"kenapa dia?" gumam Zaskia.
Belum sempat Zaskia melemparkan air dari gayung yang ia pegang ia memutuskan untuk mengurungkan niatnya. Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada Djaka. Zaskia mendekat dan menyentuh pria itu dengan pelan. Zaskia bisa merasakan jika bahu yang ia sentuh terasa hangat dan tentu saja Djaka memang sedang tak baik-baik saja.
Telapak tangan Zaskia beralih dari bahu kini menyentuh kening Djaka, dan benar saja jika Zaskia merasa pria itu sedang tak baik-baik saja karena kini faktanya Djaka memang sedang demam, bahkan demamnya cukup tinggi.
"Ya Tuhan, dia ternyata bisa sakit juga. Huh, sekarang apa yang harus aku lakukan?" gumamnya yang kini mulai merasa panik harus berbuat apa.
"Hei Joko, kau sakit? Kalau sakit kenapa tidur di sini?" tanyanya yang berharap Djaka akan menjawabnya, namun ternyata tidak, pria itu masih konsisten terpejam tanpa menjawab sepatah kata pun.
"Joko Bangunlah. Tidur di tempat tidur sana! Jangan tidur disini!"
Dan lagi, lagi Djaka sama sekali tak bereaksi, pria itu tampaknya sangat lemah dan sangat kelelahan bahkan hampir tak sadar.
"Ih, merepotkan banget sih."
Kini mau tak mau Zaskia memang harus beraksi untuk membantu Djaka bangun dari tempatnya tertidur saat ini. Dan tentu saja, tenaganya sebagai seorang perempuan tak semudah itu untuk mengangkat tubuh Djaka. Ia yang awalnya tak mau di sentuh oleh Djaka kini justru sebaliknya. Ia lah yang menyentuh suaminya dan berusaha untung menuntun pria itu menuju ke tempat tidur. Zaskia membuat Djaka merentangkan tangan kanannya di lehernya. Zaskia sendiri sampai tertatih tatih menuntuh suaminya tersebut, pasalnya secara postur tubuh mereka memang jauh berbeda. Zaskia yang tak terlalu tinggi harus membantu menuntun Djaka yang jauh lebih tinggi darinya.
"Ahhkk.. kenapa kau sangat berat? Pasti kau terlalu banyak makan bakso. Huh…"
Brukk …
Dengan susah payah pada akhirnya Zaskia berhasil membaringkan tubuh tinggi dan berat Djaka ke atas tempat tidur. Zaskia bisa melihat dengan jelas wajah Djaka dari dekat yang memang benar mungkin apa yang pernah dikatakan oleh Nindy, sahabatnya jika pria ini memang tak jelek. Bahkan bisa dibilang tampan dan keren. Tapi, yang namanya gak cinta ya gak cinta, yang ada justru hanya perasaan kesal dan emosi tiap kali melihatnya ataupun dekat dengannya, tapi kali ini, mengapa tidak?
Melihat wajah pucat dan juga tak berdaya Djaka membuat Zaskia yang awalnya tak suka dengannya merasa ada sesuatu yang aneh dalam dirinya.
"Euuhh.." Djaka merintih lagi walau masih belum sadarkan diri sepenuhnya, hal ini membuat Zaskia terdasar jika ia harus melakukan sesuatu dan bukannya malah hanya memperhatikan wajah rupawan pria di hadapannya tersebut.
Zaskia kini justru bingung harus berbuat apa. Ia mencoba membuka laci dan mencari barang kali Djaka menyimpan obat-obatan disana. Namun sayang saat ia mencari di laci meja nakas di kamar tersebut ia tak menemukan obat untuk menurunkan demam.
Saat kebingungan mata Zaskia kini tertuju pada gayung berisi air yang tadi belum sempat ia buang ke arah Djaka. Perempuan tersebut tampaknya memiliki ide. "Oke baiklah, jika aku tak bisa menyirammu dengan air ini maka setidaknya aku bisa menggunakan air ini untuk mengompresmu." Gumamnya yang kini mencoba untuk memanfaatkan air tersebut.
