Jarak dari Firma Hukum Agasa menuju rumah Firman memanglah terbilang cukup jauh. Butuh waktu 45-50 menit untuk tiba disana, apalagi memasuki jam pulang kantor seperti saat ini Agasa harus extra sabar untuk bisa menerobos kemacetan.
Agasa memang pernah menganjurkan pada Firman, jika ingin mencari rumah carilah yang jaraknya dengan Firma tidak terlalu jauh, tapi pilihan Firman tetap jatuh pada rumah itu, rumah masa depannya bersama Ayu dan anak-anak mereka
Alasan pertama Firman memilih rumah itu adalah designnya mirip sekali dengan rumah impian Ayu dan alasan kedua jarak dari rumah itu menuju Angkasa Group sangat dekat dengan estimasi waktu 10-15 menit.
Biarlah Firman yang harus menempuh jarak jauh asalkan Ayu tidak mengalami kesusahan ketika mereka telah menyatu dalam bingkai cinta yang halal. Karena Firman tahu dan sangat mengerti kalau Papa Galih telah mempersiapkan anak keduanya itu menjadi Presdir Angkasa Group menggantikan dirinya suatu saat nanti. Meskipun nanti Firman akan bertanggung jawab pada Ayu, tapi lekaki bijaksana itu tetap merendahkan dirinya di hadapan Papa Galih, lelaki yang mempunyai hak penuh atas Ayu sebelum dirinya berikrar setia di hadapan penghulu dan para saksi.
Kereta besi yang Agasa kendarai mendadak berhenti ketika melihat melihat ada mobil yang baru saja keluar dari halaman rumah Firman dan nahasnya Agasa tidak mengetahui siapa pemilik mobil itu.
PIP~~~
Suara klakson membuyarkan lamunan Agasa, dia pun segera memarkirkan mobilnya di carport yang terdapat dalam rumah Firman.
"Itu mobil siapa, sih?" Agasa masih belum menemukan jawaban atas siapakah pemilik mobil itu dan apa yang dia lakukan di rumah Firman.
"Om, kenapa bengong di situ?" Agasa kembali terhenyak atas kehadiran dan pertanyaan dari Firman Afif.
"Eh, nggak kok! Om, nggak apa-apa," kilah Agasa dan percayalah si pria polos itu yang sebentar lagi akan memperoleh gelar Magister Hukumnya, Firman Afif.
"Kita masuk gih, Om!" ajak Firman pada pria yang amat dia hormati sepeninggalnya Papa Gunawan.
"Man, kok berantakan gini?" tanya Agasa pada saat melihat keadaan ruang tamu rumah Firman yang tak ubahnya seperti kapal pecah. Bungkus makanan, snack, minuman kemasan dan tissue berserakan di lantai. Agasa tahu itu bukanlah ulah Firman, sebab keponakannya itu adalah tipikal orang yaang sangat rapi dan teratur. Kecoa pun rasanya segan memunculkan wujudnya di hadapan Firman.
"Tadi dia kesini, Om!" Air bening di pelupuk mata Firman sampai luruh lagi. Ribuan syukur Agasa panjatkan, semoga keponakannya ini menemukan lagi sumber bahagianya. Semoga dia cepat memiliki wanita tersebut tanpa harus terpisah lagi dan semoga wanita itu menerima kondisi Firman yang tak lagi sebugar dulu.
"Om sepertinya lagi bahagia juga, dapat fee gede lagi dari client?" terka Firman. Karena dia dunia yang bisa menyenangkan Agasa hanya uang. Mengingat dia mempunyai rekam jejak yang baik, tentu saja para client akan memberikan dia bayaran yang setimpal dengan usahanya.
"Bukan, tapi aku menemukan lagi semangat hidupku," pernyataan Agasa semakin membuat Firman kebingungan.
"Donor? Om sudah dapat donor sumsum tulang belakang?" raut bahagia yang Firman lukiskan di wajahnya mendadak meredup kala Agasa menggelengkan kepalanya. Pertanda bahwa dia telah salah menerka kebahagiaan sang Om.
Beberapa tahun yang lalu Agasa Maha Putra divonis mengidap salah satu penyakit paling mematikan di dunia, yaitu kanker darah atau sering kita kenal dengan istilah Leukemia.
