Malam ini untuk pertama kalinya Bianca berada di dalam asrama FRESH BLOOD. Sebelumnya dia merupakan penghuni asrama SWEET BLOOD sesuai keputusan dari serigala pengendus di awal penerimaan siswa baru. Tentu saja Bianca sangat menyambut gembira pengalaman pertamanya menginjakkan kaki di asrama yang ditempati oleh kedua temannya, Sophia dan Rosie.
"Aku tidak menyangka memiliki kesempatan berkunjung ke asrama kalian," seru Bianca sambil mengamati sekeliling koridor menuju gerbang asrama yang dipenuhi lukisan bertema serigala. Asrama FRESH BLOOD memang dikhususkan untuk kaum werewolf yang berjiwa penuh semangat dan riang. Mereka yang cenderung berani dan pantang menyerah termasuk juga dalam kategori penghuni asrama ini. Tidak heran kalau banyak putra dan putri para tetua menempati asrama tersebut.
"Seandainya aku bisa masuk ke dalam asrama yang sama dengan kalian," harap Bianca dengan pandangan yang sayu. Sepertinya Bianca memang ingin berada di dalam asrama tersebut.
"Kamu memiliki kelembutan hati dan kebaikan yang tidak dimiliki penghuni asrama FRESH BLOOD. Serigala pengendus tentu sudah mempertimbangkan semua aspek sebelum menempatkan kita semua," hibur Sophia pada sahabat karibnya yang sedang berduka.
Bianca menatap ke arah Sophia dan Rosie secara bergantian. Sebenarnya dia sangat bersyukur mempunyai dua sahabat sebaik mereka.
"Tentu saja serigala pengendus tidak akan salah dalam memilih asrama yang terbaik untuk kita. Aku hanya sedikit kecewa karena berbeda dengan kakak dan ayahku yang dulu merupakan penghuni asrama FRESH BLOOD," ungkap Bianca dengan mata berkaca-kaca. Gadis itu nampak menyembunyikan kesedihan dari sorot matanya yang berwarna kecoklatan tersebut.
"Kamu dan kakakmu adalah dua orang yang berlainan. Jangan pernah membandingkan diri kalian karena semua werewolf memiliki keunikannya sendiri," hibur Rosie sambil menepuk bahu Bianca supaya tidak bersedih lagi.
"Itu benar. Cobalah melihat diriku yang berbeda dengan kalian semua. Meskipun aku berusaha menghindari namun takdir ini tampaknya telah memilihku," imbuh Sophia yang membuat Bianca tersenyum. Bianca mengerti kesusahan yang dialami oleh Sophia karena perbedaan warna kulitnya tersebut.
"Baiklah. Takdir yang telah memilih kita untuk menempuh semua jalan ini. Terima kasih karena telah menjadi sahabatku," ucap Bianca dengan tulus sambil memeluk kedua sahabatnya. Sophia dan Rosie membalas pelukan dari Bianca dan ketiganya saling berpelukan dengan hangat.
Persahabatan memang menjadi sesuatu yang indah dan berkesan bagi mereka bertiga. Saling mengenal, menyayangi dan menerima kehadiran masing-masing akan membuat kenangan selama masa sekolah menjadi indah dan berkesan.
Tiba-tiba Sophia merasakan telinganya berdenging hebat. Gadis itu langsung menghentikan langkah dan berkonsentrasi untuk menemukan sumber suara yang mengganggu ketenangannya. Gadis itu menajamkan pikiran dan perasaannya mengarah pada kawasan hutan terlarang. Dia merasa ada sebuah kegiatan yang melanggar peraturan sedang terjadi disana. Sophia terus mengamati hutan terlarang dari koridor menuju asrama sambil menutup telinga dengan kedua tangannya. Suara berdenging yang telah mengusiknya masih terus terdengar jelas baginya.
Bianca dan Rosie menghentikan langkah karena melihat keanehan pada Sophia. Keduanya segera berbalik dan menghampiri Sophia yang tengah memandang wilayah hutan terlarang.
"Ada apa?" tanya Bianca dengan lembut. Gadis itu merasa khawatir melihat Sophia menutup rapat kedua telinganya. Dia mengerti pasti telah terjadi sesuatu yang mengusik pendengaran sahabatnya tersebut.
"Telah terjadi sesuatu disana!" jelas Sophia seraya menurunkan tangan dari telinganya dan mengangkat jari telunjuknya ke arah hutan terlarang.
Rosie dan Bianca terperanjat mendengarkan penjelasan Sophia. Keduanya langsung menatap ke arah hutan terlarang yang nampak hitam pekat karena malam telah menjelang. Bahkan Rembulan pun seolah menyembunyikan sinar terangnya.
"Apa yang terjadi?" tanya Rosie dengan cemas. Wajahnya menyiratkan ketakutan dan kedua alisnya menyatu.
Sophia hanya menggelengkan kepalanya dan matanya masih tetap tertuju pada hutan terlarang. Suara napasnya terdengar berat seakan sesuatu yang telah didengarnya begitu menyedihkan untuk dibicarakan.
