Hari ini kami berencana pergi ke kota bandung. Karena hari ini adalah hari terakhir kami berlibur bersama, kami hanya berencana jalan-jalan di kota bandung sampai sore saja. Saat malam, kami sudah sepakat untuk melakukan acara barbeque seperti di hari pertama.
Tak berlama-lama, pagi jam sembilan kami sudah berangkat menuju kota Bandung. Perjalanan itu memakan waktu kurang lebih sekitar satu jam.
Disepanjang perjalanan, anak-anak tampak sangat bersemangat. Mereka sibuk bercanda dan tertawa, raut wajah mereka terlihat sangat ceria.
Berbeda denganku, aku lebih banyak diam dan hanya sesekali menjawab pertanyaan mereka. Sebab aku masih sibuk memikirkan kejadian tadi malam. Kejadian dimana Ilham menantangku untuk menyatakan perasaan ke Adel. Karena itu, di sepanjang perjalanan aku hanya berpikir keras bagaimana cara terbaik untuk mengungkapkan perasaanku kepada Adellia.
Hingga aku mendengar suara Lala yang muncul secara tiba-tiba.
"Jangan ragu, ungkapkan saja perasaanmu yang sebenarnya dengan tulus."
Aku terkejut, saat aku menoleh untuk mencari asal suaranya. Wujud lala tetap tidak tampak juga.
"Kenapa kamu tiba-tiba muncul?" tanyaku dalam batin karena penasaran
"Aku merasakan perasaan tuan yang sedang gelisah dan ragu." jawabnya
"Memangnya kamu tau alasannya?" tanyaku bingung.
"Karena perempuan yang bernama Adellia itu bukan?" ucapnya
"Hmmmm, bagaimana jika saat aku mengungkapkan perasaanku, tetapi aku ditolak?" tanyaku ragu.
"Berarti itu sudah nasibmu." ucapnya singkat
Aku tak tahu harus tertawa atau sedih mendengar jawabannya. Sebab aku tak menyangka Lala akan menjawabku seperti itu.
Setelah percakapan itu, suara Lala menghilang, dan disaat kupanggil suaranya tak muncul lagi. Aku bersyukur, karena berkomunikasi dengannya aku bisa menjadi merasa sedikit lebih tenang dan lega.
Dikarenakan sedang asik mengobrol dan bercanda, tak terasa kami sudah sampai di kota Bandung. Yang menjadi target destinasi pertama kami adalah alun-alun kota Bandung.
Pertama-tama kami memutuskan untuk pergi menuju Museum Asia-Afrika yang berada didekat sana. Sejujurnya ini pertama kali aku memasuki museum bersejarah seperti ini.
Saat pertama kali masuk, museumnya ternyata tampak sangat terawat dan rapi. Ada juga tour guide yang membantu untuk menjelaskan sejarahnya dengan jelas.
Tak terasa kami sudah menghabiskan waktu sekitar satu jam disana. Setelah keluar darisana kami langsung pergi menuju jalan braga yang berada tak jauh dari posisi kami.
Perlahan kami mulai menyusuri jalanan, disana tampak banyak toko dan cafe yang bernuansa belanda ataupun eropa. Rata-rata bangunan toko disana berkesan antik dan penuh sejarah.
Bukan cuma toko saja, dipinggir jalanan juga banyak penjual yang menyajikan produknya masing-masing. Mulai dari makanan, lukisan, dan banyak lainnya.
Setelah menyusuri jalanan sambil berfoto-foto cukup lama. Akhirnya kami berhenti dan masuk ke suatu cafe yang bernuansa belanda. Untungnya didalam sana tampaknya tidak terlalu ramai pengunjung. Jadi kami bisa menikmati suasana yang lebih santai disana.
"Guys, mulai sekarang kita pisah dulu ya. Nanti jam empat sore kita kumpul di alun-alun lagi oke?" ucap Riska
"Emangnya pada mau ngapain sih, waktu cuma sisa dua jam lagi." ucapku bingung
"Ya mau jalan-jalan sambil shopping dong Ram." balas Riska
"Hmmm, yaudah deh. Gw disini aja nunggunya." ucapku
"Emang ga bosen lu disini Ram? Ikut kita aja, sekalian cuci mata." ucap Steven
Mendengar ucapan dari Steven, para wanita langsung menatapnya dengan sinis dan tajam.
"Mau cuci mata dimana hah?" bentak Jessica.
