Rani masih nampak syok dengan hadirnya Wati yang tiba-tiba ketika dirinya sedang asyik bersolek, dirinya masih mengingat peristiwa semalam bersama Teddy suami dari Wati.
"Kamu hebat mas bisa 3 ronde."
"Suami kamu emang gak bisa?"
"Mas Wahyu palingan kuat satu ronde, mana badannya bau pula."
Rani memuji Teddy sembari menyandarkan kepalanya pada dada Teddy yang penuh akan bulu.
"Kan ketek aku juga bau Ran, coba kamu cium?"
Tanpa ragu Rani mencium ketek Teddy yang bisa dibilang bau asem gak jauh beda sama Wahyu.
"Tapi kamu beda mas, bau juga kalau banyak yang merahnya gak ngaruh."
"Ah kamu ini bisa saja."
Rani menangis mengingat hal itu, dia bingung bagaimana kehidupannya setelah ini. Karena pemilik kontrakan sudah secara terang-terangan mengusirnya, balik lagi sama Wahyu serasa gengsi buatnya. Belum lagi Wahyu masih tidak berdaya dan dibantu orang lain untuk hidup.
"Kemana aku?"
----
Sudah seperti biasa Yani menyiapkan makanan untuk Wahyu yang kelaparan, nasi goreng bawang tanpa telur dia bawa untuknya.
"Dek Yani? Sini masuk!"
Yani pun masuk dan hidungnya mencium aroma tidak sedap dari luka kaki Wahyu yang belum diganti perban.
"Mas, lukanya sudah bau. Harus ganti perban kayanya."
"Iya dik, tapi mas lapar. Perut mas udah keroncongan."
"Bentar ya mas."
Yani memberikan satu piring nasi goreng kepada Wahyu, dia sudah tidak ingin mengabulkan apa yang diminta olehnya.
Tiba-tiba Yani mual dan membuat Wahyu agak curiga, yani bergegas ke kamar mandi dan muntah walaupun sedikit. Kemudian dia kembali lagi ke kamar Wahyu yang sudah menyantap makanan yang dihidangkan.
"Kamu kenapa dik Yani?"
"Gak apa-apa mas."
"Kok mual-mual kaya orang hamil."
"Bukan, Yani mual karena bau badan mas Wahyu yang menyengat. Bentar lagi mandi ya."
Tentu saja Wahyu bahagia karena saat mandi inilah dia bisa menggauli istri tetangga tersebut.
"I..iya.." Wahyu begitu antusias dan memakan nasi goreng buatan Yani dalam waktu singkat.
Yani membawa piring yang sudah kosong, kemudian dia ditemani oleh Bagas yang memang sudah berjanji kalau Wahyu akan mandi, dia yang akan membantunya.
"Mas Wahyu?"
"Iya dik Yani."
Kecewa rasanya saat Yani datang ditemani oleh Bagas.
"Kok sama pak Bagas?"
"Kenapa mas?" Tanya Bagas.
"Mas Wahyu tolong kasihan sama saya, badan Wahyu itu gede. Mana sanggup saya bopong mas Wahyu ke kamar mandi, kan kalau dibantu pak Bagas bisa cepat." Imbuh Yani.
"Ya udah iya." Jawab Wahyu dengan wajah kesal.
"Yani tunggu disini ya sambil siapakah pakaian mas Wahyu."
Tidak ada jawaban dari Wahyu karena dia masih kecewa, tapi berbeda dengan Bagas yang sangat bahagia saat akan memandikan Wahyu.
"Pak Bagas tunggu diluar saja ya pas nanti saya mandi."
"Lho kenapa?"
Bagas begitu menikmati aroma yang keluar dari ketiak Wahyu, aneh sekali rasanya saat dia membopong tubuh Wahyu ada rasa kebangkitan pada penisnya.
"Kenapa ini?" Batin Bagas.
"Ya gak enak aja pak, masa bapak ikutan masuk."
"Lho waktu itu kan Yani juga ikutan masuk?"
"Ya beda pak?"
"Beda kenapa? Apa karena bapak laki juga?"
Panik rasanya saat Wahyu mengetahui kalau Bagas tahu perbuatan kepada Yani.
"Bukan, kan dulu kaki saya masih sakit sekali. Kalau sekarang sudah agak baikan pak."
"Ah kamu ini ada-ada saja, lagian bapak juga gak bakalan ngapa-ngapain kamu."
"Iya pak."
Saat masuk ke kamar mandi Wahyu celingukan melihat kondisi sekitar, dia tidak mau kalau diketahui mandi masuk ke kamar mandi bersama lelaki lain.
