"Ada apa sih Pa?" Tanya Kara yang tak kuasa lagi menahan rasa penasarannya.
"Iya Pa, ada apa sih?" Lanjut istrinya.
Suaminya itu hanya tersenyum simpul dan kemudian mulai memutar knop pintu tersebut.
Kara dan mama mertua nya itu terdiam, mata mereka fokus menatap ke arah dalam untuk melihat apa yang ada di dalam sana.
Pintu tersebut terbuka lebar dan hanya menampilkan sebuah meja beserta Makanan di dalam nya yang sudah tersaji disana. Tak lupa juga dengan para pelayan yang sudah menunggu mereka.
"Bukan apa-apa. Aku kan sudah mengatakan bahwa kita perlu waktu untuk privasi meskipun tidak di rumah." Jawab suaminya itu dan kemudian langsung melangkah untuk masuk ke dalam ruangan tersebut.
Salah satu pelayan langsung menarik kursi untuk mereka duduki. Hal seperti ini bukan lagi hal yang janggal bagi Kara, ia sudah terbiasa dilayani seperti ini.
Ia bukanlah berasal dari keluarga miskin, toh ia lah yang telah menyelamatkan perusahaan Bara selama ini.
Jika tidak ada dia mungkin saja perusahan tersebut sudah tinggal nama untuk di kenang oleh banyak orang, terutama untuk mereka yang merupakan pemiliknya.
"Boleh tinggal kan kami bertiga? Lanjut kan dengan apa yang aku perintah sebelumnya."
Keempat pelayan tersebut menganggukan kepalanya, tak lupa mereka memberikan hormat sebelum benar-benar pergi meninggalkan ruangan.
"Baik pak, kalau seperti itu kami permisi dulu. Jika ada yang anda butuhkan anda bisa tekan kode darurat nya, maka kami akan segera datang." Ucap salah satu pelayan sebelum Pergi.
Setelah kepergian pelayan itu, suasana menjadi begitu hening, tak ada yang memulai obrolan terlebih dahulu untuk mengusir hening yang ada.
"Makan lah selagi masih hangat, jika dingin semuanya ini sudah tak lagi enak untuk dimakan."
Hanya itu saja kata yang terdengar dari papa Bara, setelah itu mereka kembali hanyut dalam pikiran mereka masing-masing.
Kara yang sebenarnya sudah ada janji makan malam itu hanya bisa memainkan makanannya saja, sesekali ia mengambil nasi tersebut dan di masukkan ke dalam mulut nya agar tidak mengundang curiga dari mama dan papa mertuanya itu.
Ia harus terlihat begitu menikmatinya semuanya ini meskipun sebenarnya tidak. Dan yang paling terpenting adalah ia harus pura-pura kenyang. Jika ia tak melakukan itu maka bagaimanapun ia akan menghabis makanan nya nanti.
Hampir setengah jam berlalu dan mereka masih berada dalam keadaan hening, terdengar suara sendok dan garpu saja yang terkadang terdengar saling beradu di atas piring.
"Apa makanannya enak?" Tanya laki-laki itu kepada dua wanita yang sedang menikmati makanan mereka masing-masing itu.
Kara menghentikan suapan yang baru saja ingin masuk ke dalam mulut nya itu.
"No bad! Btw apa ini Pa?" Tanya Kara.
Laki-laki itu terkekeh dan kemudian melihat ke arah pintu masuk, seperti nya ia sedang menunggu seseorang datang saat ini.
Beberapa menit kemudian tak ada tanda-tanda bahwa pintu akan terbuka hingga membuat ia yang sejak tadi tenang tiba-tiba berubah menjadi gelisah.
Kara mengikuti arah pandangan papa mertuanya dan kemudian alisnya terangkat, "Apakah ada yang Sedang papa tunggu?" Tanya Kara lagi.
Dengan cepat papa mertuanya itu langsung menggelengkan kepalanya, "Tidak kok, cepat habiskan saja Makanan mu." Jawab papa mertuanya itu sambil tersenyum. Sementara sejak tadi istrinya hanya diam Saja melihat keduanya berinteraksi tanpa berniat untuk ikut larut dalam obrolan keduanya.
