webnovel

Hadiah

"Ven, lo datang kekost dulu dong, jangan lupa bawa kunci kamar lo." ucapku ke Steven lewat telpon handphoneku.

"Ha? Lo lagi di kost emangnya?" tanya Steven heran.

"Iya... gw lagi sama Melissa di kost." jawabku canggung.

"Haaaa? Kagak takut ketauan Adellia lo?" tanya Steven.

"Napa pake bawa-bawa Adel lagi dah lo." ucapku kesal.

"Hahaha, masih belum bisa move on nih ceritanya." ejek Steven.

"Lanjut bacotnya disini aja ntar aja Ven, yang penting lo cepet-cepet dateng kesini dulu deh. Keburu lo kemaleman ntar." balasku.

"Siap laksanakan tuan muda! Apa hamba perlu sekalian membeli pengaman juga?" tanya Steven sambil tertawa terkekeh.

"Beliin sono, soalnya otak lu perlu dipakein pengaman." balasku kesal.

Membicarakan tentang pengaman membuatku ingat akan pembicaraanku dengan bu Nilam tadi sore. Sungguh memalukan, ucapku dalam hati.

"Hahaha... yaudah, gw siap-siap dulu deh." ucap Steven.

"Oke, thank you yak." balasku singkat.

"Bye-bye tuan muda, hahahah." ucap Steven lalu mematikan telponnya.

Setelah selesai telpon dengan Steven, aku langsung membuka kontak di handphoneku dan mencari nama Riska disana. Setelah ketemu, tanpa basa-basi aku pun langsung menelponnya.

"Halo...." ucap Riska.

"Halo kak, ada waktu buat ngomong sebentar gak kak?." balasku.

"Iya Ram... tapi kok tumben pake nelpon segala nih, emangnya ada apa ya Ram?" tanya Riska penasaran.

"Hmmm... sebenarnya aku mau nanyain tentang David kak." ucapku dengan ragu, sebab aku tau bahwa Riska pasti masih merasa sakit hati akibat diselingkuhi oleh David.

"David? Dia cari masalah sama kamu lagi ya?" tanya Melisa dengan nada yang kesal.

"Eh... nggak kok kak. Aku cuman mau tau kontak sama alamat rumahnya doang kok kak." ucapku cepat-cepat.

"Emangnya buat apa Ram?" tanya Riska bingung.

"Ada sesuatu yang mau aku bicarain sama dia kak." jawabku.

"Tentang apa Ram? Aku gak boleh tau ya?" tanya Riska lagi.

Aku berpikir sejenak, lalu menjawabnya, "Hmmm... Aku kurang berhak buat ngasih tau masalahnya kak. Mungkin nanti lain kali, kalau masalahnya udah selesai."

"Ok deh Ram, yang penting jangan sampe berantem lagi ya. Kalau pun ada masalah, jangan sungkan buat minta bantuan dari aku." ucap Riska

"Iya kak." ucapku, walau dalam hati sebenarnya aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak merepotkannya.

Setelah memberitahu nomor handphone dan alamat rumah David, Riska pun berkata.

"Kamu sama Adellia udah baikan belum Ram?" tanya Riska tiba-tiba.

Aku bingung menjawab pertanyaan Riska.

"Gak tau kak." ucapku canggung.

"Lah, kok malah ga tau. Pasti kalian masih belum baikan ya." balas Riska

"...." aku hanya diam karena tak tau mau menjawab apa.

"Tapi tenang aja Ram, masih ada aku kok." ucap Riska, lalu dia langsung mematikan telponnya secara tiba-tiba.

Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku, sambil berpikir, kenapa mereka selalu berusaha mendekatiku, padahal aku tidak merasa diriku sebagai orang yang tampak menarik.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, Melissa muncul dengan rambutnya yang masih tampak basah. Dia mengibaskannya lalu melirikku sesaat sambil tersenyum dengan aneh.

"Kenapa Mel?" tanyaku bingung, sebab aku tak mengerti apa arti dari senyumannya itu.

"Muka kamu lucu kalo gugup gitu Ram." jawab Melissa.

"Ha? Gugup?" tanyaku bingung, karena aku tak merasakan rasa gugup sama sekali.

"Tuh muka sama kuping kamu merah-merah gitu." jawab Melissa sambil tertawa kecil.

