webnovel

9. Tatapan pertama

Setelah pelajaran terkahir selesai. Kanova segera bergegas menuju toilet. Mengganti pakaiannya dan kemudian berjalan menuju basecamp Phoenix.

Sampai di sana, ia langsung mendapati Zidan dan anak-anak lainnya yang sudah berkumpul.

Mereka yang melihat kedatangan Kanova, tersenyum seraya menyapa. Sedangkan Kanova malah jalan lurus menuju kursi kayu panjang di depannya untuk menaruh tas.

"Ke lapangan!" Perintah Kanova yang langsung mendapat respon dari semua anak-anak. Mereka semua bergegas menuju lapangan lalu dengan segera melakukan pemanasan.

Setelah mengelilingi lapangan 10 kali putaran. Mereka membagi anggotanya menjadi dua kelompok. Namun mereka beristirahat sejenak sebelum akhirnya bertanding.

Kanova meneguk segelas botol sembari duduk di lapangan. Anak-anak yang lain pun juga melakukan hal yang sama.

Sedangkan di sisi lain. Seorang gadis tengah berdiri di depan kelas sembari mengawasi pemuda yang tengah minum itu dari sisi lapangan. Jaraknya yang cukup jauh, membuat mata gadis itu menyipit untuk melihat pemuda tersebut.

Dia pikir, ke rumah sakit bersama Kanova adalah sebuah pilihan yang bagus. Tapi, saat melihat Kanova yang tengah berlatih basket. Membuat dirinya mengundurkan niat awalnya untuk ke rumah sakit bersama.

Lagi pula, dia juga ragu untuk mendekati Kanova. Apalagi ada banyak pemuda yang juga ikut berlatih. Membuat Evelyn semakin enggan untuk mendekat.

Evelyn menghela nafas, ia kemudian berjalan di koridor sekolah sendirian.

"Tahu gini, tadi gue nebeng Rania aja." Ujar nya seraya berjalan menunduk.

Tapi, tiba-tiba saja sebuah tangan kekar menghalangi jalannya. Evelyn yang melihatnya pun seketika memekik kencang. Membuat seluruh anggota Phoenix menatap dirinya.

Evelyn sontak berjalan ke kanan untuk menghindari tangan tersebut. Tapi pemuda itu juga ikut berjalan. Membuat bahu Evelyn menyentuh dinding kelas dan membuat nya menghadap pada si pemuda itu yang ternyata adalah Kanova.

Kini, Kanova dan Evelyn saling berhadapan. Netra mereka bertabrakan, membuat mereka saling terdiam. Kanova memandang Evelyn dalam diam, atapan matanya kini beralih pada bibir ranum Evelyn yang mengatup rapat. Lalu berpindah pada hidung mancung miliknya, bulu mata yang lentik, kemudian kembali menatap mata Evelyn lagi.

Dalam hidupnya, Kanova belum pernah melihat wajah seorang gadis sampai sedekat ini. Benar-benar membuat dirinya kagum.

"Ka!" Teriakan seseorang dari arah lapangan membuat sesi tatapan tersebut selesai. Kanova menarik kembali tangannya, dan Evelyn pun berbalik ke samping. Mencoba menghindari kontak lensa dengan Kanova.

Kanova melihat Zidan yang berteriak sembari memberikan kode untuknya agar segera kembali ke lapangan.

Kanova mengangguk, lalu memberi isyarat pada Zidan dan lainnya untuk berlatih masing-masing dulu.

Zidan dan anak-anak lainnya mengangguk, lalu kembali pada aktivitas masing-masing.

Kanova kembali menatap Evelyn di depannya.

"Nunggu gue latihan. Gpp?" Ujar Kanova dengan nada pelan pada Evelyn.

Evelyn membeku di depan Kanova. Ia masih merasa canggung dengan kejadian tatap-tatapan yang baru saja terjadi.

"Ev. Nanti kita ke rumah sakit bareng." Setelah berkata itu. Kanova berjalan menjauh, berlari menuju lapangan dan langsung ikut bergabung dengan anak-anak Phoenix lainnya untuk latihan.

Evelyn yang masih terdiam pun, kini mulai berjalan untuk mencari tempat duduk.

Ia melihat ke lapangan, dan fokus pada Kanova yang sedang mendribble bola dengan sangat terampil. Kakinya melangkah panjang, membuat anak-anak lainnya sedikit tertinggal. Lalu, tangan kekarnya melempar bola dengan sangat baik, membuat bola tersebut masuk ke dalam ring dengan tepat.

Jujur. Aksinya ini membuat Evelyn sedikit terhibur. Ia sampai lupa dengan kejadian yang berhasil membuat dirinya canggung dan merasa tidak nyaman.

Matanya terus memandangi Kanova yang ternyata sangat lihai dalam bermain bola basket. Pantas saja ia masuk dalam anak emasnya sekolah. Ternyata selain pintar dalam akademik, Kanova juga pintar dalam bidang olahraga.

Evelyn tahu karena Aris sering bercerita tentang circle mereka pada dirinya. Kadang, dia juga bercerita tentang Kanova dan Zellio.

Kanova adalah anak sebelas MIPA 1, sama seperti Aris, Zellio, Zidan, Rafli serta Arka. Sedangkan Evelyn anak sebelas MIPA 3, sama seperti Arash, anak Phoenix juga.

