webnovel

25. Tidak Bisa Bergerak

Abi membuka pintu ruang rawat Fahira, dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan putrinya itu. Matanya tertuju pada Fahira yang masih terbaring tetapi dan menutup kedua matanya. Dia merasa bingung bukankah putrinya sudah siuman tetapi abi melihat Fahira masih menutup kedua matanya.

"Umi, apa yang terjadi?" tanya abi pada istrinya duduk di samping Fahira sembari memegang tangan putrinya itu.

Umi terdiam, dia tidak sanggup untuk mengatakan yang baru saja terjadi pada Fahira. Tidak terasa umi pun menitikkan air matanya karena rasa sedih yang begitu besar dan itu membuat suaminya langsung berjalan mendekat.

"Katakan pada Abi … apa yang sudah terjadi? Mengapa Fahira masih tertidur?" Abi kembali bertanya pada sang istri.

Abi terus berusaha mencari tahu apa yang sudah terjadi pada istrinya itu, dia benar-benar ingin tahu apa penyebab sang istri bersedih. Namun, sang istri hanya bisa menangis lalu memeluk sang suami.

Almira berjalan mendekat pada Fahira, dia ingin tahu apa yang sudah terjadi pada adiknya itu. Dia yakin jika sang adik tidak apa-apa dan hanya tertidur saja, Almira menatap dengan lekat sang adik dan mencari hal yang janggal. Dia pun kembali menatap umi dan abinya, Almira menunggu sang umi untuk menceritakan apa yang sudah teratasi.

Saat umi mau menceritakan yang sudah terjadi seorang perawat masuk ke dalam ruangan. Perawat itu memeriksa cairan infus Fahira setelah itu dia kembali berjalan keluar untuk kembali melakukan pengecekan pada pasien lainnya.

Umi kembali fokus pada abi dan menceritakan semua yang sudah terjadi tadi, dia mengatakan bahwa Fahira tidak bisa berjalan. Dan membutuhkan waktu untuk bisa kembali seperti semula.

Abi terhenyak saat mendengar semua yang istrinya katakan, kedua kakinta terasa lemas tetapi dia berusaha untuk kuat. Dia menatap Fahira yang masih tertidur, dia tidak mengira putrinya akan mengalami hal seperti ini.

Namun, berbeda halnya dengan Almira yang sangat senang mendengar kabar semua itu, dia merasa jika yang terjadi pada adiknya adalah hadiah yang sangat indah. Hadiah sebelum pernikahannya dan dia berharap jika pernikahannya dengan pria yang dijodohkan abi batal.

Umi menatap Almira, dia ingin tahu bagaimana reaksi putrinya itu setelah mengetahui keadaan Fahira. Dia melihat tidak ada kesedihan di dalam sorot matanya itu dan itu membuat umi merasa semakin sedih.

Sang abi yang penasaran dengan keadaan Fahira langsung menemui sang dokter, dia ingin tahu apakah putrinya bisa sembuh atau tidak. Dia percaya jika Fahira pasti bisa kembali seperti dulu.

Beberapa saat kemudian Fahira terbangun, dia melihat umi dan Almira sudah berada di ruangan. Sang umi tidak dia berkata-kata lagi, dia tidak tega melihat putrinya yang kelak akan menggunakan kursi roda.

Fahira berusaha untuk kembali menggerakkan kedua kakinya tetapi masih tidak bisa. Namun, dia tidak menyerah dan berusaha untuk kembali menggerakkannya dengan sekuat tenaga tetap saja tidak bisa.

Dia pun tidak merasakan rasa sakit di kedua kakinya, dia merasa kedua kakinya mati rasa. Perlahan air matanya menetes, dia benar-benar sudah tidak bisa lagi berjalan dan hidupnya pasti akan menyulitkan umi dan abinya.

"Umi, apakah aku tidak bisa berjalan lagi untuk selamanya?" Fahira bertanya pada sang umi dengan nada datar.

Umi tidak bisa berkata-kata lagi, dia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Dia tidak ingin putrinya semakin sedih dengan hasil pemeriksaan dokter yang mengatakan jika Fahira tidak bisa berjalan.

"Kamu pasti bisa berjalan lagi, Sayang," ucap abi yang sudah masuk ke ruangan saat Fahira bertanya seperti itu pada istrinya.

