webnovel

How Does it Feel 3

[ KISAH INI TERDAPAT UNSUR KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN. DILARANG KERAS UNTUK DITIRU ]

"Ya udah, daripada ke hotel mendingan kalian mainnya di rumah kosong punya gua. Gratis, ga usah bayar!" ajak Ray. Aku menoleh. Apakah dia akan membawa mereka ke suatu tempat? Di mana?

"Boleh. Bener ya gratis?" tanya salah satu teman Nathan. Ray mengangguk.

"Ya udah, tunjukin!" suruhnya. Aku pun tersenyum senang. Mereka sudah terjebak dengan ucapanku dan Ray.

Kami pun berjalan menuju ke perumahan Beverly Hills. Ku lihat Ray masuk ke dalam salah satu rumah yang ada di pojokan perumahan. Rumah itu tak terlalu besar, tampak kosong dengan beberapa rumput yang memanjang dan dipenuhi tanaman rambat. Namun rumah ini cukup bersih dari debu ataupun layaknya rumah kosong yang ditinggal lama. Aku rasa Ray mendapatkan rumah ini dari salah satu korbannya. Belum lagi masih ada lampu yang menyala, menandakan kalau listriknya masih berfungsi.

Ray mempersilakan mereka untuk masuk. Dia mengambil tiga gelas dan satu botol alkohol untuk disuguhkan kepada mereka. Sebuah ruangan berisi ranjang, sofa dan beberapa furniture tertata rapi pun dimasuki oleh ketiga orang itu. Aku dan Ray menunggu di luar selagi mereka bersenang-senang di dalam sana.

"Gua gak ngerti kenapa lu ajak mereka ke sini," ucapku.

"Lihat aja nanti," katanya. Hm! Sepertinya dia sedang merencanakan sesuatu. Ray melihat jam yang ada di tangannya. Dia pun membuka pintu ruangan di mana mereka sedang bermabuk-mabuk ria. Saat aku ikut masuk, aku terkejut mereka sudah tergeletak di lantai. Dengan penuh kebingungan aku diperintahkan Ray untuk membawa mereka ke sebuah ruangan lainnya yang ada di rumah ini.

Di ruangan yang aku masuki, sudah ada tiga kursi yang berjejer sejajar menghadap ke sebuah kursi satunya yang ada di depan ketiga kursi itu. Kami menduduki mereka di sana dan diikat sekencang mungkin dengan tali.

"Ini tempat buat ngebunuh orang?" tanyaku pada Ray saat kami sudah berhasil mengikat mereka. Ray menoleh.

"Iya. Ini tempat favorite gua buat ngebunuh. Gua sebut rumah ini dengan sebutan House Of Murder atau HOM," jawab Ray dengan bangga. Ah! Pantas saja rumah ini tampak aneh. Sebelum masuk ke sini, aku sudah bisa mencium aroma darah yang sangat samar. Aku sudah curiga kalau rumah ini adalah tempat pembunuhan. Ternyata benar, Ray bilang kalau rumah yang dia sebut House of Murder ini dikhususkan untuk membunuh orang dengan santai dan tak terburu-buru. Ditambah. kawasan di sekitar rumah ini terbilang sepi. Kalaupun para korban berteriak meminta tolong, suara mereka tak akan terdengar ke rumah-rumah berpenghuni lainnya. Belum lagi, ruangan ini kedap suara. Hanya ada lemari besar dan beberapa kursi. Aku rasa hanya ruangan ini yang dijadikan untuk mengeksekusi para korban Ray. Aku juga sempat mencium aroma darah yang sangat menyengat.

"Yo! Lu mau ngebunuh gak?" tawar Ray tiba-tiba. Aku menaikkan sebelah alisku.

"Ngebunuh?" tanyaku pura-pura bingung. Ray mengangguk.

"Aww …." Tiba-tiba wanita yang kami ikat di bangku bersama dengan kedua teman Nathan terbangun dari pingsannya. la pun menatap aku dan Ray yang sedang berdiri tak jauh darinya.

"Ehh apa-apaan nih? Lepasin aku!" pinta wanita jalang itu. Aku pun menatap Ray yang kini juga menatapku.

"Lu duduk di sana gih! Lu lihatin apa yang gua lakukan," suruh Ray. Aku mengangguk dan duduk di kursi yang menghadap ke mereka.

Ray mulai menampar pipi kedua teman Nathan agar sadar dari pingsannya. Mungkin tamparan yang Ray beri cukup keras membuat kedua teman Nathan membuka matanya dan langsung memberontak meminta tolong. Mereka memasang wajah emosi.

"Tunggu Ray! Gua ada kata-kata terakhir buat mereka bertiga," kataku. Ray mengangguk. Tanpa bangkit dari duduk, aku menatap kedua teman Nathan. Mereka sama bajingnya seperti Alvin dan Nathan.

"Kalian berdua, gak mau minta maaf sama gua atas apa yang udah kalian lakuin sama gua?" tanyaku. Kedua lelaki itu tak menjawab, mereka malah terus meronta-ronta ingin melepaskan diri.

