Snot dan Vista hendak merayakan Idul Fitri di Klaten sehingga begitu libur sekolah mereka diantar Papa Vista dan Mama Snot ke rumah kakek dari pihak ibunya. Kakek dari pihak ayah dan ibu mereka memang berasal dari Klaten. Jadi kalau pulang ke Klaten mereka itu betul-betul pulang ke kampung halaman ke dua orangtuanya. Kakek mereka tinggal di Ketandan dan Ceper. Setelah itu, Papa Vista dan Mama Snot kembali ke ibukota lagi, baru menjelang lebaran nanti mereka datang ke Klaten lagi.
Tentu saja kedatangan mereka disambut gembira oleh kakek dan neneknya. Juga oleh Tante Wio adik Mama Snot, yang kantornya sudah libur. Tante Wio hendak mengajak Snot dan Vista untuk melihat pasar malam di lapangan dekat terminal. Tapi, Snot dan Vista belum begitu tertarik. Setengah bulan sebelum hari raya, pasar malam itu sudah digelar. Ada bermacam-macam pertunjukan dan permainan seperti komidi putar, ayunan, tong setan, wayang kulit, sandiwara ketoprak, dan sebagainya. Semua itu membuat suasana bulan Ramadhan lebih semarak.
Snot dan Vista sedang bersantai di balai bambu bawah pohon belimbing. Belimbingnya yang masak dan busuk berkali-kali jatuh. "Bagaimana, kalian tidak tertarik melihat pasar malam?" tanya Tante Wio lagi. Susah menjawabnya. Sebetulnya Snot dan Vista sudah malas, paling-paling yang dilihat itu-itu juga. Tapi kalau menolak tawaran itu tidak enak, takut tante mereka kecewa. Mereka pernah beberapa kali melihat pasar malam di tempat yang sama, juga bersama Tante Wio.
Duk! "Aduh, belimbing nakal!" gerutu Snot. Tante Wio dan Vista tertawa geli melihat kepala Snot yang basah kena belimbing masak jatuh.
"Enak, ya, juice belimbingnya?" goda Vista sambil tertawa.
Snot mengusap kepalanya yang basah. Sempat lidahnya mencicipi air yang mengalir lewat bibir. "Manis! Kenapa, sih, pakai jatuh segala?" Eit, dia lupa kalau puasa!
"Karena gravitasi bumi," jawab Tante Wio. "Gara-gara apel jatuhlah Isaac Newton menemukan teori gravitasi bumi. Dia menyatakan bahwa benda yang jatuh ke bumi karena ditarik oleh magnet bumi."
"Dan gara-gara sering berjalan menunduk maka saya sering mendapat uang jatuh," sergah Snot.
Mata Tante Wio terbelalak. "Dasar anak nakal!" Tante Wio mencubit Snot. "Bagaimana, kalian tertarik ke pasar malam tidak?" tanya Tante Wio lagi.
"Tante, pasar malam buka tengah malam, ya?" goda Vista.
"Ya, jam satu malam," kata Tante Wio, "yang nonton hantu!"
Snot tertawa melihat Tante Wio cemberut. "Apa saja tontonannya? Masih seperti yang dulu-dulu?"
"Sekarang beda, ada pertunjukan putri duyung," jawab tantenya.
Vista tertegun, lalu bertanya dengan penuh penasaran, "Maksud Tante ada tari putri duyung?"
"Bukan, tapi ada putri duyung beneran," kata Tante Wio. Tapi dilihat dari mimik mukanya Tante Wio kelihatan menahan tawa. "Lihat saja iklannya di spanduk yang dipasang di jalan-jalan."
"Ikan duyung? Jangan-jangan ikan itu diambil dari Sea World, Ancol!" ujar Snot.
Tante Wio garuk-garuk kepala dan menghela napas panjang. Bagaimana, ya, caranya membujuk dua keponakannya yang suka berkilah itu. Lha, mau diajak senang-senang saja kok susah. "Bukan jenis ikan, tapi putri duyung asli. Manusia setengah ikan."
"Ah, paling-paling juga bohong," seru Vista. "Itu hanya ada di dongeng. Pernah lihat film animasi Little Mermaid? Nah, itu dia."
