Entah mengapa Zelyn merasa ada yang tidak beres karena indera penciumannya lama-kelamaan bisa mencium aroma parfum khas yang menurutnya sangat maskulin dan semakin menyengat hidungnya.
'Apa ini? Si Axel berengsek itu tidak sedang mendekatiku, kan? Akan tetapi, aroma parfumnya semakin jelas tercium. Ini menandakan bahwa dia semakin mendekatiku. Jangan-jangan ....'
Zelyn langsung membuka kedua matanya dan di saat yang bersamaan, langsung ber-sitatap dengan netra kebiruan yang berjarak hanya beberapa centi saja. Bahkan jika ia bergerak sedikit saja, bibir tebal Axel bisa menyentuh bibirnya.
Zelyn menelan kasar salivanya saat berada pada jarak se-intim itu dengan posisi terkunci karena tangan kekar Axel ada di kedua sisi lengannya. "Tuan Axel, apa yang Anda lakukan? Tolong menyingkir dari saya! Saya bukan wanita murahan seperti yang Anda pikirkan."
Axel hanya terkekeh saat melihat ketakutan di mata Zelyn. "Aku baru akan membantumu. Ternyata kamu sudah sadar." Masih tidak menjauh dari posisinya.
Zelyn yang merasa sangat gugup, mencoba menormalkan degub jantungnya, "Membantu? Membantu apa, Tuan Axel? Jangan bicara dengan posisi seperti ini, tolong menyingkir dari saya."
"Aku baru ingin memberikan napas buatan, karena aku pikir kamu mati karena shock. Akan tetapi, karena kamu sudah sadar, namanya bukan napas buatan lagi," ucap Axel yang saat ini menghembuskan napasnya di wajah Zelyn. "Sepertinya aku ingin merasakan manisnya bibirmu. Bagaimana, kamu pun juga begitu, bukan?" Mengarahkan bibirnya untuk meraup bibir sensual yang menggodanya tersebut.
Zelyn yang menangkap adanya tanda bahaya, refleks langsung membekap bibirnya dengan telapak tangan dan di saat yang bersamaan, bibir tebal dari Axel mendarat di punggung tangannya.
'Aah ... selamat, aku berhasil menyelamatkan kesucianku,' batin Zelyn dengan bernapas lega.
"Tuan Axel, jangan menyamakan wanita di Indonesia dengan wanita di tempat asal Anda. Bagi wanita di sini, kesucian merupakan sebuah hal yang paling penting dan sangat dijaga untuk suami. Anda tahu kan, kalau saya sudah memiliki calon suami dan sebentar lagi akan menikah? Jadi, tolong jangan melakukan hal tidak sopan." Zelyn masih melindungi bibirnya dengan tangannya yang saat ini malah dihisap cukup kuat oleh Axel hingga membuatnya meringis kesakitan.
Zelyn refleks menjauhkan tangannya dari bibirnya dan melihat punggung tangan yang sudah berubah agak kemerahan karena kulitnya putih, sehingga saat memerah, bisa terlihat jelas.
"Sakit, Tuan Axel. Astaga, Anda benar-benar keterlaluan." Mengusap punggung tangannya yang terasa panas akibat perbuatan Axel yang menghisap kuat dengan mulut.
Awalnya Axel hanya ingin melihat reaksi dari Zelyn saat ia berpura-pura untuk menciumnya. Karena ia merasa yakin bahwa Zelyn yang akan menciumnya karena terpesona dengan ketampanannya.
Seperti semua wanita yang selama ini memuja dan tergila-gila padanya. Namun, begitu tangan itu menjadi penghalang, membuatnya merasa emosi dan langsung menghisap kuat dengan bibirnya saat dirasakan telinganya panas mendengar Zelyn berbicara.
"Come on baby, it's just a kiss. It's not a big problem." (Ayolah, Sayang. Ini hanya sebuah ciuman. Bukan masalah yang besar).
"Ya ampun, bocah iki pancen edan," ujar Zelyn yang merasa sangat kesal. (Dasar, anak ini memang sudah gila).
Axel menaikkan kedua alisnya. "Kamu sedang mengumpatku menggunakan bahasa aslimu?" Axel masih mengunci posisi dari wanita yang berada di bawahnya dan mengarahkan tatapan membunuh.
Karena merasa sangat takut jika Axel kembali menyerangnya, membuat Zelyn langsung mendorong sekuat tenaga dada bidang di depannya dan berpura-pura untuk meringis kesakitan.
"Aah ... aku sakit perut lagi, Tuan Axel. Tolong menyingkir." Zelyn yang masih berusaha melepaskan diri, sama sekali tidak berhasil karena tenaganya tidak lebih kuat dari pria yang malah semakin mengungkungnya.
