webnovel

Sebuah Awal

Aku terperanjat dan spontan menoleh kebelakang. Ternyata itu adalah suara dari Adel yang sedang berdiri sambil memeluk beberapa buku. Dalam sesaat aku langsung melupakan keberadaan dari wanita yang berdiri di sudut ruangan itu. Sebab aku sedang terpana akan penampilan dari Adellia yang mengenakan kemeja dan celana jeans serba hitam. Perubahan yang paling mencolok darinya adalah gaya rambutnya yang diikat kuncir kuda. Sejenak, aku tak bisa memalingkan pandanganku darinya.

"Ram, kamu dengar aku gak? halooo???" tanya Adel sambil melambaikan tangannya didepan mataku.

"Eh… iya del, ngomong apa tadi?" jawabku gagap.

"Itu tuh, cewe yang lagi berdiri disana, kamu bisa ngeliatnya kan?" ucapnya sambil menunjuk ke arah sudut kelas.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah sudut kelas dan melihat wanita itu masih tetap berdiam diri disana. Untung saja belum ada mahasiswa lain yang hadir selain aku dan Adel di kelas itu. Kalau tidak, sudah pasti kami akan menjadi pusat perhatian disana.

"Cewek itu manusia apa bukan sih Del?" tanyaku untuk memastikan

"Mana ada manusia pake baju gituan di kampus Ram hahaha." jawab Adel

Setelah mendengar ucapan Adel, aku akhirnya yakin kalau yang kulihat itu adalah makhluk halus. Dari karakteristik yang ditunjukkan, aku bisa menyimpulkan kalau dia adalah salah satu makhluk mitos yang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Benar sesuai dugaan kalian, dia adalah kuntilanak alias mbak kunti. 'Tapi kenapa aku hanya bisa melihat kuntilanak itu saja?' Aku merasa aneh sekaligus bergidik ngeri memikirkannya.

"Itu dia kok diam doang ya Del? Apa dia tau kalo kita lagi ngeliatin dia?" tanyaku dengan bingung.

"Dia penunggu disini Ram, mereka langsung tau kok, orang yg bisa lihat wujud mereka. Mau aku coba panggilin dia kesini aja Ram?" ucap Adel sambil tersenyum menatapku

"Eh jangan dong Del, dari jauh aja udah serem banget apalagi kalo dari dekat." jawabku gugup

"Hahaha, bercanda doang Ram" tawanya

"Eh, bukannya kemarin kamu bilang gak bisa lihat mereka Ram? kok sekarang kamu bisa lihat dengan jelas?" tanya Adel dengan bingung.

"Nanti semuanya aku ceritain habis kelas ini selesai aja Del." jawabku sambil mengambil posisi duduk di kursi yang jauh dari si mbak kunti.

"Oh, oke deh Ram." jawabnya sambil duduk disebelahku.

Setelah menunggu sampai kisaran 5-10 menit, akhirnya dosen pun tiba dikelas lalu memulai kelas seperti biasanya. Saat kelas berlangsung, aku tak bisa fokus karena perhatianku dipecah oleh keberadaan kunti yang ada disudut ruangan. Sesekali aku memerhatikan ke arah sudut ruangan, karena penasaran apakah dia masih berada disana. Ternyata, si mbak kunti itu masih saja tetap diam disana bagaikan sebuah patung.

"Kita sudahi dulu pertemuan kali ini, sampai jumpa lagi di pertemuan berikutnya." ucap dosen sebagai kata penutup.

Akhirnya kelas telah usai, aku dan Adel langsung beranjak dari kursi lalu pergi keluar dari kelas. Baru saja keluar dari kelas, aku langsung disuguhi pemandangan yang sangat mengerikan. Di sepanjang lorong, bukan hanya satu atau dua makhluk halus, tapi ada segerombolan dari mereka yang sedang memandang kearahku. Rata-rata wajah dan tubuh mereka hancur dan berlumuran dengan darah. Begitu juga dengan posisi mereka, ada yang berdiri,duduk dan bahkan ada yang merangkak menempel dilangit-langit.

