucapkan kalimat yang cukup menusuk hati, Surya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Tangan kananya langsung menarik Anes untuk bisa mengikuti langkah kakinya. Surya tidak ingin membuang waktu terlalu lama hanya untuk meladeni hal tidak penting. Baginya waktu adalah uang. Menyia-nyiakan waktu sama halnya ingin mempersulit maupun menyakiti diri sendiri.
"Nggak usah dimasukkan ke hati!" Ucap Surya.
Anes hanya berjalan sambil menunduk, dia tidak ingin terlalu ikut campur urusan teman kelasnya dulu. Pasalnya ketika melawan maka sama halnya akan mencari masalah baru. Cukup pembullyan saja membuatnya tekanan batin, dia tidak bisa terlalu banyak memaksakan diri untuk bisa melawan. Bagaimana ada mental untuk melawan, sedangkan lawannya saja main keroyokan.
"Nes!" Panggil Surya sedikit geram melihat mental adiknya yang bisa dikatakan cemen banget. Padahal dalam dunia pembullyan itu harus bisa melawan agar tidak disepelekan oleh orang lain. Semakin banyak diam, maka akan semakin dianggap remeh. Bahkan tidak dihargai.
Surya berhenti melangkahkan kaki dan hal tersebut membuat Anes menabrak punggungnya. "Aduh!"
"Kamu kenapa sih dari tadi diam mulu?" Tanya Surya.
"Nggak apa-apa, Kak. Cuma lagi nggak enak hati saja," jawab Anes.
Surya tersenyum getir. Dia tidak tahu lagi apa yang ada di jalan pikiran adiknya. Sudah beberapa kali Surya berusaha untuk menyakinkan adiknya agar bisa tumbuh menjadi anak yang percaya diri, bukan malah yang semakin gengsi ataupun pemalu. Andai bukan adiknya, maka kemungkinan dia akan sedikit memukul kepala Anes agar cepat sadar.
"Untung aku masih sabar, kalau nggak bisa sakit kamu!" Ujar Surya lalu menghela napas.
Tangan kanan Surya memegang wadah untuk meletakkan ikan, sedangkan tangan kirinya memegang pancing yang terbuat dari kayu bekas ranting pohon lalu di tali menggunakan tali pancing. Pada bagian dekat umpan diberi busa kecil yang sudah diikat dengan tujuan agar mudah tahu jika ada ikan yang akan masuk perangkap. Begitupun yang dipegang oleh Anes.
Bagi mereka, kreatif adalah nomor satu. Tanpa kreatif, maka mereka akan sedikit tekanan batin. Sebab, mereka berasal dari keluarga miskin yang terkadang makan saja tidak bisa. Apalagi untuk membeli pancing yang tentu harganya cukup mahal. Pasti mereka akan berpikir ulang bahwa uangnya lebih baik digunakan untuk hal yang lebih penting.
"Sudahlah, Kak, nggak perlu diperpanjang. Lebih baik kita langsung ke sungai saja biar nggak kesiangan. Kasihan adik juga kalau nunggu kita lama," kata Anes.
Memang ada benarnya karena usia mereka masih tergolong anak-anak. Dari sebab itulah mereka menjadi anak mandiri tanpa sering bergantung kepada orang lain. Sebab, bergantung dengan manusia itu hanya akan membuat sakit hati saja. Selagi masih bisa diusahakan diri sendiri, maka mereka akan berusaha semampu mungkin untuk mewujudkan keinginannya.
"Ya sudahlah," sahut Surya lalu kembali melanjutkan langkah kaki yang sempat tertunda.
Tak lama kemudian, mereka berdua telah sampai di pinggir sungai. Ukuran sungainya tidak terlalu besar dan tidak pula terlalu kecil. Tidak ada pondasi di setiap pinggir sungai. Bentuk sungai tersebut hanya seperti galian sumur, hanya saja kalau sungai panjang, sedangkan sumur bundar.
Jadi, bagi siapa pun yang tidak hati-hati ketika berada di pinggir sungai, maka kemungkinan bisa jatuh terpeleset. Tekstur tanah ketika terkena air, maka akan licin. Tidak jauh berbeda dengan tekstur tanah yang akan digunakan untuk membuat gerabah.
"Kak, umpannya mana?" Tanya Anes.
