Akhirnya upacara pemakaman Myesha Kalingga telah selesai. Vania yang masih bekerja sebagai sekretaris dari direktur utama Prameswari Group itu tentu saja dibuat lelah dengan segala persiapannya. Tapi sekarang ia sudah bisa bernapas lega dan bisa mengistirahatkan tubuhnya.
"Hahh..." Wanita berambut coklat sebahu itu menidurkan tubuhnya di atas tempat tidur yang ada di apartemennya. Ya, apartemen yang sengaja dibeli Ezra untuk dirinya. Semenjak memutuskan untuk menjadi pemuas nafsu atasannya itu, Vania selalu dibelikan semua hal yang ia inginkan.
"Sudah hampir seminggu ya? Ah ini semua gara-gara upacara pemakaman sialan itu!" umpatnya saat mengingat ia sudah tidak tidur dengan atasannya selama lebih dari seminggu semenjak mereka sibuk untuk menyiapkan upacara pemakaman Myesha. Mereka berdua tidak bisa mencari waktu untuk berduaan.
Saat ia akan memejamkan matanya sejenak, tiba-tiba indra pendengarannya mendengar suara lubang kunci yang dibuka dari luar. Bibir Vania tersenyum mendengarnya. Hanya satu orang selain dirinya yang memiliki kunci apartemen ini.
Ezra Putra Kalingga.
Demi menyambut atasannya itu, Vania segera bangun dan berdiri di depan pintu. Matanya dapat melihat Ezra yang sedang berjalan cepat ke arahnya. Ia sudah siap ingin mencium dan memeluk lelaki itu. Sayangnya pria itu tidak menciumnya melainkan membalikkan tubuh Vania kemudian menghimpitnya ke tembok.
"Ezra? Ada apa?" tanya Vania saat hanya tersisa jarak sekitar lima sentimeter antara dirinya dan tembok kamarnya.
Ezra tidak menjawab, lelaki itu malah dengan tergesa-gesa mengangkat rok hitam Vania ke atas kemudian merobek celana dalamnya. Saat telinga Vania mendengar suara sabuk Ezra yang terlepas, perempuan itu tersenyum miring. "Dasar tidak sabaran."
"Diamlah, kau tinggal menerimanya saja."
JLEB!
"Ahk... Hshh... akhirnya!" desah Ezra saat ia berhasil memasukkan penisnya ke vagina Vania. "Menungging yang benar, Vania," perintahnya.
"Uhh..." Vania hanya bisa meringis pelan saat vaginanya yang masih kering dimasuki paksa dengan kejantanan Ezra yang besar.
Sekretaris Ezra itu sedikit menurunkan tubuhnya agar Ezra bisa lebih mudah menggerakkan tubuhnya.
"Bagus, Vania."
"Akh! Pe-pelan-pelan... Akh! Akh! Akh!" tubuh Vania terhentak-hentak keras begitu Ezra mulai bergerak. Kedua tangannya menumpu pada tembok, berusaha agar wajahnya tidak membentur tembok.
Tangan Ezra tak tinggal diam. Selagi penisnya mengocok vagina Vania dengan sangat brutal, kedua tangan kokoh Ezra mulai melucuti satu per satu pakaian Vania hingga wanita itu bertelanjang dada.
"Engg! Ahh! Ah! Akh!" lenguh Vania kencang saat Ezra semakin mempercepat gerakannya. Sepertinya sebentar lagi ia akan mencapai klimaksnya.
"Ishh!" Ezra mendesis saat merasakan otot-otot vagina Vania mulai menjepit penisnya. Kedua tangan Ezra kini maju ke depan dan meremas kencang payudara Vania.
"Akkhh! Ja-jangan kencang-kencang engg... uhhh..."
Lidah Ezra juga mulai menjilat cuping telinga Vania hingga membuatnya semakin kenikmatan. Sesuatu di bawah sana ingin segera keluar. Matanya terpejam merasakan semua sentuhan atasannya. "Ezra... a-aku... eng... ahhhhnnn..."
Cairan vagina Vania merembes membasahi penis Ezra hingga membuat laki-laki itu menyeringai. Ezra makin menempelkan tubuhnya pada tubuh Vania agar wanita itu tidak bisa melarikan diri. Biasanya di saat seperti ini, wanita itu akan melepaskan penyatuan tubuhnya agar cairan klimaks Ezra tidak tumpah di dalam rahimnya. Tapi kali ini Ezra tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Laki-laki itu makin menghimpit tubuh Vania ke tembok sambil mempercepat tempo gerakannya. "Enghh sebentar lagi," racau Ezra.
