Romi sudah menduka sebelumnya, jika keluarga angkat Mesya adalah orang-orang yang tidak beres.
Mereka adalah para psikopat, yang tidak jelas apa tujuan mereka mengadopsi Mesya.
Bahkan berkat pengakuannya Mesya membuat Romi semakin yakin, jika mereka bukan hanya membunuh orang tapi juga memakan dagingnya.
Pantas saja Mesya, selalu saja tak mau memakan bekalnya.
Ini yang dimaksud perbedaan daging masakan ibunya Romi dan juga ibu angkatnya Mesya.
"Mesya, setelah kau tahu Segalanya, lalu apa rencanamu selanjutnya?" tanya Romi.
"Aku?" Mesya menggelengkan kepalanya dengan wajah ragunya. "Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan!" jawab Mesya.
"Apa, kau ingin kabur saja?" Romi menggenggam tangan Mesya.
"Aku akan membantumu," bisik Romi.
Mesya segera menepis tangan Romi.
"Tidak bisa, Romi, untuk sekarang ini aku tidak begitu yakin," ucap Mesya.
"Lalu apa yang membuatmu tidak yakin?"
"Kau tahu bukan, mereka itu sangat berbahaya, mereka memiliki mata-mata di mana saja, orang tuaku itu kaya raya, bisa membayar orang untuk mencari kita!"
"Tapi kita pergi keluar negeri saja, Mesya!"
"Meskipun di luar negeri aku juga tak yakin, bahkan hampir di setiap negara mereka mempunyai bisnis, aku yakin mereka tetap bisa menemuiku. Dan yang aku takutkan ...."
"Kau takut kenapa?"
"Aku takut, mereka akan membunuh kau dan aku,"
"Huft...." Romi mendengus berat. "Kau benar, Mesya! Kita tak bisa berbuat apa-apa, kita ini hanya anak-anak, justru aku juga semakin takut dengan keselamatan Ibuku, mereka bilang akan membunuh Ibuku bila aku berbuat macam-macam," jelas Romi.
"Astaga, Romi,"
"Yasudah ayo kita, ke kelas sekarang, lupakan masalah ini sesaat," ajak Romi.
Mereka berdua meninggalkan tempat itu, dan David datang lalu mengecek ke dalam tong sampah dia melihat ada bekal yang dibuang.
Dan ini jelas sekali makanan buatan dari sang ibu.
"Lagi-lagi dia membuangnya," gumam David.
David meletakkan sampah lagi di atas daging itu, yang bertujuan agar tidak ada yang tahu kalau Mesya telah membuangnya, bekalnya Arthur.
***
Waktu berjalan begitu cepat, tak sadar, sudah 10 hari Marry, di rawat di rumah sakit. Kini keadaannya mulai membaik.
Hanya saja, dia belum sanggup untuk berdiri, apalagi berjalan.
Selain tubuhnya masih lemah, cedera beberapa bagian tulang belum pulih sepenuhnya.
"Ya, Tuhan! Apa yang sudah terjadi kepadaku? Kenapa aku begini?" ucap Marry dengan deraian air mata.
Marry tak menyangka jika kejadian di lantai paling atas gedung sekolah itu membuatnya seperti ini.
Padahal dia hanya ingin agar pelaku pembunuh kucing-kucing itu segera mendapatkan hukuman atas perbuatannya.
Tapi justru dialah yang malah mendapatkan hukuman yang setimpal.
Dan sekarang siapa pelaku itu belum juga ditemukan.
Denias, mendadak menghilang entah kemana, dan lagi pula Marry, tahu kalau pelakunya bukanlah Denias.
Justru sekarang Marry, mengkhawatirkan keadaan Denias.
Marry menyesal telah mengunggah vidio itu, sehingga kini Denias menjadi buron, bahkan aparat kepolisian juga mengira jika pelaku yang telah mendorongnya dari tangga itu adalah Denias.
Masih teringat betul sebelum dia jatuh pingsan, ada seseorang orang yang memukulnya dari belakang, saat itu tubuhnya langsung melemas, tapi dia mendengar suara Denias yang ketakutan saat melihat seseorang entah siapa itu.
Dan setelah itu ada kaki yang menendangnya hingga jatuh ke bawah tangga, lalu dia tak ingat apa pun lagi.
