Sekitar satu minggu telah berlalu sejak Reiss menerima usulan dari Cien untuk memburu Inferno Bear.
Dalam seminggu ini, Reiss masih belum berhasil memburu monster beruang tersebut. Setiap hari setelah sarapan dia akan pergi berkeliling sekitar dua kilometer dari toko. Dia tidak mau pergi terlalu jauh sehingga membuatnya kehilangan arah dan tidak bisa kembali.
Oleh karenanya, Reiss hanya mampu menunggu mangsanya datang. Satu minggu berlalu, batang hidung beruang hitam belum juga kelihatan.
Namun untungnya, walaupun tidak mendapatkan buruan utamanya. Dalam seminggu itu, Reiss berhasil memburu dua monster rank 5. Satu monster berbentuk seperti rusa dengan tanduk yang besar nan berbahaya. Satu monster lainnya adalah seekor kadal dengan warna hijau dan ungu yang dapat menyemburkan racun dari mulut berlidah birunya.
Kedua monster buruannya itu Reiss serahkan ke Cien. Sebagai bayaran untuk nanti ditukar dengan Fire Glove, setelah dia berhasil memburu delapan monster lainnya.
Seminggu berada di Death Valley bersama Cien, membuat Reiss mulai belajar mempertahankan diri. Berbeda dari sebelumnya saat dia berjalan tanpa arah, sendiri dan panik. Kini dengan banyak tips dari Cien, Reiss dapat lebih tenang dalam melakukan pekerjaannya.
Reiss bahkan berpikir kalau hidup di Death Valley, tidak seburuk yang diperkirakannya. Setidaknya itu yang dipikirkannya sampai pada hari kelima dia tinggal di gua.
Malam hari di hari kelima, Reiss melihat seekor ular raksasa dengan kepala sebesar tinggi manusia datang menyerang. Yang tidak disangka, ternyata daerah sekitar toko telah dilindungi oleh sebuah lapisan pelindung. Membuat ular besar itu tidak dapat masuk.
Mendengar adanya keributan. Sang pemilik toko keluar dengan sebuah busur panah di tangannya. Dia hanya melirik sebentar tamu yang mengganggu jam tidurnya sebelum akhirnya melesatkan anak panah yang membara.
Anak panah itu bagai burung api yang membakar semua yang ada di jalurnya, lalu masuk ke dalam mulut si ular, dan memasak ular tersebut dari dalam.
Monster ular raksasa itu pun tewas hanya dengan satu serangan dari sang pemilik toko.
Reiss yang melihat itu hanya bisa tertegun tidak percaya. Dari hawa yang diberikan ular tersebut, dia tahu kalau monster itu berada di atasnya. Dan monster sekuat itu tidak bisa menghadapi satu serangan dari si pemilik toko.
Kekuatan pemilik toko sangat misterius bagi Reiss. Hawa yang diberikan pemilik toko termasuk lemah. Namun, sejak awal dia bertemu dengannya, dia merasa kalau lelaki berambut putih itu dapat membunuhnya kapan saja dia mau.
Melihat kejadian malam itu, semakin meneguhkan pendirian Reiss untuk tidak macam-macam dengan Cien.
Untuk ular raksasa itu sendiri, pemilik toko menyebutnya Flower Blood Boa, seekor monster rank 6 kelas atas. Yup, Reiss yang mendengar itu hanya bisa tertawa kering. Mustahil baginya bisa menghadapi monster tersebut.
Reiss sebenarnya masih banyak pertanyaan, seperti panah yang digunakan oleh Cien. Karena jelas saat pemilik toko melesatkan anak panahnya, Reiss sama sekali tidak merasakan fluktuasi mana di sekitar Cien. Hal ini biasanya menandakan kalau Cien tidak menggunakan sihirnya sendiri, melainkan skill yang ada dalam panah.
'Benda magis lainnya.'
Itulah simpulan yang membuat Reiss semakin takjub. Bukan saja Fire Glove, tetapi Cien ternyata dapat membuat benda magis lainnya. Berapa banyak benda magis yang dapat dibuatnya? Reiss sangat penasaran, namun ia tidak berani menanyakannya. Takut kalau dia akan dibungkam nantinya.