"Saya pernah baca buku ceritanya," kata Snot.
"Ya, Tante juga tahu itu. Kisah itu ditulis Hans Cristian Andersen. Pengarang asal Swedia," kata Tante Wio. "Bagaimana, kalian tidak ingin melihatnya?"
Snot menatap Vista, yang ditatap tampak ogah-ogahan, tapi akhirnya mengangkat bahunya. "Oke deh!"
Snot tertawa, bila Vista jadi nonton pasti dia tidak mau ketinggalan. "Saya juga ikut!"
"Pasti yang kamu incar acara jajannya. Iya, kan?" seru Vista pada Snot.
"Sttt, jangan buka rahasia orang," jawab Snot. "Kamu juga senang jajan."
"Jika benar itu putri duyung asli, wow, pasti sangat menarik. Jadi, buka hanya cerita saja yang kita dapat," ujar Vista.
"Uh, pasti putri duyung palsu," tukas Snot. Nah, urusannya kini tampaknya jadi lain, karena niat Snot ingin mengasah otak detektifnya. Siapa yang berada di balik penipuan putri duyung? Jika hanya sekadar hiburan kenapa menjual kebohongan? "Tante yakin itu putri duyung?"
"Namanya juga orang cari makan. Begitu saja anak-anak sudah ribut minta melihatnya," jawab Tante Wio. "Tapi kamu harus tahu, ikan duyung memang ada. Mereka hidup di laut sebagai binatang mamalia yang melahirkan anak layaknya ikan paus. Ikan duyung juga bernapas dengan paru-paru. Sementara di Sungai Mahakam ada ikan pesut, yaitu sejenis ikan duyung yang hidup di air tawar! Tentu saja ikan duyung dan pesut berbentuk sebagaimana ikan lainnya. Bukan setengah ikan setengah manusia. Di Sulawesi ada dugong, sejenis ikan duyung pula."
Panggung putri duyung menjadi pembicaran hangat di masyarakat, terutama anak-anak. Anak-anak mempercayai bila putri duyung itu asli. Malah ada yang bertengkar gara-gara ada temannya yang tidak percaya. "Bukankah di film kita pernah melihatnya?" seru seorang anak meyakinkan temannya.
Mereka yang tidak percaya tetap membantah. "Itu hanya film, bukan betulan."
"Tapi itu asli, saya sudah melihatnya kemarin bersama bapak dan ibuku," kata yang lainnya.
"Saya tidak percaya!"
"Karena kamu belum melihatnya!"
Snot memperhatikan mereka. "Lihat, mereka bertengkar tentang putri duyung. Bagaimana kalau kita ajak Tante Wio segera melihatnya. Nanti sore saja, sehabis Maghrib," kata Snot pada Vista.
"Habis tarawih saja, biar puas di sana."
"Baiklah," kata Snot. Setelah sholat tarawih di mushola Snot, Vista, dan Tante Wio berangkat ke pasar malam, mereka menyewa becak. Sesampainya di pasar malam mereka larut dalam kerumunan manusia yang sangat berjubel. Penitipan motor penuh sesak. Aneka stand digelar dan di mana-mana ada pedagang, pedagang apa saja. Bukan hanya pedagang martabak, tapi juga makanan lain. Tampaknya pasar malam juga sebagai sarana promosi pariwisata. "Setelah hari raya, pasar malam pindah ke Jimbung, di sekitar danau Rowo Jombor," kata Tante Wiio.
"Mana tempat pertunjukan putri duyung?" tanya Vista.
"Kita cari dulu, saya juga belum tahu. Kita ikuti arus pengunjung saja, pasti mereka juga ke sana," kata Tante Wio. Dari pembicaraan yang mereka tangkap, yang berminat ke stand putri duyung sangat banyak sehingga berdesak-desakan. Snot dan Vista harus selalu menggandeng tangan tantenya, takut tersesat. Sudah begitu, membeli karcisnya juga harus sabar karena antriannya panjang sekali. Vista sebetulnya sudah tidak tahan, tapi tanggung. Panggung putri duyung terbuat dari balai-balai bambu, yang rawan runtuh jika ikatan talinya lepas atau ada beban berat. Snot merasa tidak nyaman, tapi sudah terlanjur antri. Syukurlah mereka akhirnya bisa mendapatkan karcis, lalu masuk panggung dengan berhimpit-himpitan.
