Sampai kampus aku segera turun dari motor wira dengan berpegangan pada pundak nya.
Motor nya memang cukup tinggi karena ini motor sport. Seperti punya valentino rosie.
"Oke. makasih ya. Daaah," pamit ku cuek sambil berbalik meninggalkan wira yang masih di atas motor nya.
Namun, dia berhasil menangkap tangan ku sehingga membuat ku kembali berbalik menatap nya.
"Kenapa?" tanyaku bingung.
Cup
Dia hanya mengecup kening ku, lalu tersenyum. Sontak wajahku menjadi hangat. Pasti ada rona merah di kedua pipi ku kini.
"Kak!! Kamu ... Ini di kampus lho!!" kataku sambil melotot ke arah nya.
"Emang kenapa kalau di kampus?" tanya nya dengan wajah tanpa dosa.
"Ya jangan cium cium gitu. malu tau. Nggak enak dilihat orang!" kata ku sambil melirik ke samping kanan kiri.
"Hehehe... ya udah, sana masuk kelas Kalau enggak, aku cium lagi. Tapi bukan di kening! Tapi di bibir," kata nya.
Kucubit lengan nya sambil ngeloyor pergi begitu saja.
Sampai kelas memang sudah ramai, karena lima menit lagi kuliah akan mulai.
Aku langsung duduk di tempat biasa, sambil menunggu wira juga. Kini aku membuka buka buku buku yg kemarin sudah kutulis saat bimbingan dengan nya. Tak tahan rasa nya menahan senyum jika mengingat hal kemarin.
Namun sudah lewat lima menit wira tak kunjung masuk.
Tumben, biasa nya dia on time banget.
"Asdos lagi ada tamu, telat 20 menit katanya. Kita suruh ngerjain soal ini dulu," kata Bara yg baru masuk kelas sambil membawa setumpuk kertas soal.
Tamu? Siapa ya? Rasa penasaran pun tidak dapat kubendung.
Duh, kebelet lagi.
"Ta ... Aku ke toilet dulu ya. Kalau asdos dateng, bilangin. Pengen pipis banget," kataku ke Tita yg duduk di belakang ku.
"Beres, Nay. Jangan lama lama tapi," ujar nya.
"Iya."
Aku lalu keluar kelas, lalu memutuskan sedikit berlari ke toilet yg ada di dekat ruang asdos memang. Karena itu toilet yg paling dekat.
Setelah selesai buang air kecil aku keluar dan tanpa sengaja melihat wira sedang di dalam bersama seorang wanita. Mereka terlihat akrab sekali dengan duduk berdampingan. Wira terlihat nyaman dan bahagia ngobrol dengan wanita itu, sambil sesekali wanita itu bergelayut di lengan Wira dengan manja.
Rasanya hati ku nyeri melihat nya.
Siapa wanita itu? apa hubungan nya dengan wira.
Karena tidak tahan, aku kembali ke kelas, sampai kelas aku masih bengong, duduk pun rasa nya tidak nyaman.
Tak lama Wira datang, dia tersenyum saat melihat ku.
Ku abaikan dia, lalu kubereskan buku buku ku di meja dan aku pindah ke belakang.
Wira mengerutkan dahi melihat ku aneh, dengan tatapan tajam dia terus menatap ku yang makin menjauh darinya.
Aku memakai kaca mataku, karena aku memang rabun jauh. Sebenarnya aku paling malas memakai kaca mata, itulah kenapa aku lebih memilih duduk di depan, tapi karena melihat wira tadi bersama wanita itu, aku malas dekat dekat dengan nya.
Wira yg melihatku aneh hanya diam, lalu melanjutkan mengajar seperti biasa.
Setelah beberapa jam terlewati, akhirnya berakhir sudah penderitaan ku merasakan 1 ruangan dengan wira.
Dengan cepat aku membereskan buku bukuku dan langsung memasukan ke dalam tas dan berjalan keluar kelas.
Namun, semua itu sirna, karena wira sepertinya tidak akan melepaskan ku begitu saja.
"Nayla, tunggu sebentar!!" panggil nya dengan dingin sambil tetap menatap ku.
Teman teman ku yg masih di kelas bisik bisik, lalu mereka segera keluar karena sepertinya tidak mau mengganggu Wira dan aku.
"Ada apa kak?" tanyaku tanpa melihat nya.