"Oke. Gue juga gak peduli kalian mau minta maaf tau enggak, tapi gue bakalan kasih tau kalian sesuatu. Masih inget anak pemilik sekolahan itu? Siapa namanya? Al … Alvin. Nah iya. Kalian tau kalau Alvin mati karena .…" Aku menggantung ucapanku. Kedua teman Nathan yang bergerak-gerak tak jelas akhirnya terdiam saat ku ucapkan kalimat tersebut. Aku pun menyuruh Ray untuk membuka kedua lakban yang ada di mulut kedua lelaki sialan itu.

"Lu apain Alvin, hah?" geram salah satu dari mereka. Aku terkekeh pelan lalu bangkit dari dudukku dan menghampiri mereka.

"JAWAB BRENGSEK!" teriak David dengan keras.

"Kalian pengen tau Alvin kenapa mati?" tanyaku masih mencoba memancing emosi mereka.

"Karena .…" Ucapanku sengaja ku gantung. Mungkin Ray dan wanita di samping David menunggu jawabanku.

"KARENA APA, ANJING?" teriak Lee emosi.

BUG!

"Bisa diem dulu gak?" tanyaku tenang sambil menonjok wajah Lee sekeras mungkin hingga ada darah di sudut bibirnya. Hh ... Aku tak peduli!

"Karena ... GUA YANG UDAH NGEBUNUH ANAK BRENGSEK ITU. SAMA BRENGSEKNYA KAYAK KALIAN, BASTARD!" teriakku membuat gema ruangan ini. Semua orang di sana menganga tak percaya. Termasuk Ray, adikku yang katanya ganteng itu cukup kaget dengan pengakuanku barusan. Aku menatap mereka tajam lalu menyeringai.

"Asal kalian tau, Alvin dan lu semua gak ada artinya di dunia ini. Kalian hanya bisa membully gua, menghina gua dan gak punya hati. Apalagi teman lu yang anak pemilik sekolahan itu. Dia sok berkuasa, sama kayak Nathan. Teman lu itu," ungkapku dengan kesal. Aku menghela nafas beratku. Aku melirik Ray sedikit, rupanya ia masih shock dengan apa yang ku ucapkan tadi. Buktinya, ia malah terdiam.

"Keparat!" erang Lee. Aku mendesis.

"Sekeparat apa sih gua dibanding Alvin? Hh? Bos pertama lu itu," tanyaku pelan mungkin bisa dibilang berbisik di hadapan Lee dan David.

"Oh iya, kalian tau Rio Vicious? Kalau belum tau gua yang bakalan kasih tau kalian. Rio Vicious adalah seorang pembunuh. Dia sekarang ada di sekitar Los Angeles, lebih tepatnya Beverly Hills," bisikku lagi. Kedua teman Nathan diam tak menjawab. Lalu aku menundukkan badanku menyamai mereka dan mendekatkan kepala Lee serta David. Ya, aku membungkukkan wajahku di antara kepala David dan Lee. Aku mendekatkan bibirku di antara telinga mereka.

"Gua adalah Rio Vicious."

BUG!

Setelah berhasil mengucapkan kalian itu dengan sangat pelan, aku membenturkan kepala David dan Lee. Mereka berteriak kesakitan. "Tutup mulut mereka!" perintahku. Ku lihat Ray terdiam.

"Tutup mulut mereka, Ray!" tegasku membuat Ray mengangguk sedikit takut.

"BAJINGAN LU RIO!"

"PEMBUNUH GILA!"

"MMBBFFTT .…"

Kedua lelaki sialan itu sudah dibekap kembali dengan lakban. Mereka mengatakan kalimat tersebut sebelum dibekap dan membuat aku tertawa pelan. Lalu setelah itu Ray menatapku.

"What? Kenapa lu diam Ray? Lanjutkan! Terserah lu mau apakan mereka. Gua cuma mau nonton," kataku dan kembali duduk di bangku yang ada di depan ketiga manusia itu. Ray mengangguk.

Ku lihat Ray mengelilingi ketiga manusia di hadapanku. Lalu ia berhenti di belakang wanita jalang itu dan memegang kepalanya.

KREK!

Ku dengar sebuah suara patahan dari leher wanita jalang itu. Ray mematahkan leher korbannya dengan sekali putaran. Dia memutar-mutarkan leher wanita itu hingga benar-benar putus. Urat-urat dan darah sudah terlihat. Tak lama wanita itu mati seketika.

Ku lihat Ray mengambil pisau miliknya yang ada di balik celananya dan langsung menikam dada wanita itu berkali-kali. Darah segar dan kental mulai mengucur ke mana-mana. Kedua teman Nathan menangis dan meronta-renta. Mungkin mereka takut jika senasib dengan wanita jalang itu.

Ray mulai merobek dada wanita itu hingga organ-organ di dalam tubuhnya sedikit keluar dari tempatnya. Ray mengambil beberapa organ kemudian menaruhnya di paha Lee dan David. Mereka semakin meronta-ronta dan ketakutan. Ahaha rasakan itu!!!

Kini giliran David yang akan menjadi korban. Ray menghampiri lelaki itu. Tampaknya David sangat ketakutan sampai-sampai dia menangis dan memohon ampun.

Bersambung …

下一章