Di tengah-tengah panggung ada sebuah menara bambu, tingginya kira-kira empat meter, dan jauh dari jangkauan penonton. Penonton harus selalu berjalan mengelilingi panggung sebelum akhirnya keluar. Putri duyung ada di atas menara dan kepalanya hampir menyentuh atap terpal. Duduk di atas menara dengan rambut tergerai panjang menutupi bagian dada. Ekor ikannya berwarna kuning keemasan, mungkin putri duyung jenis ikan emas, bukan jenis mujaer! Putri duyung itu lebih banyak diam, tapi Snot sempat melihat tangannya menyibak rambut.
"Wow, luar biasa!" seru Vista.
"Ternyata putri duyung beneran!" seru beberapa penonton. Ada beberapa orang yang iseng, melempar putri duyung dengan kue atau lainnya. Tapi yang dilempar hanya diam saja, meringis saja tidak. Mereka tidak bisa berlama-lama karena harus segera keluar karena didesak penonton lain dari belakang. Sekeluarnya dari panggung banyak yang mengumpat kalau itu hanya bohong-bohongan. "Bagaimana, kamu percaya itu asli?" bisik Snot pada Vista.
"Apa saya sebodoh yang kamu kira?" Vista balik bertanya. "Jelas itu bohong. Lama-lama orang juga akan tahu."
"Kalian jadi tahu, ternyata masih banyak orang berbohong untuk mencari uang," kata Tante Wio, "itu namanya orang-orang jahat."
"Kenapa tidak dilaporkan polisi?" tanya Vista. "Bagaimana, kamu ingin membongkar kejahatan mereka?"
Snot terdiam. "Saya yakin itu memang hanya orang yang didandani seperti itu. Pasti ekornya hanya kain kolor yang diberi sirip dan sisik. Vis, mengapa kamu yakin itu bohongan?"
Vista tidak menawab, justru Tante Wio yang menjawabnya. "Masa iya putri duyung pakai lipstik? Memangnya di dasar laut ada toko kosmetik, sehingga dia sempat belajar bersolek?" Snot dan Vista tertawa. "Apakah kalian tidak memperhatikan itu, tampaknya dia juga pakai bedak, lho."
Snot menghubungi Mayor Dud dan bercerita tentang stand putri duyung. Mayor Dud tertawa terbahak-bahak. "Itu kuno sekali. Bohong banget, coba kamu akali agar kebohongan putri duyung itu segera terbongkar, agar para penipu itu jera. Dulu juga ada nelayan dari Eropa yang membual telah berhasil menjaring putri duyung, hasil tangkapannya itu difoto. Tapi, mereka ditangkap polisi karena menipu masyarakat, alias bohong segunung!"
Paginya Snot mengajak Toe, teman mainnya bila sedang di desa, pergi ke pasar malam. Mengapa pilih pagi, bukankah saat itu belum ada pertunjukan apa-apa? Justru itulah, dia ingin melihat kegiatan pasar malam sebelum pentas. Mereka pergi dengan berboncengan sepada mini milik Toe, sesampai di arena pasar malam Toe menyenderkan sepedanya di pagar. Setelah itu, mereka masuk ke areal pasar malam dengan setenang mungkin agar tidak dicurigai. "Bagaimana kalau kita kepergok?" tanya Toe.
"Jawab saja kalau kita anak penjual martabak," jawab Snot sambil tertawa.
"Bagaimana dia bertanya apakah kita sering makan martabak?"
"Jawab saja kita anak pedagang martabak yang pelit!" Toe tertawa mendengar canda Snot. Mereka bisa mendekati panggung putri duyung, dan masuk ke dalam. Ternyata di dalam panggung kosong, tidak ada orang. Snot dan Toe mendekati menara, tempat putri duyung dipajang.
Saat itulah ada seorang laki-laki klimis masuk dan bertanya kepada mereka dengan genit, "Hai sedang apa kalian?"
"Tidak apa-apa, om! Hanya melihat-lihat saja!" jawab Snot.
"Om katamu? Panggil saya mbak!" kata laki-laki genit itu, sambil tertawa.