Aku terkejut setengah mati, badanku spontan gemetaran melihat penampakan mengerikan semacam itu. Refleks aku mengalihkan pandanganku menghadap ke lantai, lalu berbalik badan dan masuk kembali ke dalam ruangan kelas. Aku langsung menutup pintu kelas rapat-rapat, agar tidak melihat penampakan mereka. Seumur hidupku, baru kali itu aku melihat penampakan semengerikan itu. Yang kulihat tadi tampak dengan wujud yang berbagai jenis. Mulai dari wanita,pria,anak-anak,nenek-nenek, dan bahkan seperti hewan yang bentuknya tak beraturan pun muncul di lorong tersebut. Aku tak tahu apa sebenarnya yang terjadi di lorong itu, mengapa sampai ada sekumpulan makhluk halus yang bertengger disana.

Sementara itu, Adel menyadari kondisiku yang shock. Dia mengikutiku kembali masuk kedalam kelas sembari menepuk-nepuk bahuku lalu berkata "Jangan takut Ram, ada aku disini kok. Mereka ga bakal berani ganggu kamu." ucapnya pelan meyakinkanku

"Mereka semua kok bisa natap gw gitu ya Del? Seakan-akan tau, kalo gw bisa ngeliat mereka." tanyaku dengan badan yang masih gemetaran karena mengingat pemandangan barusan.

"Emang mereka tau Ram, kalo lo bisa ngeliat wujud mereka." jawab Adel

"Gw harus gimana sekarang Del? Gw ga kuat kalo ngeliat mereka terus-terusan kayak gini." ucapku ketakutan

"Mau gamau kamu harus kuat Ram. Soalnya kalau kamu takut, mereka bakal lebih senang gangguin kamu." balas Adel

"Aku sih pengennya gitu juga Del, tapi pikiran sama hatiku ga bisa bohong. Kalau aku sebenarnya takut ngeliat wujud mereka." ucapku lemas

"Aku juga gatau kenapa aku dikasih kemampuan buat ngelihat mereka." tambahku

"Hmmm, bukannya kamu bilang mau cerita habis kelas tadinya?" tanya Adel

Aku baru saja ingat dan mulai menjelaskan dari hal yang kupelajari lewat internet, praktik meditasi dan pertemuanku dengan pria berjubah merah itu kemarin malam. Aku berusaha menjelaskannya sedetail mungkin supaya tidak ada hal yang terlewat.

"Kalo menurutku sih, indera keenam kamu mulai terbuka Ram. Kayaknya kamu makin sensitif efek dari meditasi kemarin malam. Faktor lainnya, ada kemungkinan karena jarak kita berdua yang makin dekat Ram." jelas Adel

"Hubungannya sama jarak kita yang makin dekat apa Del?" tanyaku bingung

"Contoh analoginya, saat kita berteman dengan penjual minyak wangi, otomatis kita juga bakal ketularan sedikit wanginya. Jadi analoginya, saat ini aku ada diposisi penjual minyak wanginya. Karena kita sering dekat, energi dariku bikin indra keenam kamu makin tajam. Sekarang pahamkan maksudku Ram?" ucap Adel

"Paham Del, tapi ada solusi buat nutupnya gak Del? Soalnya untuk saat ini, aku gak yakin bisa bertahan Del." ucapku lesu

"Setau aku sih banyak yang bisa nutup Ram. Tapi ujung-ujungnya bakal kebuka lagi nantinya. Soalnya sebenarnya semua orang udah punya mata ketiga sejak lahir. Hanya aja mata ketiga itu ketutup seiring dia tumbuh dewasa. Bagi orang-orang yang mata ketiganya masih kebuka sampe dewasa, bisa dibilang mata ketiganya bakal aktif untuk seterusnya." jelas Adel

Mendengar penjelasan dari Adel membuatku panik. Yang ada dibenakku adalah apakah seterusnya aku harus hidup seperti ini seumur hidupku?.

"Tapi jangan nyerah dulu Ram, ada solusinya kok." ucap Adel tiba-tiba

"Solusi gimana Del?" tanyaku penuh harap

"Hmmm, agak susah jelasinnya sih Ram. Simple-nya itu, semacam punya remote TV yang ada tombol ON / OFF nya. Jadi kamu bisa aktif dan matiin mata ketiga sesuai keinginan kamu. Tapi untuk mencapai tahap itu, kamu harus punya energi yang jauh lebih kuat dari sekarang, plus juga harus bisa mengontrol emosi. Intinya sih kamu harus bisa memahami diri kamu sendiri Ram. Mungkin solusi untuk saat ini, kamu bisa coba meditasi secara rutin dulu Ram." jawab Adel

"Berarti sekarang aku harus terpaksa jalanin hidup kayak gini ya Del?" tanyaku lesu

"Ga ada pilihan lain Ram." jawab Adel

Tiba-tiba Adel meraih tanganku lalu menatapku mataku dalam-dalam.

