Gavin yang mendengar pernyataan adiknya yang lebih mengarah pada tuntutan untuk menjawab pernyataan yang ia lontarkan itu hanya bisa menarik nafas panjang dan membuangnya secara kasar.
Gavin memijat pangkal hidungnya tidak tahu harus berkata apa sementara ia belum tahu pasti fakta yang ada.
"Dia Gray, aku tidak tahu dia anak siapa. Aku bertemu dengannya di rumah kaca yang ada di balik pohon rindang yang ada di wilayah mansion ini." Jelasnya apa adanya sesuai dengan yang ia ketahui.
"Tapi--"
"Aku tahu apa yang ada dalam benakmu, aku sedang mencari tahu. Perlahan, sampai paman mau memberitahunya langsung apa sebenarnya yang sedang terjadi."
"Dasar pak tua! Bisa-bisanya dia menyembunyikan anaknya sekaligus sepupuku sampai sebesar ini!" Kesal Yervant yang sudah memutuskan langsung bahwa Gray itu anak pamannya.
"Kita belum tahu kebenarannya, Vant. Jangan mengambil kesimpulan begitu saja. Kau perlu memastikan kepastiannya terlebih dulu baru kau bisa menarik kesimpulan seperti itu." Peringat Gavin.
"Tanpa mencari kepastiannya pun aku sudah tahu bahwa dia itu anak dari paman kita secara paman itu sangat tidak menyukai orang asing masuk ke mansion nya apalagi sampai menetap. Satu lagi, nama keluarganya itu sama dengan nama keluarga paman. Sementara nama keluarga Fritz itu tidaklah banyak, bahkan bisa terhitung.
Fakta lainnya itu, setiap orang yang memakai nama Fritz itu pasti berhubungan satu sama lain atau mereka mengenal satu sama lain walau tidak ada ikatan apapun. Ditambah mereka yang menyandang nama keluarga Fritz itu bukanlah orang sembarangan, kecuali ia di buang sama keluarga Fritz tersebut. Walaupun demikian, nama mereka yang sudah di buang ataupun ditelantarkan oleh keluarganya pasti masih terdata di list khusus." Jelas Yervant yang mendapatkan anggukan dari sang kakak, Gavin.
"Aku setuju dengan pendapatmu. Tapi, kita juga harus menemukan kebenarannya. Kita tidak bisa menarik kesimpulan tanpa adanya bukti walaupun aku tahu kalau dia itu keluarga Fritz. Masih termasuk dalam anggota keluarga kita."
"Kalian membicarakan apa?" Tanya Gray bingung setelah sekian lama diam yang masih tidak paham dan bahkan tidak mampu mencerna apa yang dikatakan oleh kedua saudara Lais itu.
Gavin dan Yervant langsung menghadap dan menatap Gray yang berdiri tidak jauh dari mereka. Menatapnya dari atas sampai bawah. Mereka dapat melihat pakaian Gray yang harganya tidak dapat terbilang murah. Kalau benar Gray itu keluarga Fritz yang terbuang, tidak mungkin ia mendapatkan uang untuk membeli baju sebanyak itu mengingat peraturan yang ada dalam keluarga itu yang terbilang kejam terhadap hukuman.
Peraturannya adalah setiap keluarga Fritz yang terbuang akan mendapatkan hukuman black list dari setiap perusahaan besar maupun perusahaan kecil tergantung dari kesalahan apa yang mereka lakukan.
Gray yang ditatap seperti itu hanya bisa diam mematung, bergidik ngeri dengan tatapan kakak beradik itu.
"Jangan menatapku seperti itu!" Katanya kesal saat melihat sepupunya menatapnya seakan mereka ingin membunuhnya.
"Kau-- siapa kau sebenarnya." Tanya Yervant dengan mata menyipit penuh kecurigaan dan rasa penasaran.
"A-aku?" Tanya Gray gugup
"Terus siapa lagi yang aku tanya? Hanya ada kau di sini yang identitasnya tidak di ketahui." Kata Yervant masih dengan ekspresi yang sama.
"A-aku Gray." Jawabnya
Sesungguhnya ia tidak paham maksud dari Yervant, sepupunya itu.
"Astaga! Maksudku itu, kau siapanya paman? Kau menyandang nama keluarga Fritz, berarti kau memiliki ikatan dengan keluarga Fritz."
"A-aku tidak tahu!" Katanya berlalu pergi dari sana. Sungguh saat ini jantungnya berdetak tidak beraturan.