"Baiklah, mbak!" ujar Toe sambil menyeringai menahan tawa. Laki-laki genit itu keluar. Snot melihat tali menjulur di salah satu bambu menara. Lalu Snot pura-pura menyeret tali itu dengan kakinya ke arah lubang di bawah panggung. Snot keluar panggung, melihat kiri kanan tidak ada orang. Lantas tali itu diikatnya dengan papan-papan kayu penutup panggung. "Bila ada yang tersandung tali ini, maka menara akan goyang atau roboh. Mudah-mudahan gravitasi bumi membantu saya. Bila roboh, pasti putri duyung akan melompat turun," katanya dalam hati. Setelah itu Snot mengajak Toe pulang. Snot berjanji akan pergo lagi ke stand putri duyung dan Toe akan menunggunya.
"Kurang kerjaan!" seru Vista ketika Snot mengutarakan untuk menonton putri duyung lagi. "Apa kamu tidak bosan?"
"Tante Wio bersedia tidak, ya?" Snot masih penasaran. Apalagi dia sudah berjanji kepada Toe akan menonton bersama.
"Tidak mungkin mau," seru Vista. Ternyata benar, Tante Wio tidak berminat mengantarnya. "Pasti kamu punya rencana! Betul, kan?" tanya Vista.
"Sama sekali tidak," jawab Snot.
Akhirnya Snot memberi tahu Toe kalau dia tidak jadi ke pasar malam. Toe juga tidak tahu apakah akan pergi ke sana atau tidak. "Kalau ada yang mengajak saya mungkin pergi," kata Toe.
****
Toe memelihara hamster di rumahnya. Snot datang melihat binatang yang mirip tikus tetapi dengan bulu berwarna warni. Katanya hamster berasal dari Irak lalu selanjutnya dibawa pengelana keluar dari negeri cerita 1001 malam sehingga menyebar ke mana-mana. "Mengapa mereka tidur terus?" tanya Snot. Dia belum tahu kalau hamster, demikian juga tikus, adalah binatang malam. Sehingga kalau siang bermalas-malasan sementara kalau malam aktif mencari makan dab bermain.
"Kalau kamu ingi melihatnya bermain-main ke sini malam hari. Tapi ada caranya agar mereka bangun," ujar Toe lalu mengambil sesuatu dari dalam rumah. "Mereka suka makan kacang asin," benar saja Toe membawa kacang kulit asin lalu memasukkanya ke dalam kandang hamster. Para hamsetr itu berebut kacang bahkan berantem dengan berguling-guling lucu sekali. Di dalam kandang itu juga ada roda komidi putar dari kawat. Bila hamster itu memanjat di roa itu maka akan berputar. Semaki cepat hamter itu mengayuh maka semakin cepoat pula perputaara roda itu.
"Seperti marmut, ya?" kata Snot. Dia berjanji dalam hati, nanti sekembalinya ke Jakarta akan memelihara hamster. Dia rasa Vista juga senang dengan binatang imut itu.
"Tetapi kalau marmut tidak memiliki ekor. Lihatlah, kalau hamster memiliki ekor meskipun hanya kecil. Benar. Hamster memiliki ekor tetapi hanya kecil saja. Berbeda dengan ekor tikus yang panjang menggelikan. Kesukaan hamster adalah kuaci atau biji-bijian, teruatama biji bunga matahari. "Tetapi hamster pemakan segalanya. Diberi ikan asin juga dimakan, diberi buah juga dimakan. Seperti kamu."
"Bagaiaman kalau kita lepas dan kita jadikan kejar-kejaran?" tanya Snot.
Toe setuju. Hanya saja keburu Toe disuruh ibunya mencari duan pisang di kebun. Biasa menjelang hari raya banyak yang membuat kue-kue untuk memeriahkannya. Bahan ketika Snot bermain ke rumah Toe lagi temannya itu sedang asyik mengupas kulit ari kacang tanah. "Ibu akan membuat kacang bawang," ujar Toe.