Aroma jantan langsung tercium tak kalau Wahyu membuka bajunya, Bagas menelan ludah karena tidak tahan juga melihat pemandangan yang erotis dari Wahyu.
"Kamu bisa buka celananya?"
"Agak sulit pak."
Bagas kemudian dengan perlahan membuka celana pendek yang dipakai oleh Wahyu.
"Ahh.."
Wahyu mengerang kesakitan karena secara tidak sengaja menyentuh bagian kaki Wahyu yang patah.
"Maaf."
"Pelan-pelan pak."
Aroma pesing begitu menyengat tercium dari area kejantanan milik Wahyu, Bagas yang hidungnya tepat pada area tersebut begitu terangsang dan dia pun menyadari kalau penisnya bangkit sempurna dibalik celana katun yang dia pakai.
Bagas menelan ludah saat kini Wahyu telanjang bulat dengan penis yang tertidur, saat memandikan Wahyu beberapa kali dia menyentuh penisnya dan membuat lambat laun berdiri tegak.
"Lho kok bangun?"
"Ya bapak dari tadi ke pegang terus."
"Maaf ya, pasti kalau gak ada mbak Rani, mas Wahyu gak bisa pengeluaran ya?"
"Ah pak Bagas bisa saja."
Hampir sepuluh menit Wahyu dimandikan oleh Bagas, dengan dibopong oleh Bagas Wahyu masuk ke kamarnya.
"Rani?"
Terlihat Yani kini bersama Rani, kaget bukan hanya dialami oleh Wahyu tapi Bagas pun sama.
"Mas Wahyu?"
----
Malam yang dingin dirasakan oleh semua penghuni kontrakan, Yani sedang asyik berteleponan dengan Iwan yang masih ada di rumah orangtuanya.
"Kamu lagi apa mas?"
"Lagi rebahan saja, kayanya mas gak bakalan lama disini juga. Mungkin lusa mas pulang, gak tahan mas kerja ginian."
"Haha... Iya dong mas Iwan Suratmadja, kamu itu gak cocok kerja gituan, kamu itu harus pake kemeja terus wangi."
"Nyindir nih ceritanya."
"Bukan mas, tapi aku kangen kamu."
"Sabar ya, mas istirahat dulu ya dek."
"Ya udah."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumusallam."
Iwan sedari tadi menelpon tidak menyadari kalau Nita ada didepan pintu kamarnya.
"Asyiknya yang telponan."
"Eh Nit, sini masuk."
"Iya mas."
"Ada apa?"
"Katanya masu dipijit."
"Emang bisa mijit?"
"Elah, nantangin. Buka bajunya!"
Iwan membuka baju dan langsung tengkurap, Nita menelan ludah karena tidak percaya kalau Iwan bisa semudah itu menuruti kata-katanya. Padahal dia tahu kalau Iwan bukan karakter lelaki yang dengan gampang untuk ditaklukkan.
Rabaan tangan Nita begitu lembut saat menyentuh punggung Iwan, keringat dingin dialami oleh Nita karena kini birahinya begitu bergejolak. Hingga beberapa kali Nita menyelipkan tangannya pada ketiak Iwan, pada saat itu juga Iwan menyadari kalau Nita melakukan itu.
"Ketek mas Iwan bau lho, gak bau deodoran."
"Iya mas ih, tangan Nita jadi basah gini."
"Suruh siapa pegang ketek mas."
Saya sedang asyik memijit tiba-tiba tercium aroma parfum dari luar kamarnya.
"Nita, Iwan, ibu sama bapak mau ke rumah pak Toyo yang meninggal, mungkin besok pagi baru pulang. Kalian gak apa-apa kan ditinggalkan?"
"Waduh Bu kaya anak kecil aja haha..." Jawab Iwan.
Usai orang tua mereka pergi Nita terasa bebas, tanpa diketahui Iwan kini dia membuka kerudung yang selalu dia pakai. Tanpa sadari Iwan juga kini Nita hanya memakai celana super pendek dan hanya memakai tank top saja.
"Nit, kok terasa beda ya?"
"Beda gimana mas?"
"Kok paha kamu kaya langsung nempel di paha mas!"
"Masa sih mas?"
Iwan yang penasaran lantas membalikkan badannya dan dia terperangah saat melihat Nita bisa dibilang hampir telanjang saja, Iwan kerutkan keningnya dan tentu saja dia nampak heran dengan apa yang Nita lakukan.