"Sudahlah. Lebih baik kita ke asrama dan melupakan semua yang kamu dengar. Siapa tahu kamu salah dalam menganalisa keadaan dan sesungguhnya disana tidak terjadi apa-apa," jelas Bianca sambil mencoba tetap berpikir positif.
"Tidak! Waktu kita tidak banyak. Tidak lama lagi ada sebuah kekuatan besar yang akan menyerang asrama dan kita harus menghindari bentrokan. Aku berharap sebelum semua terlambat, kita semua sudah menemukan jalan keluar dari keadaan sulit yang akan terjadi tidak lama lagi. Sebuah kehancuran suatu kaum yang tidak dapat terhindarkan," jelas Sophia yang membuat kedua temannya semakin cemas.
"Apa kamu serius dengan ucapanmu?" ulang Bianca dengan wajah memucat. Gadis keturunan seorang tetua itu merasa cemas jika apa yang dikatakan oleh Sophia menjadi sebuah kenyataan.
"Itulah yang kudengar dari sana," jelas Sophia dengan pandangan yang masih menatap kawasan hutan terlarang. Tiba-tiba buliran air mata mulai mengalir dari sudut mata Sophia. Sepertinya gadis itu sudah tidak mampu membendung kecemasan yang diperolehnya setelah mendengar sesuatu dari arah hutan terlarang.
Angin dingin yang tiba-tiba menyeruak membuat ketiga sahabat itu langsung menelungkupkan tangan untuk menghangatkan tubuh. Mereka tidak menyangka angin akan begitu dingin ketika malam semakin larut.
"Bukankah lebih baik kita masuk dan membicarakan semua di dalam asrama!" ajak Rosie sambil mengamati koridor yang mulai dipadati beberapa siswa yang hendak masuk ke dalam. Nampaknya mereka baru keluar dari aula makan sambil bersenda gurau. Malam minggu di asrama memang hari kebebasan karena siswa diperbolehkan berada di aula sampai malam. Tidak ada jam tidur ketika malam minggu, semua bebas bergadang meskipun hingga pagi menjelang. Di hari minggu, mereka juga diperbolehkan keluar dari asrama hingga tengah hari. Jika kembali setelah tengah hari maka mereka akan mendapatkan hukuman kedisiplinan.
"Aku setuju dengan idemu," tanggap Bianca sambil menepuk bahu Sophia supaya lekas beranjak meninggalkan koridor tempat mereka bertiga berdiri.
Sophia langsung berbalik dan bersama kedua temannya berjalan menuju ke dalam asrama. Di pintu gerbang, mereka sempat berpapasan dengan Andrew Davidson yang baru pulang dari menonton film di aula makan. Mereka menggelar acara nonton bersama film dokumenter mengenai sejarah werewolf.
"Selamat malam! Senang bertemu kalian disini," sapa Andrew.
"Hai juga. Apakah kamu baru pulang dari aula?" tanya Bianca.
Andrew mengangguk dengan mantap dan memberikan seuntai senyuman manis pada ketiga gadis di hadapannya. Pemuda itu tidak mampu menutupi antusias dan kebahagiaannya bertemu mereka.
"Iya. Kami menonton film disana. Aku dengar kalian menghadiri sidang pelanggaran, bagaimana hasilnya?" tanya Andrew yang membuat Sophia tertunduk. Dia tidak mau membahas sesuatu yang berkaitan dengan persidangan yang menyiksa perasaannya tersebut.
Bianca menatap ke arah Andrew yang menyimpan harapan untuk mendengar masalah persidangan sedangkan Sophia memilih untuk bungkam. Dia harus menemukan jalan tengah untuk keduanya.
"Sidangnya berjalan lancar hanya saja kami cukup lelah untuk membicarakannya sekarang. Apakah kami bisa masuk ke dalam asrama sekarang karena kami ingin segera beristirahat," jelas Bianca.
Andrew Davidson menerima pernyataan dari Bianca dan tidak merasa curiga mengenai kediaman Sophia. Alasan yang diutarakan oleh Bianca cukup masuk akal bagi dirinya.
"Baiklah, Maaf aku lupa bahwa sekarang memang sudah larut. Kalian bisa istirahat dan aku tidak akan menggangu lagi," ucap Andrew dengan sopan.
"Terima kasih banyak," balas Bianca sambil menggandeng tangan Sophia dan Rosie untuk menjauh. Ketiganya segera bergegas menuju ke dalam kamar. Bianca nampak tenang padahal ini pertama kalinya dia memasuki asrama FRESH BLOOD.
"Kamu sudah mengenali setiap sudut asrama padahal kamu baru pertama kali datang kesini?" tanya Rosie.
"Iya, aku cukup mengenal bangunannya karena asrama ku memiliki beberapa benda yang mirip dengan yang ada disini. Desain ruangannya juga relatif sama sehingga aku merasa seakan berada di asramaku sendiri," ungkap Bianca.
"Maaf ya, hari pertamamu menginap justru terganggu karena pendengaranku," sesal Sophia.
"Tidak masalah. Aku senang asalkan bisa bersama kalian," seru Bianca sambil menatap kedua temannya secara bergantian.