Snot membantunya. Kacang tanah yang sudah dikupas dari cangkang direndam ke dalam air panaskan dibiarkan sampai kembung. Bila sudah begitu maka mereka tinggal memencetnya dan biji kacang akan berlari keluar meninggalkan kulit arinya. Asyik juga. "Mending kita mengupas biji kacang tanah. Teman saya ada yang harus mengupas biji kedelai. Bayangkan saja betapa susahnya pekerjaan itu," kata Toe, sambil tertawa. Setelah selesai mengupas kacang mereka menuju menuju kandang hamster. Tetapi binatang-binatang itu tidak ada di tempatnya dan pintu kandangnya terbuka. "Kok bisa begini?" seru Toe. "Aduh, saya tadi lupa menguncinya. Si cokelat bisa mendorong pintu sehingga terbuka. Itu sering dilakukannya!"
Mereka pun sibuk mencari para hamster. Tetapi tidaks aja kunjung ketemu. Bahakan Toe dan Snot sampai mencarinya dengan membongkar benda-benda di kebun. Siapa ahu hamsetr itu ada di situ. Hanya saja yang mereka khawatirkan bila dimakan kucing. Bukankah kucing tidak peduli kalau mereka itu bukan tikus? "Di mana mereka ya?" kata Snot. "Saya rasa mereka tidur di suatu tempat."
"Tetapi kira-kira di mana ya?" kata Toe khawatir. "Bisa-bisa saya dimarahi Bapak karena tidak merawatnya sungguh-sungguh. Saya memintanya sampai menangis," kata Toe, membuka rahasianya sendiri.
Mata Snot tertumbuk pada sebuah lubang di pohon. Lalu dia mendekati pohon itu. "Kira-kira masuk ke sini tidak ya?" kata Snot sambil menunjuk lubang.
Toe melihat yang ditunjuk Snot. "Tetapi bagaimana caranya mengetahui kalau hamster itu ada di dalam lubang Pohon itu. dilongok dengan mata tidak mungkin," kata Toe.
"Itu gampang. Ambil kacang asin lalu ikat benang. Nanti kita masukkan ke dalam lubang ini," kata Snot. Toe tidak menunggu lagi. Segera saja berlari ke rumah dan kembalinya membawa kacang dan benang. Mereka pun memasukkan kacang ke dalam lubang, pelan-pelan. Ternyata ada yang menarik-nariknya. Benang ditarik keluar dan tampak kepala hamster yang melongok-longok keluar mengejar kacang.
"Mereka punya rumah baru, Toe. Biarkan saja mereka tinggal di situ!" kata Snot. Toe setuju, tetapi harus dibuatkan kawat melingkari pohon itu agar kucing tidak bisa masuk.
****
Snot akhirnya tidak bisa datang ke pasar malam. Tetapi beberapa hari berikutnya dia mendapat berita kalau menara putri duyung roboh. Ketika bermain ke rumah Toe hal itu ditanyakannya. "Betulkah menara putri duyung roboh?" tanya Snot pada Toe.
"Betul! Malah saya melihatnya!" jawab Toe. "Rugi habis lho kamu karena kamu tidak jadi nonton!"
"Terus apa yang terjadi," tanya Snot, memancing.
"Salah satu kaki menara tiba-tiba miring karena ada tali yang menariknya, tidak lama kemudian menara itu roboh. Lucu sekali!" kata Toe sambil tertawa terbahak-bahak cukup lama, air matanya sampai ke luar. Mungkin memang lucu sekali.
"Kok lucu sekali?" tanya Snot penasaran.
"Putri duyung itu menjerit ketakutan, lalu bangkit dan berpegangan pada bambu yang mulai miring. Penonton sedikit panik, tapi melihat putri duyung yang bergelayutan bambu mereka malah tertawa. Kemudian, tahu nggak apa yang terjadi?" Toe masih tertawa. "Putri duyung itu melompat turun lalu berlari layaknya sedang balap karung, sambil memegangi bajunya!"
"Jadi, dia berlari sambil memegangi baju putri duyungnya?"
"Betul! Baju itu robek, dan keluar kakinya!" Toe tertawa lagi terpingkal-pingkal. Penonton bersorak-sorak mencemooh karena merasa ditipu. Putri duyung itu menjerit-jerit lalu dengan tergesa-gesa mencopot baju putri duyungnya dan lari keluar panggung. Rambut palsunya juga jatuh!"
