Papa Galih menutup sambungan telpon dengan Mama Kinanti dengan guratan kekesalan di wajahnya. Reaksi berbeda justru diperlihatkan oleh Akbar terlebih lagi Firman, sebab Papa Galih sempat menyerukan nama Ayu dengan nada nyaring.
Mereka takut kalau ada sesuatu yang buruk menimpa calon janda itu.
"Pa, Ayu kenapa? Dia baik-baik aja, kan? Pa ...,"
Papa Galih dan Akbar mengulum senyum termanis milik mereka. Ternyata rasa Firman pada Ayu masih ada, rasa khawatir akan kehilangan Ayu juga masih terpatri dalam sukmanya.
"Ayu baik-baik aja, kok! Terima kasih sudah mengkhawatirkan putri Papa yang nakalnya nggak ketulungan itu," sela Papa Galih.
Tapi jawaban dari Papa Galih tidaklah membuat lega Akbar maupun Firman. Kalau Ayu baik-baik saja lalu kenapa Papa Galih berteriak menyerukan nama Ayu?
Papa Galih seakan mengerti dengan makna tatapan kedua sahabat itu, "Ayu menolak menuntut Yudi atas haknya dan Zaskia," jelas Papa Galih.
Firman hanya menatap datar Papa Galih, berbeda dengan Akbar sebagai sahabat yang selalu berada di dekat Ayu selama 11 tahun tentu saja dia paham maksud Ayu bersikap demikian.
"Papa bukan tidak mampu membiayai Ayu maupun Zaskia, Papa mampu kok. Papa hanya tidak ingin Yudi melupakan tanggung jawabnya atas Zaskia," entah dari mana asalnya, Firman merasa sedang dilempari arang panas ke dalam lubuk hatinya.
Sesak dada Firman, jantungnya seperti diperas dengan kekuatan penuh. Lelaki yang masih berbaring di brangkar Rumah Sakit itu sampai meremas kain bajunya kuat-kuat untuk menghilangkan sesak yang sangat menyakitkan.
Semua tingkah laku Firman terekam jelas dengan kedua manik mata Akbar.
Akbar bahkan sampai menarik sebelah ujung bibirnya ketika melihat tingkah Firman itu, cinta berkamuflasekan gengsi itulah kata tergambar dalam benak Akbar untuk Firman.
"Man, maaf Papa nggak bisa lama-lama di sini. Papa harus mengurus tikus kecil yang nakal itu," Firman hanya mengangguk seraya melengkungkan paksa garis bibirnya. Berbeda dengan Akbar lelaki bertubuh kekar itu justru memberikan senyum renjananya pada Papa Galih.
Papa Galih sempat ingin bertanya ada apa dengan orang nomor dua di Darma Corp itu, tapi dia harus segera bergegas menyelesaikan masalah Ayu. Sejujurnya bukan Ayu saja yang membuatnya geram, tapi Agasa. Kenapa yang Agasa hubungi adalah Mama Kinanti?
Sepergian Papa Galih tawa nyaring seorang Thareq Akbar Satria membahana di seluruh sudut ruang rawat Firman. Pengacara muda itu tahu apa yang membuat Akbar tertawa begitu nyaring.
"Cinta berkamuflasekan gengsi," Akbar bahkan sampai harus menyewaka air matanya yang setetes jatuh membasahi pipinya.
"Lo mau jagain gue, atau menertawai gue sih?" decak Firman.
Tawa riang Akbar mendadak sirna ketika melihat delikan mata tajam Firman. Buru-buru dia mengatupkan rapat kedua bibirnya.
Hening kembali tercipta, terlihat Akbar menghembuskan nafas panjang lalu mengelurkannya secara perlahan, "Lo tahu istilah yang mengatakan darah lebih kental daripada air? Benar kata Ayu, seberapa keras pun lo menolak keberadaan Zaskia, tapi garis takdir telah tercipta, bocah itu adalah darah daging lo, buah cinta lo dengan Ayu."
"Yudi punya bukti kalau Zaskia bukan milik gue," sentak Firman.
"Akta tanah aja bisa dipalsuin apalagi hasil tes DNA," sebagai seorang pengacara Firman tentu merasa jawaban Akbar ada benarnya.
