webnovel

Tak Di Sangka

"Dita, besok kamu tolong hadiri seminar kecantikan di Hotel Harmoni ya!" Pinta bu Bos 

Ya sedari siang bu Bos ada di Salon membantu karyawannya yang terlihat agak kerepotan karena ramainya customer hari ini.

"Maaf bu, tapi besok langganan Dita mau datang untuk treatment spesial persiapan menikah," jawab Dita sopan.

"Ohh, yauda kalau gitu… hmm, Sari kamu bisa tolong gantikan Dita ikut seminar besok?" Pinta bu Bos ke Sari.

"Oh iya bu bisa,"  jawab Sari yang tak mungkin menolak permintaan bosnya, walaupun sebenarnya ia agak sedikit takut karena tak biasa menghadiri acara yang ramai akan orang-orang.

Sari bangun lebih awal dari biasanya, karena semalaman dia kepikiran terus acara seminar hari ini maklum ini pengalaman pertama sari bertemu orang banyak dari berbagai macam kelas salon kecantikan, jadi membuat dia agak sedikit gugup.

"Dit, kira-kira penampilan aku cocok nggak, aku nggak salah kostum kan?" Sari minta pendapat Dita.

"Enggak kok, style disana bebas yang penting nyaman namanya anak Salon penampilannya boleh dong bermacam-macam gaya," Dita meyakinkan Sari.

"Wah.. Sari kamu beda banget hari ini cakep banget, kelihatan anggun dan feminim, ditambah lagi rambut kamu sekarang lurus dan lembut banget," Wati kagum akan penampilan Sari.

"Iiih makasih lho, aku jadi GR.." muka sari memerah gara-gara pujian Wati.

"Nah gitu donk, cewek harus kelihatan menggoda biar cowok ganteng dan kaya tu pada kepincut." sahut icha.

Sari memang anggun dengan dress peach Sabrinanya, dan panjangnya yang pas di bawah lutut, ditambah sandal high heels beningnya yang pas di kakinya dan rambut hitamnya yang dibiarkan terurai lembut.

Tittt...titt...tittt

Suara klakson dari luar memanggil Sari

"Aku berangkat ya say, doain lancar ya acara seminarnya," Sari berpamitan kepada temannya sambil membuka pintu rumah

"Pasti dong, Semangat!!" Sahut Dita, Wati dan Ica.

Sari segera membuka pintu mobil Marun yang sudah menunggunya, tidak seperti biasa kali ini Sari memilih duduk di depan samping si pengemudi yang ia kira bosnya.

Dengan santai sari merebahkan badannya di jok empuk itu, dan sambil merapikan rambutnya yang tertiup angin.

"Eh mas Abra, lho ibu Asya nggak ikut mas?" Sari terkejut ternyata yang di sampingnya bukan bu Bos melainkan adiknya, siapa lagi kalau bukan Abra lelaki yang disukai Sari tapi juga lelaki yang sudah membuat Sari patah hati sebulan lalu.

"Iya, mbak Asya ada urusan lain jadi saya di suruh dampingi kamu ikut seminar," jawab Abra fokus menyetir

"Oh gitu ya mas," sari tersenyum.

Suasana nampak canggung, Sari bingung harus ngobrolin apa, apalagi dia belum pernah dalam posisi berdua saja sama Abra, OMG.

"Aww.." rintih sari pelan seraya menunduk melihat apa yang baru saja mengenai ujung jempol kakinya.

Oh.. ternyata itu mainan anak bu Bos yang terjatuh di mobil, yang agak sedikit tajam sehingga menimbulkan sedikit sakit saat mengenai kaki Sari.

Abra spontan menoleh ke arah Sari yang merintih, dan tak sengaja Abra melihat dada Sari yang mencembung saat ia menunduk, ya dada padat Sari yang tampak putih bersih sehingga mencetak belahan yang memukau.

Darah Abra berdesir, maklum naluri lelakinya terbangkit dengan sendiri namanya laki-laki normal hehe, namun Abra tak ingin kegugupannya terlihat oleh sari, ia berusaha santai dan tenang.

"Kamu kenapa?," tanya Abra khawatir ke Sari.

"Gak papa kok mas, ini sayap pesawatnya sudah patah jadi nya agak tajam kena kaki," Sari menunjukkan sisi sayap pesawat yang tajam itu.

"Hmm.. punya Dion itu, keponakanku maaf ya," Abra meminta maaf dengan lembut.

"Iya mas, ga usah minta maaf kok, kan gak kenapa-kenapa," Sari tersenyum.

"Kaki kamu gapapa?," Tanya Abra.

"Gak papa kok mas, tadi cuma kaget aja," jawab Sari pelan sambil tersenyum.

Abra memperhatikan senyum manis Sari, tak bisa dibohongi di hati Abra yang terdalam saat ini sedang terpesona dan mengagumi sosok Sari, selain memang Sari yang sekarang nampak anggun dan berbeda dari hari biasanya, Abra juga menyukai sikap Sari yang tak seberani Ica saat sedang berdua dengannya.

"Sudah sampai, yuk Sari!" ajak Abra lembut, dan langsung menggenggam tangan Sari.

