webnovel

Memurnikan Jiwa 2

Renee tidak buru-buru menelan perkataan gadis kecil yang tubuhnya penuh dengan noda lumpur itu, ia berjongkok dan menyentuh bahunya dengan pelan.

Gadis kecil itu merasa tidak nyaman ditatap Renee begitu lekat, ia kemudian terlihat bingung. "Kau memiliki jiwa yang suci, kan?"

"Darimana kau tahu?"

Renee meraba tubuh gadis kecil itu, tidak seperti monster yang kulitnya terkesan kering dan keras, kulit gadis itu layaknya kulit manusia, lembut dan halus, meski sedikit kotor terkena lumpur, tapi Renee bisa memastikan kalau ia memang berubah.

"Seseorang pernah memberitahuku," sahut si gadis sambil tersenyum, matanya melihat ke samping. "Tapi kakak, sepertinya aku melupakan beberapa hal."

Apakah ini karena cahaya jingga atau karena darahnya?

"Aku akan mencoba" Renee tiba-tiba berdiri, memeriksa apakah ada monster yang masih bisa bergerak, gadis kecil itu tidak mengatakan apa-apa dan mengikuti Renee.

Renee meraih salah satu monster yang kehilangan kaki dan setengah tubuhnya, monster itu tidak berdaya dan hanya bisa melotot taja ketika Renee menariknya ke pinggir.

Cahaya jingga bersinar mengalir ke tubuh sang monster, Renee menggenggamnya kuat-kuat dan monster itu mengerang, berusaha melepaskan diri dari tangan Renee.

"Kakak, itu tidak akan berhasil."

Gadis kecil itu tidak nyaman melihat monster yang terus memberontak, tangannya yang sudah patah itu perlahan mulai hancur menjadi serpihan debu, cahaya jingga yang hangat itu seakan tengah membakarnya sampai hancur.

Renee melepaskan tangannya, ia mencoba kemungkinan kedua, menyeka tetesan darahya dan menjejalkannya ke mulut sang monster.

"Kakak, itu menjijikkan." Gadis kecil itu mengerutkan kening, ia bahkan mundur untuk menjauhi Renee.

Monster itu terpaksa menelan darah Renee, namun bukanya berubah seperti keingingan Renee, monster itu semakin memberontak di dalam lumpur, seakan darah yang mengenai mulutnya itu adalah air panas yang telah membakar isi perutnya.

"Kenapa tidak berhasil?" Renee menatap kedua tangannya, gadis kecil itu mulai ketakutan dengan erangan sang monster, ia menarik pakaian Renee.

"Kak, kita harus pergi dari sini. Teriakan monster ini akan didengar Ivana."

Gadis kecil itu memiliki ingatan yang terbatas, ia masih ingat tentang aturan di kota ini saat malam menjelang, jangan pernah keluar dari dalam rumah karena mereka akan berubah menjadi monster. Tapi ia tidak ingat dengan jelas mengapa dirinya yang sedang bermain tiba-tiba menjadi monster.

Semua orang di kota Dorthive tahu tentang betapa berkuasanya Ivana di Mansion keluarga Emmanuel dan mereka tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan sang Marquis dan mereka sama-sama terjebak dalam lingkaran setan yang mengerikan ini.

Renee menggerakkan tangannya dan cahaya jingga melesat ke jantung sang monster, membuatnya langsung jatuh terbenam dan tidak lagi bersuara.

Sesaat, hanya deru napas mereka yang terdengar.

Renee tidak mengerti mengapa keajaiban dari cahaya jingga tidak datang untuk yang kedua kalinya, apakah karena tubuh monster ini tidak utuh?

Renee mungkin harus mencobanya pada Bella atau Leo nanti.

"Kita harus keluar dari sini." Renee mengibaskan tangannya yang berlumpur, sejak datang kemari ia sudah kehilangan rasa jijik pada lumpur yang lengket, mungkin karena terus menerus melihat dan bertemu, ia terbiasa. "Kau tahu jalan keluar?"

Gadis kecil itu tidak segera menjawab, ia melihat ke sekeliling.

"Kau tidak tahu?"

"Kakak, tenanglah dulu." Gadis kecil itu menggosok lenganya sendiri, ia berjalan di atas akar pepohonan yang mencuat. "Tidak semua hal bisa aku ingat … mungkin ke sana?"

