webnovel

Tidak Habis Fikir

Kanaya memutuskan untuk mengguyur tubuhnya dengan air di kamar mandi saat merasakan tubuhnya berkeringat. Meski ia merasa cukup malas untuk membersihkan tubuh di malam hari seperti ini, tetapi rasa gerah sepertinya menyelimuti tubuh lelah Kanaya. Hal itu membuatnya memaksakan diri agar bisa tidur nyenyak dengan tubuh bersih.

Kanaya membuka pintu kamar mandi dengan pelan, lalu ia masuk dan mulai menyalakan air kran. Setelah selesai mandi Kanaya mengusap rambut basah nya dengan handuk. Saat aktivitas mengeringkan rambut belum selesai, terdengar sebuah ketukan pintu dari luar. Kanaya menghentikan aktivitasnya sejenak lalu berpikir singkat siapa yang mengetuk pintu rumahnya di malam hari seperti ini. Pikirannya mulai teringat tentang seseorang, yaitu Arka.

"Apakah itu, Kak Arka?" Tebak Kanaya dengan melangkah mendekat ke pintu.

"Tapi, aku masih belum siap bertemu dengannya." Kejadian kemarin nampaknya masih begitu membekas di pikiran Kanaya, sehingga membuat perempuan itu masih enggan untuk menemui Arka.

Merasa belum siap menemui Arka, tetapi perempuan itu masih berdiri mondar-mandir kebingungan. Hatinya bimbang sekaligus tidak tega membiarkan laki-laki baik itu tetap di luar.

Kanaya melihat dari balik tirai jendela untuk memastikan apakah Arka sudah pergi atau belum. Namun, betapa Kanaya terkejut saat melihat laki-laki yang datang bukanlah Arka, melainkan teman baik Arka yang bernama Alan. Bahkan, ia sempat mengusap-ngusap kedua matanya untuk menyakinkan apa yang dilihatnya tidak salah.

"Alan? Kenapa dia datang kesini?" Kanaya tidak mau berpikir panjang, iapun segera membuka pintu untuk bertanya langsung kepada seseorang yang berdiri di depan rumahnya.

Ckrek!

"Kak Alan, ada apa?" Tanya Kanaya langsung tanpa basa basi.

"Nay, Arka."

Perkataan laki-laki itu langsung membuat pikiran Kanaya berfikir sejenak. Apalagi Alan tidak langsung memberi penerangan, dan dari ekspresi wajah Alan nampak panik dan kebingungan.

"Ada apa?" Tagih Kanaya lagi.

"Dia, masuk rumah sakit."

"Hah? Kak Arka kenapa?" Betapa Kanaya terkejut saat mendengar penerangan Alan. Bukannya tadi saat Kanaya dan Arka bertemu masih baik-baik saja tidak terjadi apapun pada laki-laki itu.

"Ayo ikut aku, aku antar kesana. Sejak tadi dia menyebut namamu."

"Iya, aku ambil tas dulu." Kanaya segera masuk untuk mengambil tasnya. Setelahnya ia keluar dan mengunci pintu rumah miliknya. Kanaya ikut masuk ke dalam mobil Alan untuk menuju tempat yang Alan maksud.

****

"Terimakasih ya, Kak," ujar Gadis itu pada Gibran.

"Iya, sama sama. Aku pulang dulu. Kamu tidak apa apakan aku tinggal?" Ujar Gibran saat merasa sudah lelah dan ingin hendak pulang.

"Iya, tidak apa apa."

Gibran memundurkan kursinya lalu melangkah keluar kafe menuju mobil miliknya. Gadis itu tersenyum memandang kepergian Gibran hingga Gibran benar-benar hilang dari pandangannya. Senyum itu masih terpampang nyata pada gadis cantik dan manis yang beberapa detik lalu sempat makan berdua bersama seorang Gibran.

Rania mengambil 1 potong kartu yang tergeletak di meja di samping piring, kartu itu adalah kartu nama Gibran. Entah kenapa hanya dengan kesalahan yang begitu kecil, apalagi semua itu tanpa ada maksud kesengajaan membuat Gibran mudah memberikan kartu nama pada seseorang yang sama sekali belum dikenalnya. Padahal sejak dulu, hal itu anti dilakukan oleh Gibran memberi kartu kepada sembarangan orang.

****

"Ini dimana? Di rumah sakit apa? Kok jalananya sepi dan aku belum pernah dengar disini ada rumah sakit." Kanaya sejak tadi tidak henti-henti bertanya saat Alan membawanya ke tempat asing.