Pada saat itulah Reiss sadar kalau hidup mudahnya di Death Valley memang hanya perasaannya saja. Karena hidup mudahnya itu akibat perlindungan dari sang pemilik toko yang membuatnya bisa istirahat dan tidur nyenyak setiap hari.
Hari ini, dua hari telah berlalu sejak serangan Flower Blood Boa ke toko. Malam hari akan tiba, Reiss memutuskan untuk pulang. Dia berjalan kembali ke toko dengan langkah yang lunglai, karena hari ini pun Inferno Bear tidak juga ditemukannya.
Monster rank 5 lain pun tidak ada. Ada beberapa rank 6 dan 7, namun Reiss tidak berani untuk memburunya. Dia hanya sembunyi di dalam tanah sampai monster itu pergi. Hasil hari ini hanyalah beberapa tanaman liar dan satu ekor monster kelinci rank 3 untuk dijadikan makan malamnya nanti.
Oh, ngomong-ngomong, Reiss saat ini tidak memakai baju zirah dari kerajaannya. Kenapa? Karena baju zirah dan seluruh uangnya sudah Reiss tukar dengan makanan dan selimut dari Toko Kirana.
Untuk tiga hari pertama, Reiss belum dapat mencari makan sendiri, sehingga membeli adalah hal yang hanya bisa dilakukannya. Dalam tiga hari itu pula, dia diajarkan dasar-dasar memburu, bersembunyi dan belajar beberapa jenis tanaman dan racun dari Cien.
Setelah tiga hari, Reiss dapat mengurus dirinya sendiri. Oleh karenanya, Reiss merasa bisa lebih lama tinggal di Death Valley, dan mulai berencana untuk mendapatkan Fire Glove.
Di lain pihak, Cien yang sudah tidak perlu memikirkan untuk berburu. Setiap harinya menyibukkan diri di workhouse dan penempaan besi. Dia berhasil membuat anak panah magis dari inti mana. Dan telah dicobanya untuk memburu Flower Blood Boa. Kekuatan dari panah tersebut memuaskan dirinya.
Setelah membuat anak panah. Cien mulai mengerjakan proyek lainnya, yaitu membuat sebuah tombak dan pedang.
Cien mendapatkan beberapa material baru dalam seminggu terakhir. Material itu berasal dari monster Blackwood Stag, Blue Tongue Lizard dan tentu saja, baju zirah Reiss.
Hal pertama yang dibuat Cien adalah tombak. Untuk pisau tombaknya, Cien menggabungkan sebagian kecil besi dari baju zirah dan tulang belakang Blue Tongue Lizard. Selama seharian penuh dia menempa ujung tombak sebelum akhirnya berhasil.
Untuk batang tongkatnya, Cien memakai kayu dari pohon Hellteak, pohon yang sering terlihat di Death Valley. Cien baru tahu nama pohon itu dari ponselnya, dan dia pun baru menyadari kalau Hellteak adalah salah satu material langka. Karena pohon ini adalah pohon jati yang telah menghisap miasma dari Hela selama ratusan tahun.
Hal ini membuat kayu tersebut sangat kuat, bahkan bisa menahan serangan pedang tajam sekalipun. Cien beruntung dapat memotong dan mengolahnya karena adanya berbagai alat yang disediakan oleh toko.
Cien jadi teringat masa lalunya sewaktu membangun gubuk. Karena tidak mampu menebang pohon besar, dia hanya bisa mencari pohon-pohon kecil untuk membangung gubuk reyotnya. Cien merasa melankoli, berandai-andai waktu itu dia telah memiliki gergaji dan perkakas lain yang ada di workhouse. Hidupnya pasti akan jauh lebih mudah.
Setelah batang tombak selesai, Cien menyatukan batang tombak dan ujung tombaknya. Kemudian setelah dia merasakan kalau kekuatan dan keseimbangan tombak itu telah sempurna. Dia merendam tombak itu ke dalam air yang telah dicampur dengan racun dan darah Blue Tongue Lizard.
