Dan sekarang Paman Elliot menyiapkan air hangat untuk Tuan Putri. Dia memanasi dan mengangkutnya dengan ember dan membawanya ke kamar mandi di kamar Pangeran. Semata-mata untuk Adaline. Air mandi itu telah ditaburi dengan ramuan dan tumbuhan penyegar untuk pemulihan kesehatan Masyayel.
Paman Elliot yang telah turun dan ke ruang dapur, tempat para pelayan. Dia tanpa sengaja melihat keluar dari jendela. Gawat! Pangeran telah datang, Paman Elliot melihat rombongan Raja dan Putra Mahkota dengan beberapa pengawalnya itu berbondong-bondong dari luar tampak hendak memasuki istana. Paman Elliot seketika syok dan gemetaran. Bagaimana ini? Masyayel kondisinya masih sangat drop dan mentalnya juga sedang down. Apa yang akan mereka katakan kepada Pangeran jika Pangeran melihat gadis yang dicintainya ini sedang lemah dan tampak sakit itu?
Paman Elliot segera berlari sekencang mungkin untuk menemui dan ingin memberitahukan kepada Abraham tentang kedatangan Pangeran Shem beserta rombongan. Dia segera membuka pintu kamar Pangeran dengan cepat pula.
"Panglima! Panglima! Celaka! Pangeran beserta rombongan Raja telah datang," teriak Paman Elliot sambil menatap Masyayel yang masih lemah itu, gadis itu belum sempat mandi atau makan. Pangeran telah tiba di istana ini.
"Kami akan mati Tuan Putri, kami tidak akan terampuni. Maafkan kami tuan putri, mungkin kami tidak akan bisa bertemu Yang Mulia lagi selamanya, Maafkan kami atas kesalahan fatal ini." Panglima Abraham lagi-lagi menjatuhkan lututnya di hadapan ranjang sang Putri. Diikuti oleh Paman Elliot yang juga bersimpuh.
"Aku juga tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, tapi ini sungguh bukan salah kalian berdua, ini benar-benar salahku. Aku akan berusaha semaksimal mungkin menutupi ini dan berusaha menghindarkan kalian dari hukuman apapun. Tolong sekarang pergilah ke tempat masing-masing." Masyayel masih merasa pusing kepalanya, meskipun dia kondisinya sudah lebih baik dan panasnya telah turun tidak sepanas tadi, namum tubuhnya masih merasakan sakit. Dia berbaring lagi tak mampu menegakkan kepala saking pusingnya. Abraham dan Paman Elliot telah kembali ke tempat masing-masing. Masyayel siap dengan segala resikonya. Kalau situasi memungkinkan, dia akan diam dan merahasiakan semuanya, tapi jika Pangeran harus tahu, maka dia sudah siap dengan segala konsekuensinya.
Masyayel pura-pura pulas dan berbaring mencoba memiringkan badan ke arah dinding saja, jadi kalau Pangeran memasuki kamar itu, dia akan mengira Masyayel tertidur, sehingga ia berhasil mengulur waktu dan menghindari berkata-kata dengan Pangeran Shem. Semoga Pangeran tidak berusaha membangunkannya. Mengingat sudah lima hari dirinya tidak bertemu dengan Pangeran Shem itu.
"Siang Paman Elliot, apakah Masyayel ada bersamamu?" Ternyata yang ia tuju adalah kamar Paman Elliot dan menyapa sang Paman.
"Ti ... Tidak, Pangeran. Dia masih tetap tinggal di kamarmu," jawab Elliot.
"Terima kasih Paman Elliot, aku sangat merindukannya." Pangeran sungguh berbinar-binar karena dia sudah lama tidak bertemu dengannya. Ia bersemangat dan berlari menuju kamarnya sendiri. Pintu kamarnya memang sengaja tidak dikunci karena tadi Masyayel telah berbincang dengan Paman Elliot dan Abraham. Ia juga sudah tahu kalau Pangeran Shem akan mendatanginya dan pasti akan memasuki kamarnya, karena itu memang kamarnya Pangeran. Masyayel hanya dipersilahkan untuk tidur dan bertempat disitu jika Pangeran sedang tidak diistana.
"Krieeek!!!" Pintu itu terdengar terbuka. Tubuh Masyeyel gemetaran seketika itu pula.
Melangkahlah kaki Pangeran dengan suara sepatunya yang khas itu. Masyayel sudah merasa berdetak kencang jantungnya, dia tidak tidur, dia hanya berpura-pura tidur. Dia sangat gelisah dan untungnya tidur menghadap dan membelakangi pintu, sehingga Pengeran hanya bisa melihat punggung gadis itu yang sedang berbaring miring.