"Hehehe, sorry keceplosan." ucap Steven sambil tersenyum nyengir.
"Coba macem-macem gih, biar aku botakin tuh rambut kamu." ancam Jessica.
"Iya janji deh, ampun tuan putri." balas Steven sambil memeluk tangan Jessica.
Sementara itu Melissa tak mau menyerah untuk mengajakku, "Ayo dong Ram, sini bareng aku perginya." ucap Melissa sambil mengedipkan matanya.
Tampaknya Riska dan Adellia juga berharap yang sama dengan Melissa. Mereka sengaja menatapku dengan dalam dan penuh harap.
Tapi aku tak mau termakan jebakan mereka, karena aku tau mereka bertiga akan memaksa menempel denganku. Jadi lebih baik aku tidak memilih salah satupun.
"Kalian duluan aja deh, gw mau nyantai disini aja." ucapku pelan lalu memberi kode kepada Steven agar pergi duluan.
"Yaudah Ram, ntar kalo dah kelar, gw langsung kesini deh." ucap Steven lalu pergi keluar.
Sedangkan Adellia, Riska, Melissa dan Ilham masih berada diposisi yang sama. Sepertinya mereka berniat memaksaku.
"Kak, mending pergi nyusul Thalia aja tuh sebelum kejauhan." ucapku untuk membujuknya
"Hmmmm, kamu serius gamau temenin kita Ram?" ucapnya dengan ragu.
"Bukannya gamau kak, lagi pengen nyantai aja karena malas gerak hehe. Mending kalian ber empat jalan bareng aja." ucapku perlahan
"Yaudah deh Ram, kita bakal cepet-cepet balik kesini lagi. Jangan kabur ya." ucap Riska lalu mengajak mereka bertiga pergi keluar.
Dengan berat hati, Adellia dan Melissa mengikuti Riska pergi keluar. Berbanding terbalik denganku yang merasa santai dan bebas saat sendiri.
Aku perlahan menikmati suasana disana, melihat kerumunan orang yang sedang sibuk berjalan dan berfoto-foto. Melihat interaksi dan kegiatan orang-orang disana membuatku perlahan-lahan melamun.
Sekitar dua jam disana kuhabiskan dengan melamun dan sesekali mengecek handphoneku. Hingga pada akhirnya mereka satu-persatu datang kembali menemuiku sambil memegang beberapa bungkusan.
"Yuk berangkat ke lokasi terakhir." ucap Riska
"Mau kemana nih kak?" tanyaku bingung
"Cihampelas walk, sekalian buat beli oleh-oleh di sekitar sana." jawabnya
"Yaudah, ayuk berangkat." ucapku singkat
Tak memakan waktu yang lama, akhirnya kami sampai dilokasi tujuan. Aku tak menyangka ternyata lokasi ini juga sangat ramai pengunjung. Baik itu diluar ataupun didalam, banyak orang yang sibuk berlalu-lalang.
Perlahan-lahan kami jalan mengelilingi lokasi ini sambil mencuci mata. Selain itu, kami hanya duduk nongkrong sebentar sambil menikmati cemilan. Bisa dibilang, kebanyakan kegiatan yang kami lakukan di liburan ini adalah nongkrong dan makan. Setelah membeli oleh-oleh dari sekitar sana, kami langsung pergi pulang menuju villa.
Sepanjang hari ini aku tidak terlalu merasa kelelahan, walau selalu berada di tengah kerumunan orang-orang. Aku lebih bisa bersantai, berbeda dengan hari sebelumnya.
Sesampainya di villa, tanpa banyak bicara kami langsung beres-beres untuk malam barbeque nanti.
Sama seperti kemarin, penjaga villa dan supir sudah membantu mempersiapkan peralatan dan bahan-bahannya. Walau sebenarnya aku merasa aneh, karena kami diperlakukan seperti tamu VIP disini. Dari situ aku bisa menyimpulkan latar belakang keluarga Riska adalah konglomerat.
Langit tampak gelap, suara sunyi dan suasana hening terasa mulai menghampiri. Satu-persatu anggota telah selesai bersiap-siap dan sudah berkumpul di halaman villa.
"Gak kerasa ya, besok kita udah balik." ucap Riska pelan
"Iya nih, rasanya cepet banget." ucap Jessica
"Yaudah, kita tinggal berdua aja disini beb." ucap Steven dengan senyuman mesumnya.