"Kamu pasti bisa kok Ram, percaya sama aku… dan percaya sama diri kamu sendiri." ucap Adel meyakinkanku

Lalu tanpa berkata apa-apa, Adel membuka pintu kelas, lalu memegang erat tanganku. Dia pun melangkahkan kakinya keluar dari ruangan kelas. Begitu juga aku yang terpaksa mengikutinya dari belakang. Baru saja keluar dari pintu, pemandangan itu lagi-lagi muncul didepanku. Segerombolan makhluk halus berwujud mengerikan itu masih pada posisi yang sama sambil menatap kami dengan sinis.

"Darah kalian tampak sangat segar." ucap salah satu makhluk halus berwujud wanita dengan wajah yang gosong.

"Kakakakaka…. Hihihihihi…" tawa mereka.

"MINGGIR KALIAN!!!" teriak Adel menggelegar.

"Aaahhhhhhhhh!!!" jerit para makhluk halus yang terpental karena berada didekat posisi kami.

Saking kerasnya, bunyi teriakan Adel menggema disepanjang lorong. Orang-orang yang sedang berada disana tampak kaget, lalu menatap Adel dengan heran. Mungkin yang ada dibenak mereka, apakah wanita itu punya penyakit mental?"

"Ayo pergi Ram." ajak Adel dengan santainya sambil menggandeng tanganku.

Sementara itu, orang-orang yang ada disana bertepuk tangan dan bersiul melihat kami berdua yang jalan bagaikan pengantin baru. Perasaanku terasa campur aduk, dari yang awalnya takut berubah menjadi kagum lalu berubah lagi menjadi malu. Entah kenapa, aku selalu mengalami hal-hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, sejak menjadi mahasiswa.

*Setelah sampai diluar gedung kampus.*

"Kayaknya, udah bisa dilepasin deh Del." ucapku canggung sambil menggaruk kepalaku yang sebenarnya tak sama sekali gatal.

Adel tersenyum lalu berkata "Emangnya kamu udah ga takut lagi Ram?"

"Hmmmm, nggak Del." ucapku dengan ragu

"Awas dibelakang kamu Ram." ucap Adel tampak panik

Reflek aku berteriak sambil menoleh kebelakang "Ehhhhh….."

"Pffffffttttttt…" tampak Adel sedang menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan beberapa orang yang sedang lewat, mereka menatapku dengan aneh.

"Parah bener nih becandanya Del." ucapku sambil mengelus-elus dada.

"Siapa suruh pake bohong segala Ram hahaha." balas Adel

"Namanya juga lagi usaha biar berani Del." keluhku

"Omong-omong, kok kamu bisa berani banget Del?" tanyaku penasaran

"Karena aku dari kecil udah biasa interaksi sama mereka Ram. Kayak peribahasa, alah bisa karena biasa. Aku mau ingetin aja Ram, walau tampangnya seserem apapun, jangan sampe takut. Marahin aja kalo berani ganggu kamu. Soalnya, mereka makin seneng kalo yang digangguin itu takut." ucap Adel

"Makasih banyak Del, udah mau bantuin. Tapi untuk seterusnya, boleh gak kalo kita berangkat sama balik ke kampus barengan?" pintaku dengan malu

"Pffffttttt… boleh aja Ram, tapi ga harus gandengan tangan teruskan?" jawabnya sambil menatapku dengan jahil.

"Lanjut mulu nih ngejeknya. Mending balik aja yuk Del, sebelum pada rame lagi." ucapku buru-buru karena melihat ada beberapa makhluk halus lainnya yang mulai sadar akan keberadaan kami.

"Iyaa….iyaaa…, sini deket sama kakak hahaha." balas Adel layaknya sedang meladeni anak kecil.

Begitulah, pengalaman pertamaku bertatap muka langsung dengan mereka para makhluk halus. Yang nantinya akan menjadi awal aku mendalami dan menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan bangsa mereka. Ini akan menjadi titik awal aku mulai menemukan apa itu arti dari persahabatan, cinta, dan tujuan hidupku.

Bersambung…

下一章