webnovel

Hujan di pagi itu.

"Adikku Alfaro, dia sekelas dengan adik tirimu, adikku bilang, dia adalah primadona di sekolah, banyak cowok yang mengejarnya, termasuk adikku juga hehe," 

"Benarkah ?" Dengan santai nya.

"Benar Kak." sambung Alfaro dengan semangat, yang kini tiba-tiba muncul dan ikut bergabung dengan kedua pria dewasa tersebut.

"Echa primadona di sekolahku, dia cewek tercantik disana, tapi sayang nya dia agak bodoh, tapi gak apa-apa, aku tetap mengagumi kecantikan nya," kata Pemuda itu, yang kini sangat bersemangat saat membahas gadis pujaan hatinya.

"Sedikit bodoh bagaimana ?" tanya Ricard pada adik nya.

"Bodoh dari semua mata pelajaran, entahlah, aku belum pernah bertemu orang sebodoh dia, tapi aku juga belum pernah bertemu orang secantik dia hehe," 

"Secantik apa sih gadis itu ?" Ricard mulai penasaran.

"Kalo Kakak jumpa sama dia, mungkin Kakak juga bakalan terkagum-kagum, bukan cuma cantik, dia juga imut banget wajah nya, tapi sayaaaaang nya dia tuh orang nya suka menyendiri, gak punya teman di sekolah, jarang ngomong juga, sekali di sapa, dia nya jarang jawab, meskipun jawab, mungkin cuma sepatah dua patah kata doang, jadinya dia gak di sukai sama temen-temen disana,"

"Apa dari awal masuk SMA dia memang sudah begitu ?" 

"Iya Kak, dia memang sudah begitu dari awal," 

"Alfaro, kamu bisa gak tinggalin Kak Ricard berdua sama Kak Nathan, kami mau bicara penting soal nya," pinta Ricard pada adik nya.

"Ok kak." Alfaro segera meninggalkan kedua pria dewasa tersebut.

"Mendengar cerita Al, ku kira adik tirimu juga menderita selama ini, ku harap kamu berhenti menyiksanya. kasian, masa depan nya masih panjang, dia juga yatim piatu, sama sepertimu,"

"Itu adalah urusanku, ku harap kamu tidak usah ikut campur. Aku lelah, aku pulang."

Dengan perasaan sedikit kesal, Nathan akhirnya pulang, karena lelah mendengar ceramah teman nya yang kini terus-terusan membela gadis yang sangat ia benci.

______________

                   Sebuah ponsel yang terletak di atas meja berdering, saat Echa sedang sibuk membersihkan rumah yang amat luas itu. Ia melihat ke layar ponsel milik nya, dan tertera nama sahabat nya disana. Segera ia mengangkat nya.

"Iya, ada apa Farah ?" Tanya nya pada seseorang di sebrang sana.

"Echa, tolong aku, perutku tiba- tiba sakit banget, cepetan kesini Cha," suara Farah yang kini terdengar kesakitan.

"Baiklah, aku akan segera kesana, bertahanlah." 

"Cepetan Cha, aku udah gak kuat," 

"Iya, iya, aku berangkat." 

Panggilan pun di akhiri, dengan langkah berlari Echa segera keluar, dan mengunci pintu rumah yang kebetulan tidak ada siapapun di sana. 

                   Sesampai nya di sebuah kost tempat sahabat nya tinggal, ia segera masuk dan mendapati Farah telah meringis kesakitan. Echa yang melihat hal itu, segera membawa Farah ke rumah sakit. 

                   Setelah di periksa, ternyata Farah menderita usus buntu dan harus segera di operasi.

                   

"Echa, ini tabunganku, tolong bayarkan untuk biaya operasiku," kata Farah sembari menyerahkan dompet yang di dalam nya ada kartu ATM untuk biaya operasi nanti.

"Baiklah. Kalo gitu, aku keluar dulu ya, untuk mengurus nya," 

"Iya Cha." 