Fahira menatap ke arah sang abi, dia melihat kesedihan di wajah abinya itu. Dia pun tahu jika kakinya tidak akan kembali pulih seperti dulu. Perkataan abi hanya untuk membuatnya tenang saja.

***

Satu minggu berlalu setelah Fahira siuman, sekarang dia sudah bisa menerima semua yang sudah terjadi padanya. Dia tidak terlalu memikirkan bagaimana kehidupannya nanti karena mulai hari ini dia harus bisa lebih kuat lagi.

"Bagaimana apa kau senang menerima nasibmu itu?" tanya Almira pada Fahira yang tengah duduk di atas ranjang rumah sakit.

Fahira memandang sang kakak yang baru saja tiba, dia hanya tersenyum mendengar ucapan kasar dari Almira. Dia sudah bisa menebak jika sang kakak tidak akan dengan mudah melepaskannya.

"Kak, sampai kapan kau akan seperti ini? Aku adalah adikmu apakah kau masih belum puas?" Fahira balik bertanya pada Almira.

Almira terkekeh, dia mengatakan selamanya tidak akan berubah dan tetap membenci Fahira. Mungkin hingga kematian menjemputnya rasa benci itu masih terus ada dalam hatinya.

Sebesar itukah rasa benci yang ada dalam hati sang kakak, sehingga kematian pun tidak bisa menghapusnya. Fahira tidak tahu alasan sang kakak bisa begitu membencinya dan dia pun selalu bertanya pada Almira alasan kebenciannya itu.

Akan tetapi, Almira tidak pernah mengatakan alasan dibalik kebenciannya pada Fahira. Dia selalu membalas dengan perkataan yang menyakitkan dan penghinaan yang sudah di luar batas.

Almira terus saja bicara hal-hal yang membuat Fahira tidak habis pikir, dia merasa senang jika mengatakan sesuatu yang bisa membuat sang adik sedih, kesal, dan geram. Sudah lama dia tidak merasakan kepuasan dalam hatinya setelah beberapa tahun tidak bertemu dengan Fahira.

Terdengar suara derap langkah kaki yang mulai mendekat ke ruangan, tingkat kewaspadaan Fahira kembali meningkat. Dia terdiam dan merasakan dari suara derap langkah kaki itu dan merasa lega karena itu bukan orang-orang yang hendak membunuhnya.

Pintu ruangan terbuka terlihat umi dan abi sedang berjalan memasuki ruangan, Fahira tersenyum lembut saat melihat mereka tiba. Berbeda halnya dengan Almira yang tidak suka karena permainannya selesai begitu saja.

"Bagaimana keadaanmu, Sayang?" Abi bertanya pada Fahira dengan lembut.

"Sudah membaik, Abi." Fahira menjawab.

Abi melihat Fahira yang sudah tidak terlalu sedih seperti seminggu yang lalu, dia merasa lega karena putrinya bisa menerima semua yang terjadi. Dia akan selalu memberikan dukungan dan semangat pada putrinya itu.

"Abi bagaimana dengan rencana pernikahanku?" tanya Almira pada sang abi.

Mendengar pertanyaan Almira membuat abi teringat janji pernikahan putrinya itu. Abi pen mengatakan pada Almira jika pernikahannya akan tetap berlangsung dan tidak akan diundur lagi.

Almira merasa senang karena pernikahannya akan segera berlangsung, dia sudah tidak sabar menunggu hari bahagia itu. Dia ingin memperlihatkan kebahagiaannya pada sang adik yang sudah tidak bisa berjalan itu dan menunggu kabar pembatalan pernikahan adiknya itu.

"Abi, bagaimana dengan rencana pernikahan, Fahira?" Almira bertanya kembali pada sang abi dan ingin mendengar pembatalan rencana pernikahan.

Apabila itu terjadi maka dia akan berpesta bersama dengan teman-temannya dan tidak akan melupakan semua hal yang menyedihkan bagi adiknya itu. Almira pun akan memperlihatkan semua kebahagiaannya pada adiknya yang cacat itu.

"Bagaimana jika aku meminta putrimu menikah hari ini?" seseorang bertanya pada abi.

下一章