webnovel

Mengibarkan Bendera Perang

Beberapa jam kemudian. Bianka kini sudah berada di rumahnya, juga sudah tenang dalam dekapan ibunya, tapi dikejutkan oleh teriakan dari luar rumahnya. Teriakan itu sangat jelas kalau sedang memanggil-manggil Bianka dengan kasar, jadi Bianka yang sudah mau memejamkan matanya langsung membuka matanya kembali sembari menatapi ibu dan ayahnya. Ingin mendengar penjelasan kedua orang tuanya ada apakah di luar rumahnya sana yang ramai seperti itu.

"Ayah, siapa yang tidak sopan di luar rumah kita dengan membuat kegaduhan sekarang? Cepat Ayah lihat! Kurang ajar sekali mereka!" perintah Bihana kepada suaminya karena Burhan berada didekatnya. Tepat berada di kamar Bianka bersama-sama saat ini. Bihana sangat geram dengan kegaduhan di luar sana, jadi ucapannya sedikit meninggi karena merasa terganggu dengan semua itu, bahkan gara-gara itu Bianka tak jadi tidur dan tak tenang saja.

Burhan pun langsung bangkit dari duduknya, tanpa membalas ucapan istrinya. Dia adalah orang yang bertindak dan bergerak cepat, tak suka berbasa-basi yang berkepanjangan, jadi langsung saja menuju ke arah pintu, membuka pintunya dengan cepat.

"Ehhh maaf, ini ada apa yaaa kok ramai-ramai seperti ini di depan rumah saya, anak saya sedang tidur ini jadi terganggu karena ulah kalian semua!" sentak Burhan. Sedikit kesal dengan ketidakjelasan mereka semua. Yang datang tak diundang seperti pawai ini.

Lalu majulah seorang wanita paruh baya bersama seorang lelaki paruh baya di tengah kerumunan ibu-ibu dan bapak-bapak warga desa ini. Burhan menatapi terus wanita dan lelaki paruh baya itu, yang agak asing baginya karena memang keduanya bukan warga sini. Dahinya terus mengernyit mencoba mengingat siapa dia dan saat teringat Burhan pun sedikit membelalakkan matanya.

"Halo, Burhan? Masih mengingat kita? Meskipun kita sudah bukan warga sini, tapi dulu kita adalah warga sini dan pernah menetap di sini, bahkan rumahku juga masih ada di seberang jalan sana. Jadi pastinya kamu masih mengenalku kan? Gak akan melupakanku kan? Jelas tidak karena suaraku juga pastinya tidak asing bagimu," sapa dingin lelaki paruh baya dengan panjang lebar, mencoba mengingatkan ayah Burhan dengan sok cool-nya. Tangannya melambai sok ramah. Mengira Burhan tak dapat mengenalinya, karena dia berpenampilan glamour dan berbeda.

"Jelasnya dia mengenalmu, Pa. Kita kan baru video call kemarin bersama semua warga sini, kita adalah besannya dia kan? Tapi itu kemarin, sekarang sudah tidak lagi setelah anak kita hilang entah ke mana. Pokoknya semua ini gara-gara Bianka! Sial sekali hidup anak kita! Biankaaaaa cepat keluar kamuuu!" sahut wanita paruh baya. Iya memang kedua orang itu adalah kedua orang tua Betran, yang tak terima kalau Betran menjadi meninggalkan mereka. Karena Betran adalah anak mereka satu-satunya. Mereka datang untuk meminta pertanggungjawaban kepada Bianka.

Lagian bukannya ayah Burhan melupakan itu semua, tapi masih kaget tadi dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba, menyerbu dan membawa pasukan pula, bagaikan ingin memeranginya saja. Ayah Burhan awalnya tegang dan hampir tak bisa berucap, bukan karena beliau takut. Hanya saja dia tak pernah membuat keributan biasanya. Dia pecinta damai jadi sulit rasanya untuk menyangkal dengan pembelaan. Namun, ketika mengingat putrinya yang juga sama halnya dengan kedua orang tua Betran yang hancur berkeping-keping karena kehilangan Betran. Membuat Burhan wajib membela anaknya sampai titik darah penghabisan.