"Bodohnya aku! Kenapa aku bisa menuduhnya? Jelas-jelas Denias, adalah anak yang baik, bahkan dia tak pernah melawan meski sering ditindas, apa yang telah kuperbuat kepadanya, Tuhan! Aku sudah menuduh orang yang tak berdosa." Marry tampak sangat menyesal.
Dia terlalu gegabah, dia merasa semangatnya terlalu berlebihan akan suatu hal.
Dia terlalu mudah percaya dengan apa yang dia lihat, dan tak mau mendengarkan ucapan dari Denias.
Sekarang bukan hanya Denias yang mendapatkan masalah besar, tapi juga dirinya.
Lukanya cukup parah, bahkan Marry masih bersyukur karna dia tidak lumpuh, hanya saja cedera patah tulang benar-benar terasa sangat menyakitkan, apa lagi dia bukan hanya mengalami satu bagian tulang saja, tapi ada beberapa bagian tulang.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!" sahut Marry.
Ceklek!
"Astaga! Salsa!" teriak Marry.
"Sst...." Salsa segera menyuruh Marry diam.
Salsa perlahan mendekat.
"Kau—"
"Dimana kedua orang tuamu?" tanya Salsa.
"Mereka meninggalkanku sebentar, Ayah ada meeting kantor mendadak, sedangkan Ibuku pergi sebentar ke mini market," jawab Marry.
"Marry, apa kau tidak apa-apa?" tanya Salsa, tangannya menggenggam erat tangan Marry dan air matanya mulai mengalir.
"Ya, seperti yang kau lihat, Salsa! Seperti inilah tubuhku, sakit sekali, aku serasa ingin mati," keluh Marry.
"Tapi, aku sangat bersyukur setidaknya kau baik-baik saja, Mar!" ucap Salsa.
"... kau kenapa pergi begitu saja?" tanya Marry.
"Aku ...."
"Kau kenapa?"
"Aku takut berada di sini, aku lebih aman di Surabaya,"
"Kenapa? Apa alasanmu?"
"Mereka terus menggangguku?"
"Mereka siapa?"
"Arthur dan keluarganya?"
"Termasuk David dan Mesya?" tanya Marry.
Lalu Salsa menggelengkan kepalanya.
"Arthur dan kedua orang tuanya, mereka adalah orang yang menakutkan. Aku yakin kejadian yang menimpamu ini, ada sangkut pautnya dengan mereka, jadi aku mohon Marry ... tinggalkan tempat ini," pinta Salsa dengan memohon.
"Tapi ...."
"Aku, mohon, Marry, dengar apa ucapanku, kau sudah melangkah cukup jauh. Kau sudah mengusik mereka, biarkan saja mereka melakukan apa keinginan mereka sesuka hati, mereka itu keluarga pembunuh. Jangankan membunuh seekor kucing, membunuh manusia pun mereka sudah terbisa!" tutur Salsa dengan nafas yang tersengal, sebenarnya dia terlalu takut untuk menceritakan semua ini, tapi Marry adalah sahabatnya.
Tentu saja Salsa tidak mau terjadi hal yang buruk kepada sahabatnya lagi.
"Apa menurutmu, yang membunuh kucing-kucing itu adalah, Arthur?" tanya Marry.
"Lalu siapa lagi?!" ucap Salsa.
"Yah, aku sudah menduga, jika aku benar-benar sudah salah mengambil langkah, aku sudah menuduh orang. Dan Denias ... ah, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, Salsa. Bahkan mendapatkan hukuman seperti ini saja aku tak pantas, aku lebih pantas mati saja! Hik hik ...." Pungkas Marry.
Salsa segera memeluk Marry untuk menenangkan sahabatnya.
"Lupakan semuanya, Marry, ayo ikut pergi denganku setelah kau sembuh nanti!"
"Bagaimana bisa? Aku tidak bisa pergi begitu saja, tinggal sebentar lagi aku akan lulu!" tukas Marry.
"Percaya padaku, di sini tidak baik untukmu!"
"Lagi pula aku tak ingin pergi kemana pun, sebelum Denias di ketemukan!"
"Kau itu jangan bodoh! Karna nyawamu lebih penting!" bentak Salsa.
To be continued.