"Dia menderita GDM?" Papa Galih terhenyak kala mengetahui bahwa orang yang dia cari itu menderita GDM.
"Iya, Pak," jawab Bayu dengan lugas.
GDM atau Gangguan Depresi Mayor adalah suatu gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang terus tertekan atau kehilangan minat dalam beraktivitas, menyebabkan penurunan yang signifikan dalam kualitas hidup sehari-hari.
Kemungkinan penyebabnya termasuk ketegangan yang bersumber dari kombinasi kondisi biologis, psikologis, dan sosial. Semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa faktor ini dapat menyebabkan perubahan dalam fungsi otak, termasuk aktivitas abnormal dari sirkuit saraf tertentu dalam otak.
Papa Galih kembali fokus membaca informasi yang telah Bayu dapatkan untuknya, tapi perasaannya seolah berkhianat tanda bahaya apakah ini?
Menghampiri ke kantornya tentu bukan pilihan yang baik, mengingat Agasa memberikannya cuti sampai beberapa hari ke depan. Papa Galih meraih kunci mobil yang berada di atas mejanya melangkah dengan terburu-buru meninggalkan kawasan Angkasa Group.
Memacu mobilnya sendirian tanpa seorang supir, tentu saja tujuannya adalah apartemen milik pengacara dengan jabatan senior associated.
Tapi sayang unit yang dia tuju, nyatanya sudah lama tak berpenghuni. Dijual atau tinggalkan tak ada yang tahu.
Pil pahit kekecewaan harus kembali ditelan oleh Galih Surya Atmadja karena gagal memenuhi keinganan malaikat kecilnya.
~~~
Mama Kinanti dan Zaskia sudah sejam yang lalu meninggalkan kawasan Rumah Sakit Bakti Husada. Ayu memilih tetap berada di tempat ini dengan alibi membesuk salah satu rekan kantornya yang sedang melahirkan.
Padahal niat Ayu bukan itu, alasan sesungguhnya untuk tetap tinggal di tempat ini adalah mengorek informasi lebih jauh tentang pasien yang tadi mengalami kecelakaan tunggal.
Meskipun sebagian wajahnya dipenuhi oleh luka, tapi Ayu tahu kalau pasien itu adalah lelaki yang dia cari selama ini, lelaki yang akan selalu menjadi pelengkap hidupnya.
Berjalan mundar-mandir di depan ruangan UGD, ibarat menunggu bisul yang telah memerah lalu pecah.
"Dok, bagaimana keadaan pasien kecelakaan barusan? Baik-baik sajakan, Dok?" tanya Ayu dengan nada bergetar.
Dokter yang ditanyai pun menautkan alisnya, "Saya keluarga pasien lelaki tadi, Dok," tambah Ayu.
"Hanya luka memar akibat benturan dan juga ada sobekan akibat terkena serpihan kaca di pelipisnya," jelas Dokter karena dengan mudah mempercayai ucapan Ayu.
"Saya mau menemui kakak saya, Dok," pinta Ayu. Ada sedikit ngilu yang Ayu rasakan ketika menutupi jati diri sang sahabat.
Ayu berjalan setengah berlari ketika sang dokter mengizinkan dirinya untuk melihat pasien. Tapi semakin mendekati brangkar Rumah Sakit segelintir ragu mengusik akal sehatnya.
Langkahnya tidaklah secepat dan sepanjang tadi, kali ini Ayu melangkah bak maling yang tengah beraksi di larutnya malam.
Sekujur tubuh Ayu membeku kala melihat pasien itu memanglah orang yang menghilang dari hidupnya sejak 4 tahun yang lalu.
Cara kerja semesta memang kadang di luar nalar manusia, tapi satu yang akan selalu Ayu pahami hal terbaik akan datang di waktu yang tepat. Dan mungkin inilah saat terbaik untuk mereka bersatu kembali setelah menjadi sosok yang saling menyakitkan di masa lalu.
"Firman .... Lo balik? Ini beneran Lo?" Ayu sekuat tenaga untuk menahahan tangisnya, tapi dia terlalu lemah untuk melakukan hal tersebut.
Firman Afif bukan sekedar sahabat untuk Ayu, dia dan Firman mungkin adalah satu kesatuan yang baik dalam beberapa hal. Ayu menangis sesegukan sambil meletakkan kepalanya diatas dada bidang Firman.
Memeluk dan memberikan banyak kecupan di kening Firman, sebanyak yang dia mau.
