"Ibu!"
Sebelumnya, Alika sempat dibuat spot jantung karena tidak berhasil menemukan keberadaan Agatha di rumah. Dia sudah mencari ke semua ruangan yang ada, bahkan sampai ke halaman belakang dan Alika sama sekali tidak menemukan batang hidung ibunya.
Alika hendak mencari ke rumah Devan, saat itulah dia mendengar panggilan sayang dari ibunya. Alika tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya sekaligus rasa haru ketika dapat melihat ibunya kembali.
"Ibu pergi kemana saja tadi? Aku sudah mencari ibu kemana-mana, semua ruangan sudah aku cari, tetapi ibu tidak ada di mana-mana," kata Alika tanpa melepaskan genggaman tangannya pada sosok wanita yang telah melahirkannya.
"Ibu tidak kemana-mana saja, hanya pergi ke rumah Tuan Devan saja. Ada hal yang harus ibu bicarakan dengan Beliau."
Agatha pun mengusap pucuk rambut putrinya itu, sadar kalau dirinya sudah membuat Alika bersedih, Agatha pun mencari cara untuk dapat menghiburnya.
Awalnya Alika tidak langsung memercayai ucapan Agatha, tetapi setelah Devan berbicara barulah Alika percaya.
Devan mengatakan bahwa ada pembicaraan serius di antara mereka dan tidak ingin ingin memberitahukannya lebih dulu pada Alika.
Mendengar hal tersebut tentu saja membuat Alika bahagia. Sudah sejak lama dia berharap kalau Ibu dan Tuan Devan dapat bersatu di pelaminan dan saat ini harapan tersebut mulai terwujud.
Alika sangat-sangat bahagia, dia memeluk ibunya dengan erat, "Bagaimana caraku mengatakan kalau aku sangatlah bahagia? Aku senang karena sebentar lagi ibu dan Tuan Devan bersatu."
Seketika Agatha membulatkan matanya, tidak habis pikir bahwasanya Alika mengharapkan dirinya dapat bersanding dengan Devan di pelaminan.
"Ibu ... Aku sangat bahagia untuk kalian berdua. Semoga kabar bahagia ini bisa cepat terlaksana," ucap Alika kembali yang semakin membuat Agatha dibalut dilema.
Perkataannya sudah disalah artikan oleh Alika yang sebenarnya bukan mengarah pada hubungan yang lebih serius, melainkan hal lain. Namun, Agatha tidak dapat memberitahukannya sekarang. Jadi dia memilih diam agar tidak timbul masalah lainnya.
Alika melepaskan merenggangkan pelukannya, buru-buru dia berpindah tempat di mana Devan berada. Alika mendekatkan dirinya, sangat dekat, menempel pada Devan layaknya seorang anak terhadap ayahnya.
Devan pun tersenyum lembut pada Alika, dia mengusap pucuk rambut remaja cantik itu, sementara itu Alika merasa semakin dekat dengan Devan sampai dia tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk.
Devan membalas pelukan tersebut dengan hangat, dirinya membelai rambut belakang Alika dengan perasaan yang campur aduk.
Ada banyak pertanyaan di benaknya tentang keputusannya yang mengatakan kalau Agatha bertemu dengannya untuk membicarakan hal serius. Devan tidak tahu apakah keputusan ini baik atau tidak nantinya?
Namun, yang Devan rasakan saat ini begitu damai apa lagi saat memeluk Alika. Dia sadar ini adalah kedamaian sebelum datangnya badai.
Setelah cukup lama dia memeluk Devan, Alika pun akhirnya melepaskan pelukannya tersebut. Dia dengan bersemangat menarik tangan Devan dan memintanya agar duduk di sampingnya, memposisikan dirinya di tengah-tengah ibu serta Tuan Devan.
"Hari ini, aku merasa sangat bahagia karena mendapatkan kabar dari kalian, Ibu ... Paman ... Aku berharap kalian bisa segera bersama. Aku akan menantikan hari itu tiba," ucap Alika, sambil menggenggam tangan Agatha dan Devan, lalu dia menyatukan kedua tangan tersebut di atas pangkuannya.
Agatha pun menatap gadis pemilik manik favoritnya itu, "Apa pun yang menjadi kebahagiaanmu, maka ibu akan bahagia juga, Sayang. Teruslah tersenyum dan bahagia, Sayang."
Agatha menutup perkataannya dengan mengulas senyuman terbaiknya. Bisa dikatakan itu adalah senyuman terbaik yang Agatha miliki. Sama halnya yang dilakukan Agatha, Devan pun menatap lekat Alika. Dia mengelus pipi remaja cantik itu dengan hangat.