Snot ikut tertawa. "Pasti yang jadi putri duyung laki-laki genit itu?"
"Ya, betul dia," jawab Toe. "Kok kamu tahu?"
"Bentuk mukanya mirip dia. Saat melihatnya kemarin saya sudah curiga dia yang jadi putri duyung," jawab Snot. "Bagaimana kalau kita sekarang ke sana?"
"Baik. Saya ambil sepeda dulu," kata Toe. Mereka berboncengan ke arah pasar malam. Belum begitu ramai karena matahari masih terik, baru jam dua siang. Mereka menuju stand putri duyung dan masuk. Hanya ada bekas menara yang roboh dan belum dirapikan. Mereka keluar lagi. Di dekat pedagang bakso, di sebuah tenda terpal, mereka bertemu laki-laki genit itu. Kakinya diperban.
Snot pun nyeletuk. "Wah, putri duyung kakinya luka!"
Orang itu kaget mendengar kata-kata Snot, setelah itu tertawa berkepanjangan. "Dasar bocah, putri duyung kok seperti ini!"
Snot bertanya lagi, "Mana baju ikan duyungnya, om?"
Orang itu terkejut, tapi hanya sebentar setelah itu tertawa sambil menunjuk jemuran pakaian. "Itu, mulai sekarang tidak ada lagi putri duyung. Kalian boleh membawa baju itu pulang!"
"Sungguh?" tanyaToe.
Snot terkejut dengan pertanyaan Toe. Temannya digamit, "Untuk apa?"
"Kita bisa membuat panggung putri duyung sendiri," kata Toe. "Vista bisa jadi putri duyung kecil. Kita jadi punya banyak duit."
"Jangan, nanti menaranya roboh," kata Snot. "Selain itu, ekornya nanti kedodoran maka dan jadilah Vista sebagai putri duyung keriput!"
"Ha-ha-ha!" laki-laki genit itu tertawa keras. "Maksudku, hanya buat kenang-kenangan saja, tidak untuk jadi putri duyung!"
"Kalau begitu, kenapa tidak disimpan sendiri saja. Siapa tahu nanti jadi artis terkenal!" seru Snot.
"Begitu, ya? Doakan saya segera ngetop, ya!" kata laki-laki genit itu, sambil ngeloyor masuk ke dalam tenda.
Tapi Toe segera menyusulnya sambil berteriak, "Om, apakah baju putri duyung itu sudah dijahit? Bukankah tadi malam robek!"
Orang itu melongokkan kepalanya dari tenda sambil tertawa, "Nanti akan saya jahit!" Snot dan Toe beranjak meninggalkan pasar malam. Sejak itu pula penipuan putri duyung lenyap. Tinggallah cerita tentang putri duyung yang lari tergopoh-gopoh, dengan kedua kaki yang keluar dari sirip ekornya.
Tiga hari sebelum lebaran Papa Vista dan Mama Snot sudah datang di desa. Malam takbiran di desa sangat ramai. Orang berbondong-bondong pergi ke masjid atau mushola untuk takbiran. Suara takbir menggema ke langit dengan pengeras suara. Pagi harinya orang berbondong-bondong ke lapangan dan masjid untuk menjalankan shalat Ied. Setelah bermaaf-maafan dengan orang tua, kakek nenek, dan keluarga besarnya, Snot mengajak Vista ke rumah Toe. Mereka mendapat kabar kalau hamster Toe sudah punya anak. "Suara anaknya bisa kita dengar," ujar Toe gembira. Snot, Vista, dan Toe lalu menuju kebun. Mereka bergantian menempelkan kepala ke arah lubang. Terdengar suara cicit bayi hamster dan mereka senang sekali. "Awas telingamu nanti digigit induknya!" goda Toe.
Vista pun menjerit ketakutan. "Saya ingin memelihara hamster," kata Vista. "Nanti kamu yang bertugas membersihkan kandangnya, ya!" Tentu saja kata-kata itu ditujukan kepada Snot.
"Tenang saja. Nanti setiap hari kamu memakai masker penutup hidung," sahut Snot. Tahu nggak kalau pipis hamster itu sangat bau. Jadi kalian harus rajin membersihkan kandangnya. (*)