Perempuan itu kini berjalan menuju lemari dan mencari handuk kecil atau mungkin sapu tangan yang bisa ia gunakan untuk mengompres kening Djaka yang panas. Namun beberapa menit mengorek lemari itu ia tak menemukan apa yang ia cari. Ia sendiri merasa heran, karena isi dalam lemari tersebut tidak banyak.
"Ah, sial, apa yang harus aku pakai untuk mengompresnya?"
Zaskia melirik kain kerudung miliknya sesaat, mungkin ia bisa menggunakannya. "haruskah aku menggunakan ini?"
"Ah tidak, Joko memintaku memakai ini untuk menutup rambutku bukan untuk mengompresnya." Zaskia tampak mengurungkan niatnya menggunakan kain hijab miliknya. Ia kembali mengorek lemari dan mengambil sesuatu. Ia memutuskan utuk menggunakan benda lain untuk mengompres kening Djaka yang panas karena demam.
Pagi itu zaskia merawat Djaka dengan telaten. Walaupun ia membenci Djaka namun tentu saja ia tak bisa membiarkan Djaka sakit seperti ini, bagaimana pun juga ia masih punya hati dan perasaan.
***
Di rumah keluarga Dimitri.
"Maaf Tuan, ada tamu yang datang dan mencari Tuan."
"Siapa? Pagi-pagi sekali."
"Pa, apakah mungkin Alvin yang datang?" Anne yang mendengar itu merasa jika mungkin tamu yang datang adalah putranya yang menghilang beberapa hari ini.
"Maaf Nyonya Anne, tapi yang datang bukan mas Alvin,"
"lalu siapa?" tanya Dimitri yang juga penasaran.
"Bukan mas Alvin, eum… tapi yang datang Polisi." Jawab wanita itu dengan sedikit ragu.
"Polisi?" jawab Anne dan Dimitri dengan bersamaan.
"Tapi mengapa polisi datang kemari pagi-pagi begini?" tukas kepala keluarga tersebut dengan heran.
"Saya juga tidak tau tuan,"
Karena penasaran Dimitri pun akhirnya keluar dan menemui polisi yang datang ke rumahnya tersebut. Saat di ruang tamu ia melihat dua anggota kepolisian yang memakai pakaian seragam lengkap berwarna coklat tua.
"Tuan Dimitri, maaf menganggu waktunya."
"Eum, ada apa ya ini? Apakah gerangan masalah yang membuat polisi datang ke rumahku?" tanya Dimitri dengan terus terang.
"Jadi begini tuan Dimitri, sebenarnya kami kemari untuk membawa surat penangkapan untuk putra anda yang bernama Alvin Melvino Dimitri." Ucap salah seorang dari dua anggota polisi tersebut sambil menyerahkan sebuh amplop putih kepada Dimitri.
"Alvin? Penangkapan? Tapi atas dasar apa?" Dimitri tentu saja terkejut dan tak percaya dengan apa yang ia dengar. Namun ia sendiri juga merasa penasaran dan memutuskan untuk segera membuka amplop putih yang sudah ada di tangannya.
Matanya yang menelusuri deretan kalimat yang ia baca tersebut otomatis langung terbelalak dan tak percaya jika putranya telah melakukan sesuatu hal yang buruk hingga harus di tangkap seperti ini oleh polisi.
"Tak mungkin, putraku tak mungkin bersalah. Ini mungkin ada sebuah kesalah pahaman, atau mungkin ada kemiripan nama disini?"
"Maaf Tuan Dimitri, tapi kami sebelumnya sudah memberikan dua kali surat pemanggilan kepada saudara Alvin namun sama sekali tak di respon dan tak ada itikad baik untuk datang ke kantor polisi, karena itulah kami datang untung menangkap saudara Alvin."
Dimitri seketika bungkam setelah mendengar pengakuan polisi, dan kini ia mengerti mengapa putranya menghilang dan bahkan sampai tak datang di acara pernikahannya sendiri.
"Sebenarnya ada apa ini? Ada apa dengan putraku?" Anne yang diam-diam menguping pembicaraan merasa penasaran dan muncul untuk memastikan apa yang sebenarnya tengah terjadi.
"Alvin buronan Ma, dia menjadi tersangka kasus penipuan dan juga pencucian uang." Jawab pria itu dengan datar sesuai dengan isi surat penangkapan yang masih ada di tangan kanannya.