Semakin suara sepatu itu semakin jelas dan dekat semakin pula Masyayel berkeringat dingin. Ia juga sangat lapar dari kemarin belum makan apa-apa padahal makanan sudah tersedia di meja dan juga merasa gerah belum sempat mandi. Padahal air hangat telah disiapkan oleh Paman Elliot tadi.
Lembutnya sentuhan tangan Pangeran menyapu dari atas ke bawah lengan Masyayel yang berpura-pura tidur ini. Pangeran meraba-raba lengan gadis itu karena rindu. Lalu ia mencium kening gadis itu dari samping.
"Aku sangat merindukanmu, Sayang. Setiap hari selama lima hari, sedetikpun aku tak bisa menghilangkan bayanganmu. Bahkan saat aku berperang sekalipun, hanya wajahmu yang berkeliaran di otakku," bisiknya di telinga gadis itu. Masyayel sebenarnya semakin deg-degan mendapat perlakuan ini. Dia juga merasakan kerinduan yang teramat dalam kepada kekasihnya ini, namun ada kejadian besar dan memilukan yang tengah ia alami. Ia sangat takut jika hal itu sampai ketahuan.
Pangeran mulai duduk di ranjang itu, lalu ia mengelus rambut Masyayel dengan penuh kasih sayang.
"Astaga, kenapa keningmu berkeringat? Sepertinya kamu demam dan panas?" ucap Pangeran Shem mencoba memegang keningnya sendiri untuk membandingkan suhu keningnya dengan kening Masyayel.
Ia dengan perlahan berusaha menarik tubuh gadis itu agar berbaring tidak dalam posisi miring, tapi terlentang," apa kamu tidak enak badan, Sayang? Bangunlah ... Aku lihat sarapanmu masih utuh, jam segini kamu belum makan? Ayo makanlah dulu. Kamu demam," ucapnya. Masyayel sudah tak mampu lagi menahan kepura-puraannya itu. Dia dalam posisi ditatap lekat-lekat oleh Pangerannya dan dalam keadaan berbaring terlentang akan sangat susah berpura-pura memejamkan mata, yang ada mata terpejamnya itu bergerak-gerak otot-ototnya.
"Ehm ...." desahnya berpura-pura baru terbangun.
"Kamu kapan datang? Kepalaku berat sekali rasanya, pusing dan susah membuka mataku. Memang badanku terasa sakit semua," jawabnya.
"Apa kamu terlalu letih berlatih pedang?" tanyanya.
"Tidak mungkin, aku berlatih tidak terlalu lama setiap harinya," balas Masyayel.
"Oke, bangunlah. Mungkin sarapan akan membuatmu lebih baik, aku rindu kepadamu, izinkan aku menyuapimu. Kita makan berdua." Pangeran tersenyum kepada Masyayel dan gadis itu pun membalas senyuman itu.
"Kamu kemang nampak sayu dan tak segar, Sayang. Kamu memang sedang sakit. Wajahmu sangat pucat dan berkeringat dingin. Apakah Elliot sudah tahu keadaanmu? Kamu bisa meminta ramuan dan obat untuk memperbaiki staminamu." Pangeran Shem mengambil nampan yang berisi makanan dan mulai menyuapkan kepada Masyayel.
"Aku belum bilang kepadanya. Aku belum bangun dari tadi Sayang," jawabku.
"Kenapa wajahmu tak secantik biasanya. Seperti memikul beban dan terdapat kesedihan yang mendalam terpancar dari matamu. Ada apa Sayang?" bujuk Pangeran Shem.
"Ah ... Tidak! Aku ... Aku, hanya tiba-tiba beberapa hari ini teringat keluargaku. Aku sangat merindukan mereka, tapi mereka sudah jauh dan berbeda alam denganku. Selamanya aku tak dapat lagi bertemu mereka." Masyayel mencoba mengalihkan topik pembicaraan dan otomatis pula air matanya mengalir secara deras. Pangeran pun tak tinggal diam. Dia cepat-cepat memeluk gadis yang dicintainya itu.
"Maafkan aku Sayang, mungkin aku terlalu lama meninggalkanmu. Karena itu kamu kesepian dan muncullah pikiran-pikiran yang menyedihkan itu. Aku ada misi peperangan kemarin. Memang menyita waktu yang cukup panjang belum juga selesai. Akhirnya lima hari baru bisa selesai." Pangeran menjelaskan alasannya pergi se-lama itu.