"Lo, kok tega ama gue? Gue mau benci ama lo, tapi gue nggak bisa, gue selalu lemah jika berurusan ama lo."
"Banyak cerita yang mau gue ceritain ke lo, bagaimana perjuangan gue ngelahirin Zaskia seorang diri? Bagaimana tumbuh kembang Zaskia selama ini? Tapi gue minta maaf karena nggak bisa memenuhi satu keinginan lo."
"Lo tahu nggak? Akbar ....," kalimat Ayu tiba-tiba menggantung, kenapa dia bisa lupa mengabarkan Akbar tentang penemuannya ini.
Dengan sigap Ayu mengeluarkan benda pipih kesayangannya untuk menghubungi Akbar terkait dengan penemuan berharganya ini.
Akbar sama terkejutnya dengan Ayu, lelaki yang sebaya dengan Ayu itu sulit mempercayai ucapan sahabatnya. Bagaimana mungkin Ayu bisa dengan mudahnya menemukan Firman? Sedangkan, dirinya saja harus mengerahkan banyak anak buah untuk mencari seorang Firman Afif.
Akbar baru mempercayai omongan Ayu ketika sahabatnya itu mengirimkan foto Firman yang sedang berbaring di salah satu brangkar Rumah Sakit.
Fokus Ayu kembali pada Firman, mengamati iris wajah sahabat terbaiknya. Tak ada yang berubah darinya secara fisik.
"Aku takut kamu kembali dalam wujud yang sama, tapi rasamu terhadapku telah berbeda," batin Ayu.
Jarak dari Darma Corp menuju Rumah Sakit Bakti Husada memang lumayan jauh dengan estimasi perjalan 30 menit. Tapi entah bagaimana seorang Thareq Akbar Satria hanya memerlukan 20 menit untuk tiba di sana.
Dengan napas terengah-engah, Akbar memasuki ruang UGD sesuai arahan yang diberikan Ayu. Tanpa rasa malu atau segan sedikit pun Akbar membuka satu persatu tirai dalam ruang UGD tersebut.
Sama halnya dengan Ayu, tubuh Akbar pun mendadak beku ketika melihat sosok yang menghilang tanpa jejak dari hidupnya selama 4 tahun. Sosok yang telah membuatnya hidup dalam penyesalan.
"Yu," ucap lirih Akbar. Seakan ada duri yang menancap di tenggorokannya membuatnya susah berucap.
Ayu mendongak menatap Akbar dengan seulas senyum, senyum yang telah hilang saat Firman juga hilang di antara mereka.
Ayu tidak boleh egois, dia paham bukan hanya dirinya yang ingin meluapkan rasa rindunya pada Firman, Akbar pun ingin melakukan hal tersebut.
"Gue keluar sebentar, lo jagain dia," tujuan Ayu kali ini adalah kantin. Ada bibir dan kerongkongan yang harus dia basahi.
Tangis Akbar luruh juga, pertahannya hancur tak terbendung, "Man .... Ini beneran lo, kan? Lo udah balik dan ngak akan pergi lagi, kan? Gue mohon ama lo, jangan tinggalin gue lagi. Lo dan Ayu mungkin sudah dijodohkan oleh semesta, kalian harus menjadi orang yang saling menyakiti dulu sebelum menjadi pantas satu sama lain."
"Lo harus bangun, lo harus memperjuangkan Ayu, gue udah ngejagain Ayu dan Zaskia dengan baik selama lo pergi, sekarang tugas lo untuk bahagiain mereka," kelakar Akbar seraya memberikan senyum penuh paksaan.
"Man, lo tahu nggak Zaskia itu ....,"
Ucapan Akbar menggantung begitu saja karena kedatangan seorang suster yang membawakan kabar bahwa polisi yang menangani olah KTP di lokasi kejadian ingin berbicara dengan pihak keluarga dari korban.
Akbar ragu untuk menitipkan Firman pada suster jaga apalagi sampai meninggalkannya seorang diri. Akbar takut kalau Firman pergi dan menghilang lagi, meskipun terdengar tidak logis, tapi Akbar tetap takut.
Akhirnya dokter dan polisi sajalah yang mendatangi Akbar.
"Keluarga pasien?" terka polisi yang mungkin sebaya dengan Papa Galih.
"Sahabatnya, kedua orang tuanya sudah meninggal sejak dia 7 tahun lalu," jawab Akbar tanpa tipuan.
"Menurut penelusuran kami di TKP kecelakaan yang dialami korban ....,"
Bersambung...