"Siapa namau?" Renee membiarkan gadis kecil itu berjalan dulu dari dirinya, tangannya bergerak untuk membuat lumpur yang lengket itu berubah menjadi tanah.

"Joy," sahut gadis kecil itu sambil memamerkan giginya. "Namaku Joy yang artinya kebahagiaan."

Renee yang mendengarnya hanya bisa tersenyum pahit, Ibu dari Joy pasti berharap agar anaknya bisa hidup bahagia, tapi sayang sekali ia terlahir di kota Dorthive.

"Apa kau tahu apa yang terjadi di kota Dorthive?" Renee bertanya dengan hati-hati, kakinya beberapa kali tersandung akar yang mencuat.

"Ya. Kami semua tahu." Joy berhenti dan mengusap dagunya, lalu ia berbelok ke arah lain. "Kami juga tahu kalau kau akan datang menyelamatkan kami."

"Aku?" Renee melihat Joy yang berbelok ke jalan lain mau tak mau menghela napas, ia sepertinya mengapa Joy tidak kosisten menunjukkan arah, ia tidak benar-benar tahu jalan keluar dari hutan berlumpur ini.

"Orang berjiwa suci akan membebaskan kami." Joy memetik salah satu daun yang terulur di atas kepalanya, lalu menatap Renee. "Semua orang di kota Dorthive tahu dari Paman yang sering mengantarkan Pelayan baru ke Mansion Marquis Leo."

"Ah, aku mengerti." Renee akhirnya tahu mengapa Ratu terlihat begitu serius mengirimnya pergi dan Hugo yang bisa keluar masuk kota Dorthive mengantarkan orang-orang yang dipilih Ratu untuk menyelamatkan Leo.

Renee juga mengerti mengapa Leo terlihat tidak begitu terkejut, seakan ia sudah menunggu dalam waktu yang lama.

Sepertinya di sini, hanya dirinya sendiri yang tidak tahu apa-apa. Renee mengepalkan tangannya, sepanjang hari di depan Ivana, Leo dan yang lainnya, ia ternyata terlihat sangat bodoh.

"Kakak, kau mendengkus." Joy akhirnya tidak berjalan belok lagi, mereka sampai di punggiran perbatasan kota Dorthive. "Kakak sedang kesal?"

Renee menggeleng sambil tersenyum, ia melihat kalau keadaan kota Dorthive telah berubah dari yang ia ingat ketika pertama kali datang.

Rumah-rumah yang berdiri dengan kokoh dan anggun sebagian telah hancur, pepohonan rusak dan beberapa tanaman hias yang tumbuh di pinggir jalan telah rata dengan tanah.

"Sepertinya Ivana menggunakan kekuatan penuh." Joy bergumam, meski ia terlihat sangat pendek dengan tubuhnya yang kurus itu, ia mendongak dan tersenyum. "Tapi aku tidak khawatir lagi karena kakak sudah ada di sini bersama kami.

Renee menatap tangan yang dipegang gadis kecil itu, rasanya seperti memegang tangan leluhurnya di alam mimpi tadi, ia dapat merasakan perasaan hangat yang nyaman, rasanya seperti kekuatan dan kepercayaan dirinya meningkat.

"Kakak akan menyelamatkan kami semua, kan?" tanya Joy lagi.

Angin berhembus di siang hari yang terik, menggoyangkan dedaunan dari pepohonan yang masih berdiri kokoh, kota Dorthive sunyi dan sepi, tidak ada manusia dan semua rumah hanya ada dalam dua kondisi, pertama tertutup rapat dan yang kedua, hancur.

Renee menatap ke kaki bukit, di mana Mansion keluarga Emmmanuel berdiri dengan kokoh di sana, entah hanya perasaanya saja, tapi ia bisa merasakan dari atas sana ada yang menatapnya balik, seakan tengah menantangnya.

"Tentu, aku akan menyelamatkan semuanya."

Terdengar muluk, tapi Renee tidak akan merubah keputusannya sejak ia melihat dan merasakan penderitaan Leo.

Joy tersenyum tipis, tangannya yang menggenggam tangan Renee menguat.

下一章