"Itu mah kamu doang yang seneng, karena bisa macem-macem." balas Jessica dengan sinis.
"Hahahahaha." Kami hanya tertawa merespon percakapan mereka berdua.
"Habis liburan dari sini, kamu mau ngapain Del?" bisikku pelan.
"Kayaknya aku bakal pulang ke Surabaya dulu Ram." balasnya
"Ohhhh, kapan balik ke Jakarta lagi Del?" tanyaku penasaran
"Kurang tau juga sih Ram, mungkin seminggu sebelum masuk kampus. Emangnya kenapa Ram?" jawabnya bingung
"Gapapa kok Del, cuma nanya doang hehe." ucapku canggung
"Hmmm, kamu kangen ya?" ucapnya sambil tersenyum mengejekku.
Aku hanya memalingkan wajahku dan tak menjawab ucapannya.
"Kangen ya?.. ya?.. Hmmm?" tanyanya dengan ekspresi wajah yang mencoba terlihat imut.
Disisi lain Steven mulai memperhatikan dan menyindir kami berdua.
"Kayaknya ada yang lagi mesra-mesraan nih." ucap Steven.
"Iya nih, mumpung hari terakhir dipuas-puasin dulu." tambah Ivan
Mendengar ucapan Steven dan Ivan, Melissa tak mau melewatkan kesempatan untuk nimbrung.
"Ram, kamu pasti lagi pegel kan. Sini aku bantu pijitin." ucapnya sambil tersenyum nakal.
Belum sempat aku membalas ucapannya, dia sudah mendekat dan memegang kedua pundakku.
"Eh gausah Mel." ucapku spontan.
"Nanti gantian ya Ram." balas Melissa tak memperdulikan ucapanku.
"Waduh, gw jadi pengen dipijitin juga nih." ucap Steven sambil melirik ke arah Jessica
"Ngapain liat-liat kesini, panggil tukang pijit sana." ucap Jessica
"Hahahahahaha." Kami tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
"Yuk gantian dulu Ram." ucap Melissa sambil tersenyum
"Sini aku aja yang pijitin." ucap Adellia
"Gamau, maunya dipijit sama Ra... ahhhh." jerit Melissa kesakitan.
Belum sempat Melissa membalas, Adellia sudah terlebih dahulu memijit pundaknya dengan kuat sambil tersenyum. Melihat senyuman palsu dari Adel saat memijit Melissa berhasil membuatku bergidik ngeri. Sebab aku tahu, apa yang dilakukan Adellia itu pastinya benar-benar sakit.
"Ahhh, sakit banget nih." ucap Melissa dengan kesal.
"Gw mijitnya pelan doang kok." balas Adellia datar.
"Pelan dari mananya coba, sini gw pijit balik deh lo." ucap Melissa marah.
"Gamau dong, ngapain juga gw dipijit, orang gw gak ngerasa pegel." balas Adellia sinis.
Melissa lalu mendekatiku, lalu bersandar dibahuku seraya berkata, "Parah banget dia Ram, pundakku sakit banget nih." rengeknya.
"Pake nyari kesempatan aja lo." ucap Adellia sambil menarik lengan Melissa.
"Biarin, wekkkkk." ucap Melissa lalu menjulurkan lidahnya.
Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku, aku menjadi pusing melihat mereka yang bertengkar lagi.
"Pangeran Rama memang selalu diperebutkan nih." ejek Steven
"Pangeran pala lu peang." balasku kesal.
Sementara itu Thalia mulai melirik Riska sambil berkata, "Lo ga mau ikutan Ris? Entar si Rama diembat duluan loh." ucapnya dengan usil.
"Apa sih, make bawa-bawa gw segala." balas Riska dengan sewot sambil melirikku lewat ujung matanya.
"Heran nih gw, napa pada rebutin Rama yak, padahal gantengan gw juga." ucap Steven tengil dan percaya diri.
Seketika semua orang yang disana tertawa terbahak-bahak melihat Steven yang memamerkan kepercayaan dirinya.
"Emang kamu mau direbutin ya?" tanya Jessica dengan sinis.
"Duh, salah ngomong lagi nih gw." ucap Steven sambil menutup mulut dengan tangannya.
Malam itu kami menjadi semakin akrab satu sama lainnya, karena sudah berlibur bersama selama beberapa hari. Terkecuali Ilham, sebab aku merasa dia berusaha memberi jarak kepada kami semua, terutamanya kepadaku.