"Masa sih?" ucapku panik lalu spontan memegangi kuping dan wajahku.

Saat kupegang, aku merasakan panas yang menyengat dan tidak wajar. Sepertinya aku sedang mengalami gejala demam, pikirku.

"Kayaknya gw gejala demam Mel." ucapku, lalu aku beranjak untuk berbaring di kasur.

Melissa langsung menyentuh dahiku dengan belakang telapak tangannya.

"Kamu istirahat dulu ya Ram. Kayaknya kamu kecapean deh." ucap Melissa.

"Iya Mel, tapi itu Steven nanti mau datang kesini. Kalo aku ketiduran, jangan lupa mintain kunci kamarnya ya Mel." balasku

"Oke Ram. Tapi omong-omong, kamu ga ada obat demam disini Ram?" tanya Melissa

"Ga ada Mel, aku ga ada siapin obat-obatan disini." jawabku.

"Yaudah deh, aku beliin ke apotek deket sini dulu." ucap Melissa seraya berjalan keluar kamar.

"Eh, pake uang aku aja Mel." ucapku sambil menyerahkan dompetku kearahnya.

Melissa tak menghiraukanku, dia tetap pergi keluar dari ruangan. Aku menjadi merasa tidak enak, karena aku tahu kondisi finansialnya yang sedang tidak mendukung saat ini.

Setelah beberapa saat kemudian, Melissa pun datang membawa bungkusan obat.

"Minum obatnya dulu Ram." ucap Melissa sambil menyerahkan segelas air putih lengkap dengan butiran obat.

"Makasih Mel." balasku singkat.

"Habis minum obat, langsung tidur aja ya Ram, supaya demamnya gak makin parah." ucap Melissa.

Aku mengangguk lalu berbaring di kasur setelah meminum obat yang diberikannya. Aku pun memejamkan kedua mataku dan berusaha memposisikan badanku serileks mungkin agar bisa tertidur dengan cepat. Hingga menit demi menit telah berlalu, akhirnya kesadaranku pun menghilang.

"Woi Ram... bangun woi." bisik seseorang sambil menggoyangkan badanku pelan.

Selagi memejamkan mataku, aku merasa ada rasa dingin yang muncul dari dahiku. Perlahan aku pun mulai membuka kedua mataku, lalu mengusapnya pelan. Kuperhatikan pandangan yang ada didepanku, ternyata sudah tampak wajah Steven yang sedang menatapku.

"Romantis bener nih, pake acara dikompres segala." bisik Steven sambil tersenyum jahil.

Spontan aku memegang dahiku, ternyata ada handuk kecil yang sudah menempel disana. Aku pun menoleh kesamping, melihat Melissa yang sedang tertidur pulas di pinggir kasurku. Tampak ekspresi wajahnya yang sangat tenang bagaikan tak memiliki beban.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung bangun dari kasur lalu mengangkat Melissa dan meletakkannya di kasur.

"Widih, laki banget deh tuan muda." ucap Steven sambil terkekeh.

"Jangan berisik woi, ntar dia kebangun." balasku dengan berbisik.

Steven mengangguk lalu menunjukkan jarinya ke arah pintu kamar, yang artinya dia mengajakku untuk berbicara diluar. Akupun membalas anggukannya lalu mengikutinya pergi keluar ruangan.

"Lo bawa kuncinya gak?" tanyaku

"Nih... tapi emangnya lo gak tidur barengan?" tanya Steven balik sambil menyerahkan kunci kamarnya.

"Tidur bareng pala lo peang." jawabku sambil meninju ke arah lengannya.

Steven langsung menghindar, lalu bertanya "Emangnya lo sakit? Kok sampe dikompres segala gitu."

"Cuman gejala demam doang kok, santai aja." jawabku

"Tapi lo mau langsung balik ke rumah lagi abis ini? Kagak tidur disini aja sekalian?" tanyaku balik.

"Hmmmm, ntar gw malah ngeganggu kalian berdua. Nikmatin aja Ram, mumpung lagi sepi." jawab Steven dengan senyuman mesumnya.

"Kalo masih ngomongin gituan lagi, gw gebuk lo ya." ancamku kesal.

"Iya... iya deh, tapi omong-omong kok Melissa bisa ada disini?" tanya Steven dengan raut wajah penasaran.