             Setelah selesai dari operasi, malam itu, terpaksa Echa harus menginap di rumah sakit untuk menjaga Farah yang kebetulan dia adalah anak rantau. Farah adalah tulang punggung keluarga nya di kampung halaman nya, ayah nya telah lama meninggal dunia dan dia lah yang menggantikan posisi sang ayah untuk mencari nafkah.

             Persahabatan antara Echa dan Farah sudah terjalin selama tiga tahun. Farah lah satu-satu nya sahabat yang ia miliki, Echa telah menganggap Farah seperti keluarga nya sendiri.

"Cha, kamu pulang aja, semalaman kamu gak ada istirahat sama sekali, liat tuh, kamu pucat banget." tutur Farah pada Echa yang memang sudah terlihat lelah dari raut wajah nya. Sebuah lingkaran hitam terlihat jelas di mata sayu itu, karena dari kemarin Echa terus bekerja, dan semalaman menjaga Farah yang sedang sakit.

"Gak apa- apa kok. Aku baik- baik saja." 

"Sudah pulanglah, lagian disini ada suster yang jagain aku, kamu pulang ya, istirahat." 

"Beneran gak apa- apa ?"

"Iya Echa." 

"Ya udah kalo gitu aku pulang dulu ya, nanti malam aku kesini lagi. Oh ya, kalo misalkan kamu butuh sesuatu telfon aja." 

"Ok." 

Hanya pada Farah, Echa bisa ceria dan banyak bicara, karena hanya pada sahabat nya itu ia bisa terbuka. 

_____________________

               Pagi itu, hujan turun sangat begitu deras di sertai angin kencang dan gemuruh petir yang menyambar.

               Terlihat Nathan sedang mengamati layar ponsel nya, seketika terukir senyuman evil dari bibir sexy yang merah itu.

"Benar- benar jalang kecil murahan." Ucap nya sembari tetap melihat ke arah layar ponsel nya. 

                  Tak lama kemudian, terdengar seseorang menekan tombol sandi pintu rumah itu. Nathan sudah bisa menebak, siapa yang datang, yaitu Echa, adik tiri nya. 

Kini Nathan telah menyiapkan hukuman pada gadis kecil itu, karena sudah berani tidak pulang semalaman.

Nathan masih duduk santai sambil meminum Whisky yang memang ia nikmati sedari tadi. Disana, menampakkan Echa yang melangkah mendekati dirinya dengan badan nya yang basah kuyup akibat hujan di luar sana.

"Kamu_ maksud ku, Kakak kenapa tidak ke kantor ?" tutur Echa gelagapan. Ia seharus nya tidak pulang saat ini, jika tau kalau ternyata Nathan tidak ke kantor. 

"Kenapa ? Kau kira aku tidak di rumah ? Jadi kau bisa se enak nya, dan terbebas dari hukuman karena sudah melanggar peraturan ?"

"Maaf Kak." Echa mengatakan sembari membukukkan badan nya, berharap sang Kakak menerima maaf nya.

Nathan menghabiskan whisky yang tersisa di gelas nya, ia mulai kehilangan akal sehat nya sedikit demi sedikit, karena efek dari minuman beralkohol tersebut. 

Nathan melangkah mendekati Echa, tangan kekar nya menarik pergelangan tangan mungil Echa, dan menyeret nya ke kamar. 

Disana, Nathan memulai hukuman yang sudah ia siapkan sejak dari semalam. Nathan, dengan kejam nya mulai mencambuki gadis kecil yang malang itu dengan sebuah sabuk kulit milik nya.

Echa meringis kesakitan, namun, ia berusaha sekuat tenaga menutup mulut nya agar tidak bersuara, walaupun sebenar nya ia sangat ingin menjerit kesakitan, saat cambukan itu mulai melukai kulit putih nya. 

Semakin lama cambukan itu semakin keras dan menyakitkan, hingga baju yang Echa kenakan terkoyak- koyak, menampakkan kulit putih nya yang sudah terluka parah. 

"Bagaimana rasa nya ? Ini adalah hukuman yang layak untuk gadis kecil jal*ng sepertimu !" 

"Apa maksudmu mengatai ku jal*ng ?" Echa menjawab dari suara nya yang kini mulai melemah.

To Be Continued...

                      

下一章