Alika dapat merasakan kasih sayang yang begitu besar dari kedua insan tersebut. Gadis cantik berwajah imut tersebut hanya bisa berharap, Ibu serta pria yang dipanggilnya 'Paman' benar-benar bersanding di pelaminan.
Alika pun bertekad dalam hatinya untuk berusaha lebih keras lagi mendekatkan keduanya, agar keinginannya tersebut cepat terwujud.
****
Beberapa hari berikutnya, Alika pun telah siap untuk pergi ke sekolah. Di setiap paginya, Alika tidak lupa untuk mengulas senyum terbaiknya. Dia mendatangi ruang makan, di sana sudah ada Agatha yang sedang menyajikan makanan untuk sarapan.
Sebelum beraktivitas, Alika selalu mengutamakan sarapan agar dirinya kuat untuk menjalani hari-harinya yang panjang ini. Setidaknya, Agatha sudah mengajarkan Alika untuk sarapan terlebih dahulu sejak dirinya masih kanak-kanak.
Setelah makanannya habis, Alika buru-buru beranjak dari tempatnya. Dia merangkul pinggang Agatha, lalu mencium kening ibunya tersebut.
"Aku berangkat, Ya. Ibu," kata Alika, sambil memohon restu agar hari-harinya bisa berjalan dengan baik.
"Ya, Sayang. Hati-hati di jalan. Jangan buat masalah di sekolah. Belajar yang benar dan buatlah Ibu bangga, Sayang," pesan Agatha penuh harapan.
"Siap, Bos! Laksanakan!" balasnya kembali dengan bersemangat, sambil meletakkan tangannya di ujung pelipis kanan seperti seseorang yang memberi hormat.
Agatha pun mencubit pinggang putrinya, "Sudah jangan menggoda ibu. Sebaiknya segera pergi sana atau kamu akan datang terlambat nanti, Sayang."
Alika pun meraih tasnya dan menggendong tas tersebut di bahunya. "Baiklah, aku sudah diusir oleh ibu, jadi aku harus pergi ke sekolah," gumamnya dengan nada yang menyindir.
Agatha membulatkan matanya, telinganya seperti mendengar sesuatu seperti orang yang sedang mengeluh. Dia tentu tidak diam begitu saja, niat hati untuk membalas. Namun, Devan sudah lebih dulu memasuki ruangan.
"Selamat pagi semuanya," sapa Devan yang sudah rapi dengan setelan jas hitam serta kemeja berwarna yang hampir senada dengan jasnya.
Alika pun bersiul-siul, melihat tampilan yang super duper keren dari Devan, seketika ide jahil muncul di dalam benaknya.
"Halo, Sayang." Devan kembali menyapa, tetapi kata 'Sayang' tersebut tidak tahu dia tunjukkan pada siapa karena kedua wanita yang ada dihadapannya sama-sama berharga bagi Devan.
"Hahaha, Sayang untuk siapa itu? Apa jangan-jangan kalian ...." goda Alika sambil menatap Ibu serta Devan saling bergantian.
Jari telunjuknya sesekali mengarah pada Devan dan selanjutnya pada Agatha yang jaraknya hanya beberapa meter saja. Netra Alika berhasil menangkap basah kedua pipi ibunya yang merah padam.
Alika tahu betul, saat ini ibunya sedang merasakan jatuh cinta kembali atau yang disebut puber kedua. Agatha buru-buru mengambil alih pikirannya yang mulai dibuat berfantasi hanya karena Alika terus menggodanya.
Devan sama malunya dengan Agatha. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya tatkala melihat kedua wanita yang berbeda umur tersebut tampak saling menyayangi.
Baik Alika maupun Agatha sama-sama saling menguatkan satu sama lain. Terutama Agatha yang membesarkan Alika tanpa adanya sosok seorang laki-laki.
Dia bekerja pagi sampai malam hanya untuk mencukupi semua kebutuhan Alika. Semenjak keluarga dari Planet Airraksa, Agatha tidak lagi memiliki sepeserpun uang untuk dia bertahan hidup.
Jika diingat-ingat kembali, semua dimulai saat Agatha terjatuh ke sebuah tumpukan rumput yang sudah mengering. Agatha jatuh dalam posisi terlentang sambil menggendong Alika di tangannya.
Agatha menggunakan sisa kekuatannya untuk meminimalisir hantaman keras ketikan dirinya mendarat di tanah. Terdengar suara tangisan Alika yang berada di dalam pelukan Agatha. Namun, sayang karena kondisinya yang begitu lemah membuat Agatha pun akhirnya jatuh pingsan.