"Kamu kenapa?" tanya nya lembut.
"Nggak apa apa. Cuma ngantuk, mau balik kos," sahut ku cuek.
"Hei! Ada apa sih? Kamu marah sama aku?" tanya nya, lalu dia hendak mendekat.
Ku isyaratkan dia untuk menjauh, karena jika aku dalam jarak 1 meter darinya, dia akan dengan mudah membaca pikiranku. Itu penuturan nya kemarin.
Lalu tiba tiba wanita yg tadi sudah berdiri di depan pintu kelas.
"Wira ... Yuk, jadi nggak?" tanya nya.
Wira melirik padaku, mengetahui dia akan pergi dengan wanita itu, aku memutuskan angkat kaki dari tempat ini.
"Saya pergi dulu kak," pamitku dan bergegas.
Dengan langkah agak cepat aku keluar kelas, namun lagi lagi tanganku dengan cepat diraih Wira kembali.
Aku heran, kenapa dia malah tidak menghiraukan wanita itu, malah terus mengejar ku.
"Tunggu nay! Kamu kenapa sih?" tanyanya lembut namun tegas.
Aku hanya diam sambil melirik wanita di belakang nya. Dia yg sepertinya paham lalu tersenyum.
"Kamu cemburu??" tanyanya
Membuat wajahku kembali merah merona. Aku malu jika dia tau kalau aku cemburu, karena hubunganku dengan dia belum jelas.
"Enggak! Kata siapa!!" kataku ketus.
"Yakin?" tanyanya lagi dengan tatapan menggoda.
"Iya. udh ah, aku mau pulang. Tuh, kak Wira ditunggu mba nya kan," kataku.
Wira masih menahan tangan ku lalu mendekat, dan...
Cup
Dia melumat bibirku lembut.
Beberapa orang yang ada di sana sampai terbelalak melihat wira mencium bibir ku di depan umum seperti ini.
"Aku sayang kamu, Nay. Cuma kamu. Dia bukan siapa siapa. Dia temenku aja. okey? Jangan ngambek dong," katanya sesaat setelah dia mencium ku.
Wajah nya masih dekat sekali dengan wajahku.
Pipiku merona kembali karena perlakuannya. Aku hanya diam tak mampu berkata kata lagi.
Wanita itu mendekat.
"Oh. Jadi ini yg kamu tunggu selama ini, Ra?" tanya nya sambil senyum senyum.
"Iya, Jen. Dia Nayla," kata Wira memperkenalkan ku pada wanita ini.
Kami pun bersalaman, dan Jenifer ini adalah teman wira, yang aku tidak tau teman dari mana. Karena wira tidak mau membahasnya.
"Kamu nggak usah cemburu sama aku, Nay. Aku sama wira cuma temen kok.. Lagian dia cinta mati sama kamu doang," katanya sambil melirik wira yg menunduk malu sambil garuk garuk kepala.
Punya malu juga dia? Batinku.
Wira melirikku tajam.
"Nay..."panggilnya.
Aku hanya senyum.lalu dia mengusap kepalaku lembut.
Jen berdeham melihat kemesraan kami.
"Sorry, kak Jen," kataku sungkan.
"Its oke, Nay. Gpp kok. Aku seneng akhirnya wira bisa ketemu kamu, akhir nya penantian dia gak sia sia," katanya membuatku sedikit bingung.
Maksudnya apa ya?
"Nay!" teriak Rani dari kejauhan.
Kami menoleh ke Rani yg lari tergopoh gopoh.
"Kenapa sih, Ran?"
"Yuk, ikut!" paksa nya langsung menarik tangan ku.
"Eh.. eh... bentar," katalu sambil menoleh ke wira.
Dia hanya senyum lalu mengangguk sekali. Lalu akhirnya aku ikut Rani.
Entah dia mau membawaku ke mana.
"Apa sih, Ran?" tanyaku.
"Tolongin dong. Temenin yuk ke perpus, Nay," pinta nya dengan memelas.
"Mau ngapain?"
"Tas ku ketinggalan."
"Lah ya tinggal diambil, susahnya di mana sih?" tanyaku agak kesal.
"Nay, tadi kan aku ke perpus sendrian, eh lagi asik ngerjain tugas, tau tau ada setan nongol. Saking takutnya aku tinggalin tas ku terus lari keluar," terang nya.
