Ser duduk di dekat sebuah batu yang berjarak tidak terlalu dekat dengan pria cantik dengan pedang peraknya. Dengan sedikit mengandalkan firasat baik dalam benak Wedden, Ren akhirnya mendengarkan cerita pemuda timur itu.
Dia bilang, dia sekarang sedang dalam sebuah pengasingan. Dia mengasingkan diri dari rumah dan saudaranya di timur karena dia telah melakukan sebuah kesalahan yang telah memperburuk nama keluarga dan dia memilih untuk mengasingkan diri supaya keluarganya terhindar dari gunjingan para tetangga.
Kurang dapat diterima memang cerita ini, tetapi pangeran Soutra tidak ada memberi responnya sedikitpun. Dia hanya membiarkan si keriting Wedden terus bercakap dengan Ser dengan semua kisahnya yang tidak diketahui kebenarannya.
Pandangan Ren tertuju kepada karung milik Ser yang sedari tadi tidak terlepas dari genggamannya meskipun dia hampir mati tercekik oleh cengekaraman belalang raksasa. Pangeran Soutra mencoba untuk menerawang isi dari karung bekas yang sudah lusuh itu. Dia sedikit mencium aroma kebohongan, hanya saja dia membiarkan pria Vitran untuk mendapatkan teman baru meskipun hanya sekejap, mungkin.
Bulan sudah semakin tinggi, angin malam terasa semakin dingin menusuk-nusuk tulang dan menyayat daging di pergelangan tangan. Suara gemeresik arus pelan air sungai menambah suasana yang begitu tidak menenangkan.
Suara gemeresak terdengar beberapa kali dari dalam hutan, itu membuat pangeran Soutra selalu siap sedia untuk berperang dengan selalu menggenggam pedang peraknya. Suasana sedikit berubah dan terasa sedikit hangat, dia mendengar suara berat seoang pria penyihir memanggil namanya pelan beberapa kali. Awalnya dia tidak yakin dengan pendengarannya, tetapi akhirnya dia bangkit dan menghampiri sumber suara.
Di dekat sebuah pohon yang berjarak sekitar dua puluh meter dari tempatnya beristirahat, berdirilah sosok tinggi besar Rader yang mengenakan jubah merah berkerahnya. Matanya terlihat cekung di dalam kegelapan, rambutnya terlihat bergoyangan mengiringi rambut pangeran Soutra yang berterbangan dengan anggun tertiup angin malam yang mencekam.
"Kenapa kau ingin menemuiku? Bukankah urusanmu dengan Wedden?" tanya Ren yang telah berdiri di depan pria penyihir itu.
Rader memandangnya kosong, "Jika kami saling berdekatan maka Kimanh akan segera mengetahui keberadaannya dan dia akan langsung membunuh peri itu," sahut Rader. "Ditubuhku ada darah iblis itu, dan ditubuhnya ada darah suci sang raja Elf. Tentu saja kami tidak dapat saling berdekatan karena itu akan membawa sebuah bencana untuk kami berdua," sambungnya lagi yang berhasil membuat Ren bungkam.
"Pangeran Soutra, Kimanh dan anak buahnya sudah semakin brutal sekarang. Mereka tidak lagi menggunakan sihir amatir untuk menemukan pasukan kalian, mereka telah berubah menjadi semakin kuat dan tak terkalahkan. Jika pria setengah Elf itu tidak dapat menemukan buku pusaka sebelum gerhana matahari maka dia tidak memiiliki kesempatan lagi untuk mengalahkan Kimanh."
Ren mengangguk lirih, "Tetapi gerhana matahari masih sangat lama. Kami pasti bisa menemukan buku itu dan menyerahkannya kepada Wedden untuk membacanya".
"Jangan salah pangeran Soutra, perjalanan kalian jauh lebih lama lagi dari waktu menuju gerhana matahari. Kau tahu, negeri Barat, Timur dan Selatan jauh lebih luas dari negeri Utara. Jadi jangan anggap perjalanan kalian selanjutnya akan seperti perjalanan kalian sebelumnya." Suara berat Rader menggema dan terdengar samar oleh pria timur yang baru saja bergabung dengan duo pria Utara.
"Siapa pemuda yang berwajah seperti seorang pencuri itu?" tanya Rader yang melihat dengan jelas sosok Ser yang berposisi setengah duduk untuk memperhatikan Ren dari kejauhan.
"Dia Ser, pemuda dari timur yang baru saja bergabung dengan kami," jawab Ren tanpa menoleh kearah Ser sedikitpun.