"Iya, ikut aku dulu," jawab Alan santai.

Untung Kanaya mengenal baik Alan, dipikiran Kanaya Alan juga tidak akan mungkin menyakitinya, ia cukup tau sikap Alan dari Arka juga. Namun, yang membingungkan tempat yang ditunjukkan oleh Alan seperti bukanlah rumah sakit. Kanaya berusaha berpikir positif, mungkin saja Alan masih mengambil sesuatu di tempat tersebut. Kanaya mengikuti saja kemana Alan pergi, hingga mereka berhasil di tengah-tengah sebuah danau, di sekelilingnya banyak pohon, dan gelap. Tempat itu nampak begitu sepi dan sunyi, tidak ada orang selain mereka berdua.

"Kita serius ini disini?" Tanya Kanaya dengan mengidik ngeri sendiri, membayangkan jika ia disana sendirian.

Kanaya menanti jawaban dari Alan, tetapi tidak terdengar suara apapun setelah Kanaya bertanya. Kanaya menoleh ke kanan dan ke kiri, ke depan ke belakang untuk mencari keberadaan Alan. Kanaya tidak habis pikir ternyata Alan tidak berada disampingnya. Betapa perempuan itu terkejut Alan tiba-tiba menghilang dari jangkauannya.

"Kak! Kak Alan! Kak!!!!" Perempuan itu hampir menangis tidak mendengar jawaban dari siapapun termasuk Alan yang membawanya. Air mata menetes dan mulai deras. Hanya ketakutan yang Kanaya rasakan, ingin rasanya ia lari dan pergi. Namun, ini masih pertama baginya datang ke tempat itu, cukup sulit baginya untuk mencari jalan keluar, apalagi tempat itu sangat gelap.

"Nay." Terdengar suara lirih dari samping Kanaya.

"Kak!" Kanaya segera meraba dari sumber suara, lalu ia menemukan tangan seseorang di sana. Kanaya memegang tangan itu dengan gemetar.

"Kak, saya takut. Jangan pergi, bawa aku pulang," pinta Kanaya dengan suara serak.

Tiba-tiba tempat itu terang dan banyak cahaya. Kanaya membuka kedua matanya lebar-lebar menoleh ke sebelah orang yang ada di sampingnya, laki-laki itu ternyata adalah Arka.

"Kak, Kak Arka baik baik saja?" Kanaya segera melepaskan tangannya dari Arka. Lalu ia mengusap kedua pipi basahnya dengan kasar dan cepat.

"Maksudnya apa ini?" Kanaya merasa seperti orang bodoh di tempat itu. Ia baru sadar kalau dirinya baru saja ditipu dan di bodohi. Kedua mata merah yang baru saja menangis menatap Arka dengan tatapan menajam, dan tatapan perempuan itu seperti tengah menagih jawaban dari keanehan yang terjadi malam ini. Tatapan itu juga khalayak seperti harimau yang siap menerkam mangsanya habis habisan.

"Jelaskan!"

Arka berusaha meraih tangan Kanaya. Namun, perempuan itu menepisnya mentah-mentah.

"Maksud kalian apa mempermainkan perasaanku? Kalian juga tahu sekarang sudah pukul 10 malam dan kalian tega mempermainkan aku? Aku tahu, Kak Arka yang menyuruh Alan. Maksud Kakak apasih? Kata Alan kamu sakit, tapi aku lihat kamu baik-baik saja dan masih bisa mempermainkan saya disini." Kanaya mengusap air matanya untuk kesekian kali, perempuan itu melenggang pergi, berusaha mencari jalan keluar dari tempat itu.

"Nay ...." Betapa Arka terkejut saat mendengar respon Kanaya semarah itu padanya. Arka berusaha mengejar kepergian Kanaya dari hadapannya.

"Nay, dengakan aku dulu," pinta Arka.

"Aku tidak butuh penjelasan apapun."

Kanaya masih tampak bingung mencari jalan keluar dari danau tersebut, tempat itu cukup membingungkan bagi dirinya.

"Nay, aku bantu keluar ya," tawar Arka sungguh sungguh.

"Setelah apa yang Kak Arka lakukan terhadapku, apa harus aku percaya dengan ucapan Kakak?"

BACA TERUS KISAH GIBRAN

JANGAN LUPA MASUKKAN RAK YA

NANTIKAN PART SELANJUTNYA

SALAM

GIBRANKU.

下一章