"Katakan padaku dulu apa maksud kata-katamu tadi? Jangan coba-coba untuk membohongiku karena jika sampai kamu melakukannya, aku akan berolahraga lagi denganmu menggunakan pistol itu. Akan tetapi, kalau kamu jujur, aku akan melepaskanmu. Sekarang kamu tentukan pilihanmu, Zelyn manis!" ucap Axel dengan sangat tegas disertai rahang yang mengeras.
Dengan tangan yang saat ini masih berada di dada bidang Axel, Zelyn lalu menurunkanya karena merasa kebingungan untuk mengambil keputusan. 'Astaga, bukankah ini bagaikan buah simalakama? Mau aku jujur dan berbohong, sepertinya aku akan habis di tangannya.'
"Tuan Axel, aku tadi hanya mengumpat karena merasakan mulas di perut. Bukan mengumpat Anda. Karena itulah lepaskan saya."
"Jadi, itu yang menjadi pilihanmu? Berbohong dan ingin merasakan rasa sakit saat kepalamu tertembus peluru? Baiklah, aku akan menurutinya." Axel langsung bangkit dari posisinya dengan melepaskan kuasanya atas wanita yang dari tadi telentang di ranjang dan langsung bangkit dengan posisi duduk.
Ia berjalan ke arah meja untuk mengambil senjata api miliknya. Baru saja ia mau berbalik badan untuk mengarahkan pistol tersebut kepada Zelyn, suara tangis dari wanita yang terlihat sudah bersimpuh di kakinya, membuatnya hanya menundukkan kepala dan menatap datar.
Zelyn yang merasa tidak punya pilihan lain, mencoba untuk menyelamatkan diri dengan cara berlutut di kaki Axel. Meskipun ia merasa sangat konyol memikirkan perbuatannya, tetapi berpikir hanya itu satu-satunya cara untuk melindungi dirinya, sehingga ia sudah berakting menangis tersedu-sedu dengan bulir bening yang membasahi wajahnya.
"Tuan Axel, mafkan saya. Jangan membunuh wanita yang bahkan belum pernah berciuman, apalagi bercinta dengan pasangannya. Karena saya masih ingin hidup untuk merasakan kebahagiaan bersama pria yang saya cintai. Anda bisa mencium semua wanita di dunia ini, atau bercinta karena mereka pasti tidak akan pernah menolaknya. Akan tetapi, bukan saya. Karena saya hanya akan menyerahkannya pada suami saya di malam pertama kami nanti."
Refleks Axel langsung tertawa terbahak-bahak mendengar kejujuran dari wanita yang menurutnya sangat langka. "Astaga, apa kamu bilang, kamu bahkan belum pernah berciuman? Are you ok?"
Zelyn hanya tersenyum kecut, saat merasa diejek oleh pria yang berdiri menjulang di depannya. "Tentu saja saya baik-baik saja, Tuan Axel."
"Kamu tidak baik-baik saja, karena bagiku, kamu tidak normal. Berapa umurmu?" tanya Axel dengan tatapan menelisik.
"Dua puluh lima tahun, Tuan Axel. Saya tahu apa yang saat ini Anda pikirkan, karena semua orang juga mengatakannya. Jadi, tidak perlu menegaskannya lagi." Zelyn masih mendongak menatap wajah tampan yang masih tidak mengalihkan pandangannya.
Axel melangkah mundur beberapa langkah, "Berdirilah, aku lelah menunduk saat berbicara denganmu."
Zelyn buru-buru menuruti perintah dari Axel dan ia pun sudah berdiri di depan pria yang saat ini sudah meletakkan senjatanya di atas meja. Rasa lega dirasakan olehnya saat melihat Axel sudah tidak lagi memegang benda mematikan di tangannya.
'Akhirnya bocah edan ini meletakkan senjatanya. Sepertinya kejujuranku malah membuahkan hasil,' gumam Zelyn.
Axel kini berjalan memutari Zelyn dan memperhatikan penampilannya mulai dari ujung kaki hingga kepala. Hingga suara tepukan tangan darinya, memecahkan suasana penuh keheningan di ruangan kamar hotel.
"Apakah kamu sudah memeriksakan diri ke dokter?"
"Saya baik-baik saja, Tuan Axel. Untuk apa saya memeriksakan diri?" tanya Zelyn yang tidak memahami perkataan dari Axel.
"Karena bagiku, kamu adalah wanita yang tidak normal," ucap Axel dengan wajah datarnya. "Aku tidak mau berhubungan dengan wanita yang tidak normal sepertimu. Mungkin saja kamu mempunyai kelainan dan aku tidak ingin tertular penyakit yang saat ini kamu derita."
TBC ...