"Duh, Rani ... Kamu salah dengan ngajak aku buat ambil. Udah tau aku kan sama kayak kamu, penakut. Ogah ah. Ninta tolong orang lain aja kenapa!"
"Nggak ada yg mau, Nay. Ini kan hari Jumat.. Pantang buat mahasiswa masuk ke perpus," katanya bikin aku bingung.
"Emang kenapa kalau hari jumat?"
"Ckckck. Kamu nih emang kuper banget yah! Kan kita nggak boleh ke perpus pas jumat. Penunggu nya keluar pas hari ini," jelasnya bikin aku tetap tidak paham.
"Lah terus kenapa kamu ke perpus??udah tau gak boleh ke sana!!"
"Lupa, Nay. Aku lupa ini hari jumat!!" katanya bikin aku kesel.
Namun dia malah langsung menarik ku menuju perpus.
"Kalau kita ambil berdua kan gak terlalu horor banget." katanya saat sudah mendekati perpus.
Sampai lah kami di depan perpus.
Semilir angin berhembus dari dalam. kuamati perpus ini dari luar. Sepi banget. Bahkan petugasnya pun tidak ada. Sebegitu seramnya kah?
Kami lalu masuk ke dalam, dengan langkah yg pelan. kami menyusuri lorong perpus, aku mengikuti rani yg berjalan di depan ku.
Sampai di meja yg ada di dalam, Rani tengak tengok.
"Kenapa? kamu nyari apaan?" tanyaku ikut tolah toleh seperti dia.
"Tas ku mana ya?" tanya nya.
"Jangan bilang kamu lupa naruh, Ran!!gak lucu deh, kita udah masuk sini tapi malah gak ada tas kamu," kataku menahan emosi.
"Bener, Nay. Aku taruh di meja ini. Masa aku sepikun itu sih?"
"Apa udah disimpenin petugas nya kali"
"Enggak mungkin, petugas perpus nya gak ada tadi."
"Duh ... Ada ada aja deh. Ayo cari!"kataku lalu menelusuri tiap meja dan kursi di sini. Namun tetap tidak ada.
Brug..
Ada sebuah buku yg terjatuh dari rak yg paling atas sendiri.
Kok jatuh sendiri?
Pelan aku mendekat.
Bug bug bug bug
Kali ini malah banyak sekali buku berjatuhan ke bawah. Bahkan hampir semuanya. Aku sampai menutup kepalaku dengan kedua tangan.
Saat suara buku jatuh sudah hilang, baru aku berani melihat ke rak buku itu.
Dan kali ini ada sosok wanita, duduk di atas rak buku, dan tak lama rak itu bergoyang dan akan jatuh menimpaku.
Aku menjerit sambil jongkok dan menutup kepalaku dengan kedua tangan lagi.
Namun hening. Lagi lagi aku mencoba melihat apa yg terjadi.
Saat aku mendongak, aku melihat wira sedang menahan rak buku yg besar dan berat itu.
"Kamu gak papa?" tanya nya dengan nafas tertahan.
"Iya.." aku langsung keluar dari rak itu.
Dan..
Bruuughhh!!!
Wira tertimpa rak buku.
"Kak wira!" teriakku panik.
Aku mendekat ke rak itu, melihat bagaimana kondisi wira.
Rak bergerak, dan tak lama berdiri tegak lagi. Wira mendorongnya dengan sekuat tenaga.
Gila ni orang. Kuat banget..
Setelah rak berdiri kembali dia merapikan baju nya yg kotor dan agak kusut.
Aku masih melongo melihatnya.
"Kamu gak papa kan?" tanyanya.
Aku mengangguk pelan masih menatapnya bingung.
"Yuk, keluar." dia lantas menarik tanganku keluar dari perpus.
"Eh, Rani!"
"Dia udah di luar, dia malah yg manggil aku tadi," kata wira datar.
Sampai di luar, Rani menatapku khawatir. "kamu gak papa, Nay?" tanya nya.
"Nggak papa kok.
Tas kamu gimana?" tanyaku.
"Udah ketemu." Dia masih menatapku melas.
"Yuk aku antar pulang," kata wira lalu menggandeng ku pergi.
Aku mengisyaratkan pada rani untuk meneleponku nanti. Rani hanya mengangguk.