Sari terkejut atas sikap adik bu Bosnya ini, bagaimana bisa mereka yang selama ini jarang bertegur sapa, tapi sekarang bisa berpegangan tangan layaknya sepasang kekasih dan terlihat oleh orang banyak yang berdatangan di hotel ini.

Kurang lebih tiga jam seminar berlangsung, yang diisi dengan trik-trik dunia kecantikan yang baru dan promosi produk-produk penunjang usaha kecantikan.

"Sari kita makan siang dulu ya," ajak Abra.

"Boleh mas." jawab Sari.

Meja makan yang beralaskan kain putih beserta kursinya yang mewah seolah memanggil mereka untuk segera menempatinya, kurang lebih satu jam mereka menghabiskan waktu makan siang, Sari tampak begitu menikmati hidangan ini, ya bisa dibilang ini pertama kali Sari bisa makan siang di tempat yang mewah yang disediakan oleh hotel berbintang ini dan bersama pria tampan yang memang disukainya sejak pertama melihatnya.

"Sari, kamu tunggu di sini dulu ya, saya ada urusan sebentar ke atas kira- kira setengah jam" pinta Abra ke Sari.

"Baik mas," jawab Sari tanpa ingin tahu urusan adik bu bosnya itu.

"Oiya saya boleh simpan nomor ponsel kamu, supaya saya bisa hubungi kamu kalau sudah selesai nanti?" Tanya Abra sambil menyodorkan handphone berlogo buah apel yang sudah di gigit kepada Sari.

"Boleh mas." Sari segera meraih ponsel dan menyentuh beberapa angka pada layar hp tersebut.

"Ok, tunggu di sini ya!" perintah Abra.

Setengah jam berlalu, Sari masih pada posisinya duduk manis di kursi mewah itu sambil memainkan ponselnya, tak lama kemudian, drrt..drrt.. getar ponsel Sari mengacaukan game yang sedang di mainkannya.

'Kamu naik ke atas ya, bilang sama mbak yang di front office mau ke ruangan 99,' pesan singkat dari nomor yang tak dikenal tertera di layar ponsel Sari.

'Baik mas,' Sari membalas singkat pesan Abra, Sari langsung tahu kalau itu Abra karena yang baru saja meminta nomor ponselnya hanya Abra.

Sari bergegas menemui perempuan berseragam merah hitam yang sejak tadi berada di meja itu, dan kini ia sudah berjalan beriringan bersama perempuan itu. Tepat di depan pintu yang didepannya tertera nomor 99 berwarna gold.

"Ini ruangannya mbak," perempuan itu mempersilahkan Sari.

"Ok, makasih ya mbak." jawab sari sopan.

Dengan kepolosan dan tanpa keraguan Sari segera mengetuk pintu itu, di bayangannya ruangan itu seperti ruangan tamu biasa yang dilengkapi meja dan sofa yang seadanya.

"Permisi… mas Abra," panggil Sari sambil mengetuk pintu, dan Sari mengulanginya tiga kali tapi tetap tidak ada jawaban dari dalam.

Ceklek.. Sari memberanikan membuka pintu yang ternyata tak terkunci, Sari masuk ke dalam ruangan itu, dingin yang ia rasakan dan matanya tampak terpesona melihat ruangan itu, lebih tepatnya kamar yang didalamnya didominasi warna krem dan terpampang tempat tidur besar nan indah berwarna cream, serta televisi besar yang sedang menyala.

Belum puas Sari memandangi apa yang ada di kamar itu, kini mata Sari terpana pada lampu warna-warni yang menyala pada benda di atas meja, benda itu cantik seperti guci perhiasan yang lubang atasnya mengeluarkan uap beraroma green tea yang menenangkan.

"Kamu sudah disini," ucap Abra pelan dan menggoda ke telinga Sari.

Sontak Sari terkejut dan darahnya berdesir, karena tiba-tiba seseorang telah memeluknya dari belakang, "mas," ucap sari pelan tanpa menoleh karena gugup.

"Maaf ya bikin kamu udah nunggu lama tadi, soalnya aku kepanasan pengen mandi," sambung Abra.

Sari semakin gugup dan gemetar, sangat terasa olehnya tubuh gagah dan dada bidang Abra yang menempel pada punggung belakangnya.

"Mas ngapain disini, terus kenapa saya disuruh kesini?" Tanya Sari polos dan gugup.

Abra melepas pelukannya, ia membalikkan tubuh sari dengan perlahan agar ia bisa melihat wajah manis Sari yang sudah di tunggunya sejak tadi.

"mas sudah lama menunggu waktu supaya bisa berdua sama kamu," rayu Abra manja.

Sari semakin gugup, tak hanya darahnya yang berdesir kini jantungnya yang berdebar karena untuk pertama kali ia melihat Abra bertelanjang dada seperti ini, dada bidangnya dan otot-otot lengannya begitu sempurna ditambah lagi sisa tetesan air di badannya menambah kesan seksi pada Abra, jelas saja membuat Sari menelan ludah akan sosok di depannya ini.

Tak ada yang menyangka, ternyata Abra sudah merencanakan ini dari awal, semula ia meminta kakaknya Asya untuk digantikan olehnya dengan alasan ingin menambah ilmu, dan juga merencanakan memesan kamar vip ini untuk bisa berdua dengan Sari.

下一章