Sel kanker yang menyerang tubuh Agasa kian hari kian ganas dan kini telah memasuki stadium lanjut. Tidak ada yang mengetahui penyakit Agasa kecuali Firman.
Golongan darah Firman memang sama dengan Agasa dari secara silsilah keluarga pun sangat memungkin sekali jika Firman mendonorkan sumsum tulangnya untuk sang pengacara kodang
Tapi lagi-lagi Agasa memiliki nasib kurang beruntung, saat Firman bisa dia jadikan donor lelaki itu justru menderita gagal ginjal yang diwariskan dari Papa Gunawan.
Agasa bukanlah anak tunggal yang tak memiliki saudara, dia memiliki seorang kakak yaitu Arga Dana Maha Putra juga seorang adik bernama Mutmainnah Maha Putri, tapi kedua orang saudaranya itu tak bisa juga menjadi pendonor.
Dana telah berusia 51 tahun, untuk mendonorkan sumsum tulang belakang pendonor harus berada di rentang usia 18-44 tahun. Ada resiko komplikasi untuk pendonor di atas usia tersebut.
Lalu Mutmainnah? Adik Agasa yang berprofesi sebagai Notaris itu pun tidak bisa menjadi pendonor untuk Agasa karena memiliki penyakit autoimun.
"Wanita yang ku cintai," mendengar ucapan Omnya, Firman lantas membolakan sempurna matanya.
Bercandakah ini? Banyolankah itu? Kedua indra pendengaran Firman masihlah berfungsi dengan baik, jadi ini semua nyata.
Agasa Maha Putra kini menemukan kebahagiaannya, meskipun itu bukan donor, tapi cukuplah untuk membuat dia merasakan bahagia di sisa hidupnya yang mungkin terbilang singkat.
"Dia siapa, Om?" tanya Firman.
"Salah satu client yang akan kita bela di Pengadilan Agama, dia juga putri dari sahabat saya," jawab Agasa.
Dan entah bagaimana jadinya jika mereka saling mengetahui siapa wanita yang mereka cintai satu sama lain? Akankah ada yang memilih mundur? Bak buah simalakama, itulah Firman Afif dan Agasa Maha Putra.
~~~
Rutinitas Firman yang melelahkan akan terbayar lunaskan setelah melihat senyum manis Suci Indah Ayu. Mulai saat ini dia tak mengizinkan Ayu untuk berkendara seorang diri, dia dengan sukarela akan mengantar Ayu kemana pun wanita itu mau. Setiap kata yang terlontar dari mulut wanita itu adalah perintah untuk Firman.
Kemeja biru langit dipadukan dengan celana kain hitam tanpa dasi di leher membalut tubuh pengacara muda itu. Berjalan dengan tegap memasuki gedung berlantai 8 itu.
"Permisi, saya ingin bertemu dengan Ibu Suci Indah Ayu," ucap Firman pada resepsionis. Resepsionis mengulum senyum genit pada Firman, tapi untunglah cintanya pada Ayu sudah kepalang terpatri dalam sanubari. Nama wanita berparas Ayu itu sudah terukir indah di hatinya.
"Ruangan Ibu Ayu, ada di lantai tujuh bersebelahan dengan ruangan Bapak Akbar," tanpa menimpali ucapan resepsionis genit itu Firman lekas menuju ruangan Ayu. Ada rindu yang harus diselesaikan antar keduanya.
Tanpa ketukan terlebih dahulu Firman membuka pintu ruangan Ayu. Niat ingin memberikan kejutan malah dirinyalah yang dikejutkan melihat ada sosok gadis yang lebih cantik dari Ayu. Gadis itu tengah duduk santai di kursi kebesaran sang Ibu.
Firman menatap gadis kecil itu tanpa berkedip dan tubuhnya seolah membeku. Sama halnya dengan Firman, gadis di seberang sana pun membeliakkan matanya. Sosok yang hanya bisa dia lihat melalui foto dapat dia lihat langsung. Kini berada di hadapannya dalam sosok yang begitu nyata. Pandangan mereka saling mengunci satu sama lain.
"Kamu ....,"
Bersambung...