Ia tidak mau identitasnya sebagai salah satu anggota keluarga Fritz diketahui oleh banyak orang terutama pada anggota keluarganya. Ia masih ingat akan ancaman dari orang tuanya.
"Kau menakutinya." Kata Gavin datar
"Huh? Padahal aku bertanya baik-baik." Kata Yervant yang tidak sadar bahwa ekspresi yang ia berikan pada Gray itu tidak bisa dikatakan ekspresi yang biasa.
"Ck! Sudahlah, aku akan mau mencari udara segar. Apa kau mau ikut?" Ajak Gavin pada sang adik.
"Kemana?" Tanyanya
"Ke neraka." Jawab Gavin ketus mulai beranjak dari tempatnya.
"Aku serius bertanya!" Kata Yervant kesal.
"Kau mau ikut atau tidak?" Tanya Gavin jengah.
"Ya jawab dulu mau kemana!"
"Ck! Ke tempat yang pernah ada."
"Kak!"
"Cari makan."
"Kau belum makan?" Tanya Yervant tidak percaya dengan jawaban sang kakak secara ia tahu tadi kakaknya itu masak, pasti ia juga tahu kalau kakaknya itu sudah makan.
"Kalau kau tidak mau ikut ya sudah. Apa susahnya sih jawab mau ikut atau tidak." Kaya Gavin kesal melihat tingkah laku adiknya itu.
"Ah! Kak, apa kau nanti mampir ke mall? Ada yang ingin aku beli nanti di sana."
"Tidak, tapi kalau kau mau kita bisa mampir ke sana." Jawab Gavin.
Sungguh kakak yang baik.
"Baiklah, aku akan mengganti baju dulu." Katanya berlalu dari sana menuju kamarnya untuk mengganti pakaiannya.
"Padahal tidak perlu ganti baju juga bisa, dasar!" Gerutu Gavin berlalu pergi dari sana.
Melangkahkan kakinya menuju garasi untuk meminjam mobil pamannya. Ia lagi malas menggunakan mobilnya. Toh pamannya itu tidak melarangnya untuk memakai mobilnya yang bisa dikatakan banyak itu. Percuma aja kan kalau dibiarkan seperti itu dan tidak pernah dipakai. Rusak termakan waktu yang ada.
Saat ia ingin membuka pintu utama mansion pamannya itu, ia melihat Gray yang sedang terduduk termenung di sudut sana. Tidak tahu apa yang sedang ia lakukan di sana, tapi ia dapat melihat tangannya sedang memegang sebuah benda kecil yang panjang. Sepertinya itu kuas.
Gavin yang tadinya hendak membuka pintu yang da di depannya itu kini mengurungkan niatnya dan melangkahkan kakinya ke arah Gavin yang sedang termenung di sana.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Gavin.
Gray yang mendengar suara sepupunya itu langsung mengalihkan pandangannya kepada sang sepupu.
"Aku?"
"Apa kau melihat ada orang lain selain dirimu?"
Gray yang mendengar hal tersebut langsung melihat ke kanan dan kiri yang benar saja tidak ada orang lain selain dirinya.
"Tidak ada." Jawabnya.
"Lalu? Untuk apa kuas itu?" Tanya Gavin.
"Ah, ini? I-itu-- aku mematahkannya." jawab Gavin sedih memperlihatkan kuasnya yang terbelah dua.
"Lalu?" Tanya Gavin meskipun ia tahu betul kemana arah pembicaraan yang akan dibawa Gray.
Perlu diingatkan sekali lagi kalau Gavin itu terlalu pintar dikalangan nya. Ia juga pernah belajar tentang perilaku manusia bahkan ia hampir mempelajari untuk membaca pikiran orang.
"Tidak tahu." Jawabnya lesu.
Selama ini Gray tidak pernah mengalami hal seperti ini dan semua perlengkapannya untuk melukis itu dibelikan oleh bibi Lee yang tentu saja menggunakan uang yang diberikan orang tua Gray untuk memenuhi kebutuhannya.
Saat itu bibi Lee pernah melihat hasil dari gambaran Gray, makanya ia membelikan perlengkapan gambar dan bertahap ke perlengkapan lukis sesuai dengan perkembangannya.
"Bibi Lee tidak ada. Tadi bibi pamit pergi sebentar." Jawabnya.
Ah, Gavin paham maksud dari perkataan Gray.
"Aku akan membelikan mu yang baru. Kau mau ikut?" Tanya Gavin.
"Bolehkah?" Tanya Gray sedikit ragu.