"Dia lagi ada masalah keluarga, jadi sementara dia bakal disini dulu." jawabku pelan.

"Hmmm... tapi mau sampe kapan Ram?" tanya Steven ragu.

"Gw juga kurang tau Ven, soalnya gw masih mikirin cara ngebantu dia." jawabku dengan ragu.

"Emangnya masalahnya berat ya?" tanya Steven memastikan.

Aku mengangguk lalu berkata, "Masalahnya rumit sebenarnya. Bakal panjang kalo diceritain."

"Yaudah deh, kalo kalian butuh bantuan langsung hubungin gw aja." balas Steven dengan raut wajah serius.

"Oke Ven, omong-omong lo mau ngapain abis ini?" tanyaku penasaran.

"Gw langsung balik aja deh, besok pagi gw mau nge-date sama Jessica soalnya." jawab Steven sambil tersenyum lebar.

Aku menggelengkan kepalaku lalu bertanya, "Tumben-tumbenan lo kagak gonta ganti pacar sekarang?"

"Ya karena gw belom ngerasa bosen aja sih." jawab Steven dengan percaya dirinya.

Aku menghela nafasku lalu berkata, "Masih sama aja ternyata."

"Hamba pulang dulu, bye-bye tuan muda." ucap Steven dengan senyuman jahilnya.

Aku langsung menendang bokongnya, "Tiati di jalan." ucapku sambil melambaikan tangan.

Setelah mengantar Steven keluar kost-an, aku langsung kembali masuk ke dalam kamar. Aku melihat Melissa masih tertidur lelap. Tak mau menganggu tidurnya, aku pun keluar dari kamar, lalu menutup pintunya dari luar.

Aku membuka kamar Steven, dan langsung berbaring di kasur empuknya. Sebenarnya badanku masih terasa lemas dan panas, tapi aku juga tak tau harus berbuat apa sekarang.

Sekilas aku menjadi mengingat tentang Adellia. Kenapa sampai sekarang dia tak juga membalas pesanku. Aku bertanya-tanya, sedang apa dia sekarang. Kapan kami akan bertemu kembali.

"Apa dia marah dan tak ingin berkomunikasi denganku lagi karena ciuman itu?" tanyaku dalam hati.

Aku mulai memikirkan kemungkinan terburuk apa, yang akan terjadi diantara hubungan kami berdua. Jujur saja, aku masih menyesal tak bisa berbicara dengannya saat itu. Rasanya aku ingin memutar waktu kembali dan memperbaiki kesalahan yang telah kulakukan.

Hingga beberapa saat kemudian, saat aku tenggelam didalam lamunanku. Tiba-tiba muncul suara notifikasi dari handphoneku. Aku pun refleks langsung mengeceknya. Ternyata ada pesan masuk dari Steven.

Steven : Ada hadiah dari gw di lemari lo. Selamat bersenang-senang.

Aku bingung apa hadiah yang dimaksudnya. Oleh sebab itu, aku pun langsung beranjak dari kasur lalu pergi menuju kamarku sendiri. Sesudah sampai di depan pintu kamarku, aku langsung membukanya tanpa berpikir panjang.

"Eh..." ucap Melissa dengan raut wajah terkejut.

Aku melihatnya sedang memegang kotak kecil berwarna merah.

"Apaan tuh Mel?" tanyaku bingung.

"Gapapa Ram." jawab Melissa dengan raut wajah panik dan gugup. Hingga tak sengaja dia pun menjatuhkan kotak yang dipegangnya.

Aku menyadari bahwa lemariku dalam kondisi terbuka, sepertinya kotak merah itu adalah hadiah yang dimaksud dari Steven, pikirku. Spontan aku mengambil kotak itu dan mendekatkannya ke wajahku, lalu membaca merk produk itu.

"SUTRA"

Refleks aku menoleh ke arah Melissa. Tampak wajah Melissa yang memerah dan malu saat melirikku.

"Mel, gw bisa jelasin. Gw..." ucapku

"Gausah dijelasin Ram." potong Melissa lalu dia langsung berbaring di kasur sambil menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Mel... itu bukan punya gw." ucapku meyakinkannya.

Tak sengaja aku mendengar suara pelan dari balik selimut.

"Dasar mesum..."

Aku hanya bisa terdiam beku, karena tak tau harus menjelaskannya bagaimana.

Bersambung...

下一章