Cien merebus tongkat tersebut dalam api kecil selama tiga hari tiga malam. Cien merebus tongkat tersebut di atas tungku pembakaran yang dibuatnya di halaman belakang toko. Untuk pancinya sendiri, dia memakai kayu dari Hellteak.
Kayu tersebut tahan api biasa. Bisa dilihat ketika Cien mencoba membakarnya dengan Fire Glove. Hanya dengan api yang telah diimbuhi mana sekuat rank 4 barulah kayu tersebut bisa terbakar. Jadi untuk pekerjaannya saat ini, Cien rasa cukup memakai kayu itu saja.
Sejujurnya Cien tidak yakin dengan tahap terakhir, karena ini pertama kalinya dia merasa membuat tombak seperti membuat suatu masakan. Namun, dia hanya bisa menuruti langkah yang ada pada resep.
Selama tiga hari, Cien mengawasi nyala api sembari mengerjakan proyek lainnya. Yakni sebuah pedang.
Sebagai seorang lelaki, senjata yang pasti ingin dimiliki adalah pedang. Walau Cien tidak mau menggunakannya, karena dia tidak mau bertarung dalam jarak dekat. Dia tetap mau membuatnya. Dan sebagai pedang pertama, tentu saja Cien akan membuat jenis pedang idaman para pria. Greatsword.
Untuk material yang akan digunakannya, Cien memakai sisa besi dari baju zirah, tanduk dari Blackwood Stag, sisa batu dari pundak Inferno Bear, dan terakhir adalah tulang belakang dari Inferno Bear.
Selama tiga hari dia menempa dan mengawasi perkembangan tombak. Cien belum juga berhasil menempa material untuk pedangnya. Tingkat leleh setiap bahan berbeda-beda, membuatnya harus membuat bara api sepanas yang dia bisa dan memikirkan timing penempaan yang tepat.
Kalau tidak gagal, Cien akan terhenti karena kelelahan dan harus mengulang kembali. Untuk kali ini, akhirnya dia merasakan sesuatu rintangan yang hampir membuatnya menyerah. Namun, setelah tiga hari, dan ketika dia melihat tombak kreasinya.
Motivasi dalam diri Cien kembali.
Tombak yang dibuatnya bernama, Bluminous, sebuah tombak dengan warna cokelat kebiruan yang terlihat pucat, dengan ujung tombak yang berwarna biru muda. Bila dialiri mana, ujung tombak itu akan menyala dan memberikan racun mematikan bila melukai lawan.
Tombak ini sangat bagus namun bukanlah benda magis. Karena tidak ada inti mana. Untuk mengeluarkan kemampuan tombak, pemakai harus menggunakan mananya sendiri.
Oleh karena itu, Cien tidak dapat menggunakan Bluminous. Walaupun dia mempuanyai skill Senjataku Kekuatanku, hal ini tetap tidak merubah kalau Cien hanyalah orang dengan kemampuan rank 2.
Dia tidak punya cukup mana untuk menggunakan tombak itu dengan efektif. Mungkin dia bisa menyerang sekali menggunakan kekuatan penuh Bluminous, tapi setelah itu dia akan kehabisan mana dan tumbang tidak berdaya.
Sangat disayangkan. Cien hanya bisa menghela napas, dan menyimpan Bluminous di tokonya. Dia berharap kalau akan ada pelanggan yang meliriknya, walaupun dia tidak yakin akan bertemu dengan pelanggan selain Reiss dalam waktu dekat.
'Mungkin kau akan menjadi pajangan selama beberapa tahun ke depan.'
Ucap Cien dalam hatinya, memandangi Bluminous yang berdiri di salah satu rak senjata di tokonya. Dia memandangi Bluminous dengan tatapan hangat, seperti seorang ayah kepada anaknya sendiri.
Pada saat inilah, tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan suatu pemberitahuan.
Ding!
Cien dengan santai membuka ponsel. Melihat terdapat pesan baru di aplikasi. Cien buka dan membaca pesan tersebut.
[Event!]
"Huh? Event?"