Bukan hanya Surya saja yang bisa memancing, melainkan Anes juga bisa. Bahkan memancing itu merupakan hal yang sangat mudah, meskipun terkadang ada beberapa hal yang sedikit membuat diri sendiri bosan menunggu ada ikan yang menyambar umpan. Namun, beda cerita kalau mancing ikan bersama orang lain. Setidaknya ada seseorang yang bisa diajak untuk bercanda.
"Nih!" Ucap Surya memberikan wadah plastik kecil yang berisi cacing.
"Besar-besar banget."
"Biar mudah ketika dipasang umpan. Lagian kalau cacingnya segar-segar seperti ini, maka akan mudah memancing ikan agar cepat menyambar."
"Iya juga sih."
Mereka mulai memancing. Baru pertama kali memasang umpan ke dalam sungai, langsung ada ikan yang menyambar di umpan milik Anes. Ketika busa terlihat jalan, maka pada saat itulah Anes menarik pancingnya. Terpampanglah ikan seukuran telapak tangan orang dewasa.
"Wah, ikannya besar banget," ucap Anes kagum. Selama memancing, baru kali pertama ini dia mendapatkan ikan berukuran besar.
"Iya, aku benar-benar nggak bisa ngebayangin betapa tebal daging ikan ini, pasti gurih dan manis kalau kita langsung masak karena ikannya masih segar," sahut Surya.
"Iya, Kak, aku juga nggak bisa ngebayangin kalau ikannya digoreng dan dicocol dengan sambal bawang."
"Ah, sudahlah jangan menghayal dulu. Ikannya dilepas sana biar nggak kembali lagi ke sungai. Ntar kalau lepas ke sungai baru tahu rasa."
"Siap!"
Anes langsung melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Surya. Bukan hal yang sulit bagi Anes untuk melepaskan ikan tersebut. Bahkan tak butuh waktu lama saja Anes sudah berhasil. Ikan tersebut diletakkan di dalam wadah.
"Hawanya enak sekali ya, dingin-dingin sejuk gimana gitu."
"Iya, Kak, terasa segar banget. Mungkin karena banyak pohon."
Mereka berdua kembali memancing dan fokus kepada dirinya sendiri. Namun, Surya mulai merasakan ada sesuatu yang membuatnya merinding. Bahkan pori-porinya sedikit terbuka, ditambah lagi hembusan angin pagi membuatnya semakin merasa ada sesuatu yang sedikit ditutupi. Hal ini perlu penjelasan agar pikirannya tetap bisa terkontrol, terutama agar tetap bisa berpikir positif. Semakin berpikir negatif, maka hati akan semakin gusar. Sebaliknya pun sama. Jika semakin berpikir positif, maka hati pun akan tenang.
Surya melihat sekelilingnya untuk mencari tahu hal yang membuatnya merasa aneh. Tepat pada sebuah pohon besar dengan daun lebar berbentuk seperti love ada seorang anak kecil seperti seumuran dirinya. Tepatnya terletak di seberang sungai sebelah kanan. Anak kecil tersebut bersandar di bawah pohon dengan menyelonjorkan kedua kakinya.
Kedua mata Surya semakin menatap anak kecil tersebut. Semakin Surya menatap, maka anak kecil tersebut semakin terlihat ramah. Kini anak kecil tersebut melambaikan tangan kepada Surya.
"Ke sini saja!" Teriak Surya dengan kedua tangannya diletakkan dikedua sudut mulut.
Anes mengerutkan keningnya hingga membentuk gelombang-gelombang kecil. "Kakak ngomong sama siapa?"
"Itu sama anak laki-laki yang berada di bawah pohon," jawab Surya sambil menunjukkan ke arah pohon tersebut.
"Hah, anak laki-laki?" Anes cukup terkejut. Dia bolak-balik menatap pohon untuk melihat apa yang tadi diucapkan Surya, tapi sampai saat ini hasilnya masih kosong.
"Sudah lihat kan?"
"Apaan sih, Kak? Di sana nggak ada siapa-siapa. Masih pagi jangan yang aneh-aneh!"
"Tapi di situ beneran ada loh."
"Kak, jangan buat aku merinding deh!" Pinta Anes sambil mengusap pelan kedua tangannya. Dia baru teringat bahwa Surya sedikit memiliki masalah mengenai kehidupannya dan dia memiliki kemampuan khusus yang sering terucap tanpa kesadaran.