Saat klimaksnya hampir mendekat, Vania segera sadar dan berusaha menyikut tubuh Ezra, tapi-
"Ahhnn..." desah Ezra lantang saat spermanya menyembur dengan kencang ke rahim Vania. Ezra terus menghimpit tubuh Vania ke tembok sampai penisnya berhenti menembakkan sperma.
Sedangkan Vania hanya bisa melebarkan matanya, walaupun ia juga merasa nikmat saat cairan hangat Ezra memenuhi perutnya.
Setelah Ezra mencabut penisnya, Vania segera berbalik badan dan mendelik ke arah lelaki itu. "Apa yang kau laku-hmm!"
Ucapan Vania terputus karena mulutnya dibungkam oleh bibir Ezra. "Hmm!"
Ezra mengemut bibir Vania dengan penuh nafsu. Tak ada bagian yang tidak dimanjakannya. Mulai dari mengemut bibir bawah Vania, kemudian bibir atas Vania, dan dilanjutkan dengan menyelipkan lidahnya ke dalam mulut Vania.
"Uhmm..." desahan Vania tertahan. Sejenak Ezra melepaskan ciuman mereka hingga kedua mata itu dapat saling menatap. Tapi belum satu detik terlewat, Ezra kembali mengunci bibir Vania dengan ciumannya.
Salah satu tangannya memelintir puting payudara Vania hingga membuat wanita itu merinding.
Saat Ezra berhenti menciumnya, Vania segera melancarkan aksi protes. "Bagaimana kalau aku hamil, hah?!"
"Tenang saja, Sayang," sahut Ezra sambil mengecup pipi Vania kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Vania. "Aku sudah membawa obat pencegah kehamilan. Kau hanya perlu meminumnya nanti. Mengerti, hm?"
Amarah Vania mulai menghilang. "Baiklah kalau begitu," balas Vania tanpa melihat Ezra yang sedang menyeringai di sebelahnya.
"Kalau begitu bisa kita mulai ronde kedua? Aku sangat merindukanmu, Sayang."
Vania tersenyum miring, kemudian menaikkan salah satu kakinya ke pinggang Ezra hingga penis Ezra tepat berada di depan lubang peranakan Vania. "Masukkan, Tuan."
JLEB!
Tanpa menunggu lagi Ezra segera memasukkan penisnya dengan sekali hentakan.
"Aaahhnnnn~" desah Vania lantang sambil menengadah ke atas. "Penismu nikmat sekali, Ezra."
Pada akhirnya mereka terus menerus melakukan hubungan intim hingga fajar menyingsing demi mengganti satu minggu di saat mereka tidak bisa bersama. Ezra bahkan tidak ingat sudah berapa kali ia mengisi rahim Vania dengan benihnya.
Satu hal yang ia inginkan sekarang adalah merusak Vania karena mantan partner wanita itu sudah berani merusak Myesha yang merupakan miliknya.
'Dasar bodoh! Kau bahkan tidak tahu kalau obat yang kuberikan adalah obat penyubur,' ucap Ezra dalam hati saat ia melihat Vania meminum obat yang ia bawa setelah mereka selesai dengan kegiatan intim mereka.
"Kau harus rajin meminum obat itu, Vania. Karena aku bisa saja menidurimu setiap hari."
Vania mengedipkan salah satu matanya setelah meletakkan sekotak obat itu di atas meja. Perempuan berambut sebahu yang masih dalam keadaan telanjang itu perlahan merangkak ke atas tempat tidur dan mencium bibir Ezra sekilas.
"Apapun akan aku lakukan asalkan kau memenuhi segala kebutuhanku."
Ezra menoleh kemudian menggulingkan tubuhnya hingga Vania berada di bawahnya. "Satu ronde lagi bagaimana, Sayang?"
Mata Vania melihat penis atasannya yang sudah tegak berdiri itu. "Tentu sa-AHHH!"
Dan lagi-lagi Ezra menyetubuhi Vania hingga pagi sebelum akhirnya keduanya mandi dan berangkat ke kantor dengan mobil berbeda.