Dengan senyuman tipisnya sembari usai mengatur pernafasan. Burhan pun mengeluarkan suaranya. "Antonio? Alexi? Jelas dong aku mengenal kalian, meskipun misalnya kalian bukan besanku, aku juga sudah mengenal kalian, ayo masuk! Kita bicarakan semua ini di dalam! Bianka lagi istirahat di dalam, dia juga sama terpukulnya dengan kalian hingga tak menyangka semua ini, sampai-sampai dia di vonis stres akut, aku takut dia sampai fatal," terang Burhan mencoba meyakinkan kedua orang tua Betran agar tak terlalu menyalahkan Bianka.

Tapi yang ada keduanya tertawa sembari menangis bahkan sama-sama berkacak pinggang. Tak perduli dengan ucapan Burhan, siap mengibarkan bendera perang kepada Burhan.

"Haha dia sedih? Haha mana mungkin! Yang ada dia bahagia kan sekarang karena bisa memilih lelaki lain lagi nanti! Dia yang selalu membuat Betran ingin cepat-cepat pulang! Tak paham situasi dan kondisi! Sok kecakepan, memangnya si Bianka itu tidak tau apa! Kalau masih masa pandemi, tapi mendorong Betran untuk segera pulang saja! Istri macam apa itu yang tidak pengertian sama sekali!" oceh mama Alexi dengan otot yang menyemburat keluar di lehernya.

Hingga yang terjadi semua itu terdengar oleh Bianka dan kini Bianka sudah berada di belakang Burhan dengan wajah yang memelas. Bahkan sudah meneteskan air matanya. Dadanya terasa sangat sesak dan dipeganginya dengan kedua tangannya.

Bianka pun berdehem terlebih dahulu lalu bersuara. "Papa Antonio, Mama Alexi? Kalian datang? Ayo mari masuk dulu ke rumah! Pastinya kalian harus mendengar semua penjelasanku dan aku ingin mencurahkan semuanya, ingin berbagi rasa kesedihan di hatiku, yang pasti mas Betran sungguh menyayangiku dan aku juga tak pernah menyuruhnya untuk pulang cepat, dia sendiri yang mau memberiku surprise dan kabar kepulangannya benar-benar membuatku senang, tapi ternyata jadi seperti ini, bukan ini yang aku harapkan, Pa, Ma, bukan ini! Aku sama sakitnya dengan kalian, hiks, hiks, jangan menilaiku seperti pemikiran kalian tadi."

Kedua orang tua Betran yang mendengar penuturan dari Bianka, hatinya tak tergoyahkan sedikitpun. Yang ada mereka semakin mendekat ke arah Bianka dan menampar pipi kanan dan kiri Bianka dengan bersamaan. Membuat Bianka meringis dan menunduk pasrah. Bihana yang berada di samping Bianka dan terjingkat dengan ulah kedua mertua Bianka, ia melotot dan sontak langsung membentak kedua besannya.

"Apa-apaan kalian ini! Aku kira tadi mau memeluk Bianka dan menenangkannya, tapi yang ada malah menyakiti hatinya semakin dalam, apakah ini sikap mertuanya? Ternyata aku salah menilai kalian berdua! Kalau kalian datang untuk menyakiti anak saya mending kalian pergi saja dari sini!" Bihana sudah murka sekarang, dia tak perduli dengan semua warga yang berbisik mencemoohkan apa yang dilihat. Baginya harga diri putrinya lebih tinggi dari pada harga dirinya sendiri. Ia rela melakukan apapun agar putrinya bahagia.

Gara-gara ucapan Bianka itu situasi semakin memanas, Antonio dan Alexi juga bertepuk tangan dengan keras, senyuman menyeringai terukir di bibir mereka. "Waaah, kalian keluarga miskin dan tak tau beradab benar-benar keren dan pintar melawan, tenyata Betran salah menikahi putri kalian ini! Sudah sok kecakepan dan sok tidak tau-menau dengan yang dialami Betran, sekarang kedua orang tuanya juga sangat tidak jelas, sangat-sangat tidak pantas menjadi bagian keluarga Antonia. Dengan adanya musibah ini sudah terbuka dan terlihat semua keburukan haha," ucap Antonio.

"Benar banget, Pa, ya sudah kita pergi saja dari rumah ini! Mulai sekarang kita sudah tak ada hubungan apa-apa lagi dengan keluarga Burhan tidak waras ini! Ayo, Pa, aku sudah muak! Pastinya keluarga ini adalah keluarga matre! Ayo!" ajak Alexi dengan mata melotot ke arah Burhan, Bihana dan Bianka. Lalu pergi begitu saja setelah Antonio patuh terhadapnya.

"Pa, Maaaa, jangan pergiiii! Dengarkan penjelasan Bianka duluuuu!"

下一章