Hingga perlahan-lahan udara terasa makin dingin, begitu juga dengan suasananya yang tampak sunyi. Tak terasa malam sudah semakin larut, sepertinya anak-anak sudah merasa lelah dan ngantuk karena aktifitas tadi.
Satu persatu mereka pamit masuk ke dalam villa untuk beristirahat duluan. Sebenarnya aku merasa aneh, sebab suasana malam ini terasa sangat hening ketimbang malam-malam sebelumnya.
Hingga pada akhirnya hanya tersisa Aku,Adellia,Melissa, Riska dan Ilham dihalaman. Sebenarnya Melissa dan Riska sudah tampak ngantuk berat, tetapi mereka memaksa untuk tetap berada dihalaman.
"Aku masuk dulu Del." ucap Ilham sambil melirikku sesaat.
"Oke mas." balas Adel singkat.
Saat Ilham sudah masuk kedalam villa. Aku juga berusaha untuk membujuk Riska dan Melissa supaya masuk kedalam juga.
"Istirahat gih kak, Mel. Udah kemaleman nih, lagian kalian udah cape seharian tadi." ucapku pelan
"Oke, tapi harus dianterin sampe ke depan kamar ya." ucap Melissa sambil tersenyum jahil.
"Iyaa deh. Ayo cepet." ucapku sambil melirik ke arah Adellia.
"Emangnya kamu mau ngapain lama-lama disini Ram?" tanya Riska dengan curiga.
"Aku juga bakal tidur deh kak, abis nganterin kalian." ucapku berbohong.
"Ohhh, yaudah deh. Yuk barengan masuknya." balas Riska
Saat Melissa dan Riska mulai beranjak berdiri dari kursinya. Aku cepat-cepat berbisik ditelinga Adellia.
"Tunggu disini ya." sambil mengedipkan salah satu mataku sebagai kode.
Adellia hanya tersenyum manis lalu membalas kedipan dariku. Tak lama kemudian setelah aku mengantar Melissa dan Riska kekamarnya, aku langsung bergegas pergi menuju halaman. Disana tampak Adellia yang sedang duduk diayunan sendirian. Perlahan aku mulai mendekatinya dan duduk diayunan sebelahnya.
"Ada yang mau diomongin Ram?" tanya Adel dengan raut wajah bingung.
"Iya Del, ada yang mau aku omongin sama kamu." ucapku dengan gugup
"Tentang apa tuh?" tanyanya penasaran
"......." Sesaat aku hanya diam, aku hanya berfokus mengumpulkan seluruh keberanianku.
"Ram? Kok diam aja?" tanya Adel kebingungan.
"Sejujurnya, Aku udah lama suka sama kamu Del." ucapku dengan cepat.
"Aku udah suka sama kamu, sejak pertama kali kita ketemu. Tapi waktu itu aku ga berani ungkapinnya, karena aku takut kamu menjauh." ucapku perlahan
"........" Adel hanya diam menatapku dalam-dalam. Aku tak mengerti kenapa responnya sangat dingin.
"Aku berani ungkapinnya sekarang, karena aku ngerasa kamu juga punya perasaan yang sama." tambahku
" Jadi, sekarang kamu mau gak jadi pacarku Del?" ucapku sambil menatap matanya
"Maaf Ram." ucapnya singkat dengan raut wajah menyesal.
"......" aku hanya diam karena merasa kecewa dan kesal kepada diriku sendiri. Aku menyesal telah mengungkapkannya.
"Kenapa Del?" tanyaku dengan lesu
"......" Adel kembali diam sembari menatapku dengan sedih.
"Kayaknya memang aku yang salah karena terlalu berharap." ucapku dengan senyum terpaksa
"Bukan salah kamu Ram, tapi salahku." ucapnya dengan mata yang tampak mulai merah dan berkaca-kaca.
"Apa alasannya Del? Kenapa?" tanyaku lesu
"Maaf Ram, aku gak bisa." jawabnya dengan suara yang bergetar, lalu pergi meninggalkanku.
Aku hanya bisa diam berdiri memandangnya dari belakang. Perlahan dia semakin menjauh dan akhirnya menghilang dari pandanganku. Tubuhku terasa lemas, dadaku terasa sesak dan pikiranku mulai kacau.
Perlahan aku mulai mengerti, jadi inilah yang namanya patah hati.
Bersambung...