"Berhati-hatilah, dia sepertinya menyimpan sebuah rahasia besar yang mungkin saja akan merepotkan kalian," Rader kembali pada Ren.
"Aku tahu, aku telah mencium sebuah kebohongan besar di tubuhnya," sahut Ren dengan senyum kejinya.
"Berhati-hatilah kalian, menghindarlah dari sekumpulan batu yang bergoyang," ujar pria penyihir sebelum pergi menghilang di dalam kegelapan dengan diiringi cahaya kemerahaan yang terang.
Ren kembali ke tempat istirahatnya, dia masih memikirkan 'sekumpulan batu yang bergoyang'. Itu sebuah teka-teki atau mungkin memang ada batu yang seperti itu?
Dia sedikit melirik kepada Ser yang kini telah berubah posisi seperti sebelumnya dan seolah tidak ada apapun yang terjadi.
.
.
Pagi ini bukan pagi yang baik untuk ketiga pria yang bermalam di tepi sungai tadi malam, karena mereka kini telah berada di dalam jaring-jaring yang tergantung di dahan pepohonan besar dan tinggi.
Mereka digantung berjauhan dan tanpa senjata. Di bawah sana ada beberapa Gnome hutan yang tengah sibuk mondar-mandir menyiapkan beberapa buah dedaunan, biji-bijian dan akar tanaman yang mereka masukan ke sebuah kuali besar di tengah ketiga pria itu. Sepertinya mereka akan menjadi hidangan besar bagi makhluk kecil itu.
Di dekat para gnome yang tengah sibuk, ada banyak sekali bebatuan yang berserakan tak beraturan diantara mereka. Ren menggidik melihat banyaknya jumlah batuan di bawah sana dan jumlah gnome yang menakutkan dengan taring-taring panjangnya yang dapat menembus tulang manusia.
Wedden juga merasakan ketakutan yang sama dengan pangeran Soutra, dia tidak berkata-kata hanya memandang kebawah dengan harapan munculnya para ahli memanah dari lembah peri bersaudara yang akan membantu mengeluarkan mereka dari tempat ini.
Asap perlahan menyapu wajahnya dan aroma yang sangat tidak nyaman hingga membuat mual. Aroma itu mulai merayapi dinding-dinding hutan yang rapat oleh pepohonan yang rimbun dan besar.
Sementara Seredon, pandangannya hanya tertuju pada satu titik dimana ada segerombolan gnome yang tengah berebut sebuah mahkota keagungan dengan banyak berlian dan rubi di sekelilingnya. Para gnome itu memakainya dengan bergantian dengan cara mereka yang kasar.
Ser berteriak jangan dengan lirih dan dia merengek dengan kesal sekaligus takut akan mati terlebih dahulu sebelum waktunya. Ren melihat sikap Ser itu, langsung memicing dan mengetahui siapa pria Timur itu sebenarnya.
Pandangan Ren kepda Ser terganggu dengan banyaknya butiran batu yang mengarah padanya dan mengenai beberapa anggota tubuhnya. Dia melihat kebawah dan … benar sekali. Ada beberapa gnome yang tengah melemparinya dengan bebatuan kecil seraya tertawa ringan dan berbicara dengan bahasa yang samaskali tidak dimengerti oleh Ren.
Nampaknya mereka sedang menggoda si pangeran cantik itu. Ren mendengkus dan ingin sekali menebas kepala makhluk-makhluk itu, tapi dia tahu bahwa dia tidak dapat melakukannya tanpa pedang perak yang kini berada didekat tombak Wedden di samping tungku untuk memasak para gnome.
"Couli dhi!! Dhwill kanba lempai," –coba lihat dia! Dia akan membalas lemparan kita!!- teriak salah satu gnome dengan riang kepada gnome yang lainnya ketika Ren memunguti beberapa batuan yang menyangkut di pakaiannya.
Ren sama sekali tidak memperdulikan gnome-gnome yang ingin mati itu, dia hanya memainkan butiran batu itu di telapak tangannya sendiri. Para gnome itu segera meninggalkan sosok cantik yang mereka goda, mereka segera membantu gnome lainnya yang membutuhkan bantuan mereka untuk menyiapkan sebuah benda yang beroda dan mirip dengan gerobak, atau itu mungkin memang sebuah gerobak.
Gerobak itu akan mereka gunakan untuk membawa kuali besar ke Selatan dan akan menyajikan masakan istimewa dari daging manusia ini kepada pemimpin mereka, yaitu Kimanh. Itu adalah pikiran yang terlintas di kepala ketiga pria yang tergantung itu. Pemikiran yang begitu tepat dan kompak.
***