Menurut Aris, Kanova adalah pribadi yang dingin tapi baik. Tegas tapi ramah. Tidak banyak tingkah, dan tidak banyak bicara. Semuanya langsung ia lakukan tanpa adanya basa-basi. Pantas saja dia menjadi ketua kelas. Selain itu, Kanova juga lihai dalam bela diri.

Dipertengahan pertandingan, tiba-tiba muncul Zellio dengan kostum basket sekolahnya. Ia segera melakukan pemanasan dan setelah itu ikut bergabung dengan yang lainnya juga.

Melihat Zellio, Evelyn jadi ingat dengan hari kemarin. Dimana dia mengantarkan pembalut yang tertukar dengan roti miliknya.

Ah. Rasanya lucu sekali melihat raut Zellio yang datar itu. Yang tanpa sadar membuat Evelyn melengkungkan bibirnya ke atas.

Sama seperti Kanova. Zellio pun lihai dalam memainkan bola.

Kini, Zellio dan Kanova berada di pihak yang berbeda. Membuat suasana latihan menjadi sangat sengit.

Mereka berdua sama-sama memperlihatkan kemampuan dan skill nya yang sangat apik. Sampai-sampai membuat pertandingan itu layaknya milik mereka.

Namun, tak berapa lama waktu latihanpun telah habis. Mereka segera mendudukkan tubuhnya di atas lapangan. Meraih botol minumnya masing-masing, lalu meneguknya sampai habis.

Zellio yang duduk di dekat Kanova pun bertanya, "Evelyn lagi ngapain?"

"Nunggu lo!" balas Kanova seraya meneguk air minumnya.

"Gue?"

Kanova mengangguk. Ia lalu menaruh botol minumnya di samping, kemudian menatap Zellio.

"Sekarang Aris udah dibolehin pulang. Dia pulang sekitar abis magrib. Lo pasti ikut kan?"

Zellio terdiam, lalu, "Pasti ikut lah. Cuma mungkin agak telat aja. Soalnya mau anterin nyokap cek up dulu."

Kanova mengangguk mendengar nya.

"Udah sore. Gue kudu balik Ka!" Ujar Zellio.

"Elah kek ga biasanya aja sih anjir." Balas Kanova.

Tak lama, Kanova memberi kode pada anak-anak untuk segera berkumpul.

Mereka pun berkumpul.

Evelyn yang melihat itu, tetap terdiam di kursinya. Ia melihat jam di layar ponselnya yang sudah menunjukkan pukul lima sore.

Ia berdecak karena seharusnya ia sudah menuju rumah sekitar satu jam yang lalu. Tapi karena menunggu Kanova berlatih, jadi dia terlambat. Padahal Aris bilang bahwa dia akan pulang sore ini.

Evelyn pun berinisiatif untuk memainkan ponselnya. Tapi, baru saja ia akan menonton drakor. Tiba-tiba saja Kanova sudah berdiri di depannya.

"Lo mau gue tinggal?" Tanya Kanova dengan suara datar. Matanya menatap tajam pada Evelyn. Lalu setelahnya, Kanova berjalan menuju parkiran sekolah.

Evelyn pun sedikit terkejut dengan kehadiran Kanova yang tiba-tiba. Ia langsung saja memasukkan ponselnya ke dalam saku rok, berdiri, lalu berlari mengejar Kanova yang sudah hilang ditengah lorong.

Sampai di parkiran, Evelyn kehilangan Kanova. Ia mencari-cari dengan matanya, melihat ke sisi kanan-kiri, bolak-balik, namun sia-sia, dia tidak menemukan Kanova.

Karena dia tidak menemukan Kanova, akhirnya dia memutuskan untuk berjalan menuju gerbang. Barangkali ia bisa menemukan nya.

Tapi saat sudah sampai di gerbang. Ternyata hasilnya nihil.

Dengan rasa kesal bercampur lelah, ia mendudukkan tubuhnya di bangku halte sekolah. Menatap kanan dan kiri jalan yang cukup sepi.

Evelyn pun menghela napas.

PIMPIM!!!

Suara klakson motor berhasil mengejutkan Evelyn. Seketika ia mendapati Kanova yang sudah di depannya.

"Ayok naik!" Ujar Kanova santai.

Evelyn malah terdiam seraya menahan kesal.

"Lo tuh abis kemana sih. Gue tungg-

"Gue tinggal nih!" Potong Kanova seraya melajukan motornya.

Sontak Evelyn mendelik dan segera berdiri, menatap Kanova seraya berteriak, "KANOVA!!!"

Seketika Kanova berhenti setelah melajukan motornya beberapa meter, menoleh ke belakang.

"Makanya buruan!" Pekik nya membuat Evelyn segera berlari menuju Kanova.

Di dalam helm full face itu, ada ekspresi yang jarang sekali Kanova tunjukkan.

Senyuman tipis tapi manis itu, tercetak indah di bibir Kanova yang biasanya terkatup rapat dan dingin serta datar. Namun kali ini, senyum itu terlukis indah di bibirnya, hanya karena melihat gadis dengan wajah kesal namun imut yang tengah berlari menuju arahnya.

Sampai di depan Kanova. Evelyn segera naik ke atas jok. Kemudian Kanova menghadap ke depan, menatap jalan, lalu dengan perlahan menancapkan gas meninggalkan area sekolah.

下一章