"Gue nggak butuh hasil tes DNA untuk membuktikan Zaskia adalah milik lo, karena apa yang Zaskia punya luar dan dalam sudah cukup buat gue yakin dia anak lo, lo ayahnya," jawab tegas Akbar.
"Hidung mancung dia, netra coklat dia, senyum dia, pintarnya dia itu semua turunan dari lo. Lo tahu nggak? Ciri khas dalam diri Zaskia bahkan turunannya dari lo," ucapan Akbar belum bisa dicerna dengan baik oleh Firman.
"Kalau gue nawarin lo bubur atau nasi, lo akan pilih mana?" tanya Akbar.
"Buburlah," jawab Firman mantap tanpa sedikit pun ragu dalam benaknya
"Nah, Zaskia juga akan milih bubur. Ayu bahkan sampai pusing melihat tuh anak. Lo bayangin deh, yang ngandung Zaskia itu Ayu, tapi ketika dia lahir miripnya ke lo semua."
Ucapan Akbar berhasil membuat relung hati terdalam Firman Afif berdesir ngilu. Pada saat hendak melahirkan Zaskia lima tahun yang lalu, Ayu hanya meminta agar yang menemaninya di ruang persalinan adalah Firman Afif karena Yudi sedang berada di luar kota, tapi Firman tanpa belas kasihan menolak keinginan Ayu.
Andai waktu dapat diputar, Firman akan memenuhi keinganan wanita berparas ayu itu. Nyali Firman untuk merengkuh kembali Ayu seperti menciut, tak ada alasan untuk Firman agar tetap memperjuangkan Ayu.
Semua guratan penyesalan dalam diri Firman dapat dibaca dengan mudah oleh Akbar.
"Kalau lo menyesal berjuanglah untuk sembuh, tebus masa-masa sulit yang sudah Ayu lalui selama ini, buat Ayu bahagia sampai dia lupa bagaimana caranya bersedih," sahut Akbar sambil menepuk pundak sahabatnya.
Sembuhlah Firman Afif, perjuangkan kembali cintamu, rengkuh kembali Ayu dan Zaskia dalam dekapanmu. Mereka mempunyai hak yang sama untuk kamu bahagiakan.
~~~
"Ma, Ayu mana?" tanya Papa Galih saat membuka pintu utama rumahnya secara brutal.
"Di atas," jawab Mama Kinanti sambil menunjuk kamar Ayu yang pintunya setengah terbuka.
Mama Kinanti hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anak dan suaminya, sebelumnya Ayu pun datang dalam keadaan emosi yang meletup-letup.
Tentu saja Agasa adalah pemberi sumbangsih besar atas terpancingnya emosi bapak dan anak itu.
"AYU!" seru nyaring Papa Galih. Ayu paham bahwa dia akan menjadi sasaran amukan sang papa karena telah menolak agar menuntut Yudi di meja hijau nanti.
"Kalau Papa mau marahin aku soal gugatan itu silahkan, tapi itu tidak akan mengubah keputusanku," ujar Ayu dengan sorot mata tak kalah tajamnya.
Tak ada yang dapat mengubah putusan Ayu, kalau ibu satu anak itu telah mengatakan A selamanya akan tetap A, tidak akan berubah B apalagi sampai Z.
"Kalau alasanmu menolak menggugat Yudi masuk di akal Papa, maka Papa tidak akan memaksamu lagi," kata Papa Galih dengan tutur kata lemah lembutnya.
Ayu hening sejenak, dan pria paru baya yang menjadi lawan bicaranya mengerti bahwa ada yang mengganjal pikiran sang putri.
Nampaknya Ayu mulai bersiap untuk memberikan alibi terbaiknya pada Papa Galih.
"Pa ... Bukankah kebahagiaan anak merupakan dambaan setiap orang tua? Aku mau membahagiaankan Zaskia dengan hasil keringatku sendiri, aku mau Zaskia bangga dengan semua yang lakukan," Papa Galih tahu kalau saat ini Ayu sedang menyembunyikan sesuatu, ada kilatan kebohongan dalam manik matanya.
"Kamu yakin? Nggak ada yang kamu sembunyiin dari Papa, kan?" satu saja kebohongan pasti akan menimbulkan kebohongan yang lainnya.
Ayu sadar dan cukup tahu diri selama lima tahun ini dia telah banyak membohongi orang-orang sekitarnya, menutup rapat jati diri seorang Zaskia Azzahra Khumairah.
Bersambung...