Sudah lama sekali ia tak melihat suaminya ini seperti ini dan ada sedikit kejanggalannya di hati saat ini, tapi terlalu cepat untuk memutuskan semuanya saat ini.
Baru saja ia ingin membuka mulutnya untuk bertanya kepada suaminya, tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka hingga membuat ketiganya langsung menoleh ke arah pintu.
Sebuah kue cake tiga tingkat terlihat begitu jelas dibawa oleh para pelayan masuk ke dalam ruangan. Melihat itu, Kara langsung teringat dengan sesuatu. Ia cepat-cepat membuka ponselnya untuk melihat tanggal berapa saat ini.
Dan benar saja, ia langsung terbelalak saat melihat tanggal dua puluh tujuh itu. Hari ini merupakan hari anniversary nya bersama dengan Bara.
Ia menatap ke arah papa mertuanya itu, air matanya jatuh begitu saja tanpa bisa untuk ia cegah.
Tahu apa yang terjadi, mama mertuanya itu langsung pindah tempat menjadi di sebelah Kara untuk menenangkan menantunya itu.
Ia menarik tubuh Kaira untuk masuk ke dalam pelukannya memberikan kara sedikit ketenangan.
"Meskipun tidak ada Bara tapi kita masih bisa buka merayakan hari jadi Kalian?" Ucap mama mertuanya itu menenangkan.
Kara diam, hanya air mata nya saja yang jatuh membasahi pipinya. Berbicara pun rasanya juga percuma sekali.
Meskipun mereka berdua saling diam tapi kenapa sedikitpun Bara tak ada usaha untuk menghubungi dirinya? Apakah ia tak begitu penting? Selama ini ia masih bisa memaklumi semuanya tapi kali ini kenapa rasanya hatinya begitu sakit sekali untuk tetap mengerti Bara?
Ia sendiri saja lupa dengan hari jadi mereka karena memang setiap tahunnya pun ia selalu lupa dan Bara lah yang selalu mengingatnya. Tapi kali ini? Kali ini kenapa tidak?
Jika memang Bara sayang dengan dirinya seharusnya Bara berusaha dong sedikit lagi untuk membuat ia memaafkan nya? Tapi ini apa? Bara terlihat seperti tak peduli sama sekali atau memang dirinya tak seperti apa yang ia pikirkan untuk Bara?
Papa mertua nya menepuk punggung Kara, "Nak, sudahlah. Kuatkan dirimu karena setelah ini hal yang akan kamu terima lebih sakit lagi. Ini adalah kehidupan, tergantung bagaimana kamu mengaturnya. Papa dan mama sayang sama kamu, kami menganggap kamu sudah seperti anak kami sendiri." Ucap papa mertuanya seperti tahu apa yang saat ini Kara pikirkan.
Kara menatap ke arah manik mata papa mertuanya, "Katakan Pa, katakan apa yang sebenarnya yang kalian tahu tentang Bara?" Ucap Kara, suaranya terdengar begitu pelan sekali karena menahan tangis yang ingin pecah.
"Sudahlah, karena ini hari jadi kamu mati kita rayakan ini bertiga tanpa Bara." Jawab Papanya seolah tak ingin membelikan jawaban dari pertanyaan Kara tadi.
"Tapi Pa-"
"Akan ada banyak hal yang akan terjadi nantinya sayang, jadi tolong bahagiakan dirimu dulu sebelum kesedihan merampas semuanya itu dari kamu. Jika kamu tak ingin merayakan nya karena tak ada Bara ataupun Bara yang tak memberikan ucapan tolong rayakan untuk kami yang selalu ada di pihak kamu. Bukankah pernikahan kamu dan Bara itu telah membuat kita terikat satu sama lainnya? Papa bukan ingin membuat kamu sedih karena merayakan ini tanpa Bara, Papa hanya ingin terus mengingat hari dimana kamu sah menjadi menantu di keluarga kami. Jadi tolong hargai itu." Potong papa mertuanya itu.
Mendengar itu membuat Kara tak lagi bisa menahan tangisnya, air mata yang sejak tadi ia tahan Akhirnya jatuh juga. Inilah alasan kenapa ia tak bisa pergi dari Bara meskipun Bara terlihat mengacuhkan nya.